Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud Pilihan

Pusaran Politik Identitas dan Moderasi

6 Desember 2018   16:44 Diperbarui: 6 Desember 2018   17:10 332
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Dari kanan KH Musthofa Bisri, KH Mainoen Zubair, dan Habib Luthfi. || Sumber gambar: Instagram Simbah Kakung.

Moderasi keberagamaan baru-baru ini menjadi isu sentral pasca pilkada DKI jakarta yang berdarah-darah dan menguras emosi keberagamaan secara nasional. 

Kita dipertontonkan kasus demi kasus, demo yang berjilid-jilid untuk memenjarakan salah satu paslon. Bagaimana kerasnya pengaruh politik praktis dalam menentukan surga neraka umat. Begitu kentalnya warisan ideologis keumatan mempengaruhi cara pandang yang meremehkan liyan, sebagaimana yang tercermin dalam pola kehidupan. Mayoritas masyarakat beragama yang meyakini bahwa agama yang dipeluk adalah yang paling benar dan yang lain harus disingkirkan. Ironisnya alasan seperti ini diamini oleh paradigma dan teologis mereka.

Selain kekakuan dalam beragama, diskursus tentang moderasi tidak pernah membumi dan menyentuh ke akar rumput. Kita tentu menyadari, pemikiran sebrilian ini hanya berkutat dalam ranah akademik dan elit agama, dan tidak akan pernah sampai dalam masyarakat bawah. Ketika mereka masyaa`rkat bawah ditanya, kebutuhan dapur akan lebih dominan daripada mengurusi pentingnya dan dampak dari sebuah gerakan moderasi.

Menghilangkan Sekat Identitas Diri

Indonesia adalah sebuah negara yang multibudaya dan agama, fondasi negara akan tetap kokoh jika warganya menyadari hakikat kebninnekaan. Namun akan hancur jika memaksakan sebuah ketunggalan. Singkatnya semakin kita bermoderasi dalam pikir dan tindakan, maka semakin kokoh kita bersatu. Persatuan kokoh dari sebuah masyarakat yang majemuk, harus dibangun atas ikatan persaudaraan yang mendalam. 

Namun semenjak pemilihan presiden tahun 2014, kita tentu menyadari masyarakat Indonesia digiring dan terpolarisasi menjadi dua kubu yang saling fitnah menfitnah, saling tuduh menuduh, dan merebaknya berita bohong yang menghancurkan kewarasan bernegera dan beragama kita.

Tahun silih berganti, namun sekat politik-sosial kian lebar dan diperlebar untuk mengeruk dukungan publik terhadap salah satu pasangan calon. Ironisnya isu suku ras dan agama juga dimainkan oleh para buzzer politik mereka, menggiring opini masyarakat untuk mempersekusi dan mendukung kelompok pujaan mereka. 

Contohnya dengan mempolitisasi simbol-simbol keagamaan, mencampuradukkan emosi masyarakat. Semua diatas menjadi bukti bahwa negara dan masyarakat sedang sakit dan harus disembuhkan dengan cepat dan tepat, agar tidak muncul riak konflik horisontal yang merugikan Indonesia sendiri. Gerakan Moderasi perlu digagaskan dan diaplikasikan kembali dalam tataran masyarakat dari bawah sampai elit. Moderasi yang mendewasakan dan menyadarkan kewarasan berpikir, agar kemajuan dan perubahan positif bisa diraih bersama.

Secara bahasa moderasi adalah pengurangan kekerasan dan penghindaran keekstreman. Ada dua tema besar yang dibahas dalam sebuah kata moderasi, ia berupaya untuk mengurangi tindakan anarkisme yang destruktif dan sebuah usaha untuk meminimalisir kecondongan kanan maupun kiri. Memang tidak mudah, mengkonsepsikan secara tuntas sebuah ajaran agama terlebih untuk mentengahkan segala unsur yang membangunnya.

Berkaca Dari Teks Keagamaan Menuju Ruang Dialog

Jikalau kita merujuk Al-Quran melalui ayatnya, kata wasath bertransformasi menjadi memiliki arti tengah. Sebut saja dalam Q. S Al Isra ayat 29 dan  ayat 100. Dari ulasan Rasyid Ridha, kita bisa tarik benang merah bahwa untuk menyelesaikan sebuah polemik, kita dituntut untuk menjadi penengah. Oleh karena itu kita memahami bahwa kata wasath memiliki arti Yang Terbaik, adil dan tengah.

Moderasi mensyaratkan memiliki beberapa unsur penerapannya, yaitu adanya dialog terbuka dari pemilik kepentingan,  adanya Patronase dari segala aspek, dan adanya tuntutan ajaran keagaman yang kritis akan moderasi itu sendiri. Setelah memahami unsur penopangnya, tentu kita menyadari akan konsekuensi yang beraneka ragam sebagai akibat memposisikan diri sebagai pionir bermoderasi.

Pertama, membuka ruang dialog dari para pionir menjadi prasyarat utama. Pemahaman dalam posisi pertengahan, membawa konsekuensi agar tidak ikut hanyut oleh berbagai kepentingan politik praktis. Moderasi mensyaratkan untuk selalu bisa diterima dalam masyarakat arus bawah. Moderasi menjadikan suatu kelompok untuk selalu bersinergi nilai rohani dan jasmani, spiritual dan material dalam segala tindak tanduk kehidupan. 

Sebuah gerakan moderasi mensyaratkan pula untuk tetap terbuka akan semua aspek masyarakat, agama, budaya dan peradaban. Jika sebuah komunitas menutup diri dan terisolasi dari lingkungan bagaimana mereka bisa menjadi pionir untuk menjadi adil.

Kedua, adanya patronase dari segala aspek. Mereka yang beritikad bermoderasi bisa diakses oleh kelompok mana saja dalam sisi yang berbeda. Pada saat itu pula ia menjadi pengemban amanah kebaikan bagi semua lapisan masyarakat. Posisi moderasi dapat menyaksikan kelompok mana pun dan dimana pun ia berada.

Ketiga, adanya tuntutan ajaran keagaman yang kritis akan moderasi itu sendiri. Ajaran yang moderat terbuka atas kritik yang membangun. Kelompok moderat bercirikan pertengahan dalam aspek ketuhann, materi maupun dalam kehidupan itu sendiri. Individu bermoderasi tentu menerima dan menghargai pandangan dan kepercayaan yang beragam sebagai fitrah, enggan memaksakan kehendaknya kepada individu lain.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun