Di Indonesia, gerakan kesetaraan gender dalam ranah politik dapat terlihat jelas pada peraturan KPU yang mensyaratkan setiap partai harus memenuhi syarat keterwakilan perempuan di setiap daerah pemilihan dalampendaftaran calon anggota legislatif sebanyak 30%. Sedangkan partai politik yang tidak memenuhi standar tersebut dipastikan tidak bisa ikut bertarung didaerah pemilihan tersebut.
Dalam perkembangan peradaban manusia yang semakinmodern sebuah hukum fundamental di negara-negara internasional yang menganut paham sekuler menempatkan perempuan dalam posisi sejajar dalam hak dan kewajibannya dengan kaum laki-laki di berbagai bidang atau sisi kehidupan.
Dibidang politik, perempuan di negara-negara non-Islam memiliki "identitas" yangjelas dan berhak untuk berpartisipasi dalam dinamika kehidupan bermasyarakat dan bernegara tanpa aling-aling bani Adam.
Kasta perempuan yang tak berhak tersebut oleh kalangan internasional sering menjustifikasinya sebagai upaya yang "memarjinalkan hak perempuan" yang seyogyanya berdiri sejajar dengan kaum laki-laki karena memiliki hak yang sama sebagai warga negara dan makhluk ciptaan tuhan.
Pada dasarnya walau bagaimanapun pria dan wanita adalah dua organisme sejenis tapi berbeda secara esensialnya. Pada diri masing-masing sel tubuhnya mengandung tipologi jenis kelamin, berlaku pada organ-organ tubuhnya, serta sistem syarafnya.
Sebagaimana dalam hukum ilmu perbintangan, hukum psikologi juga tidak bisa dikompromikan, artinya bisa dikatakan tidak mungkin menempatkan hasrat manusia pada posisinya tanpa melihat esensi masing-masing sehingga mau tidak mau manusia harus menerima apa adanya apa yang ada pada diri mereka.
Mereka harus mengembangkan kapabilitas mereka sesuai dengan tabiatnya dan tidak harus mengekor pada pria. Perlu di ingat, dengan tetap menjaga esensinya sebagai wanita, mereka akan memiliki peran yang jauh lebih penting dan lebih luhur dalam hal kapabilitas membangun peradaban dari pada pria sehingga tentu wanita tak harus meninggalkan fungsi-fungsi definitif sebagaimana yang telah ditetapkan pada mereka.
Berbicara mengenai hak, sesungguhnya Quran telah menjamin kesetaraan hak bagi keduanya, pria dan wanita. Hanya saja kesetaraan tersebut terkonsep dimana pada waktu yang sama pria dan wanita mempunyai kewajiban yang berlainan sesuai dengan fungsi khas masing-masing, kredibilitas, kapabiltas dan formasi beban mereka.
Gejolak adanya tuntutan kesetaraan dan persamaan gender sesungguhnya sudah ada semenjak masa nabi SAW. Pada sebuah riwayatdiceritakan bahwasanya Ummu Salamah, salah satu istri Rosulullah pernah berujar,"Seandainya Allah mewajibkan jihad kepada kita sebagaimana yang dia wajibkankepada kaum pria, sehingga kita pun memiliki pahala yang sama dengan mereka(kaum pria)".
Maka Allah SWT pun langsung menjawab bahwa perempaun danlaki-laki memiliki garis haluan masing-masing maka tidak seharusnya perempuaniri terhadap kaum laki-laki karena masing-masing akan mendapatkan suatuganjaran yang sama dalam kewajiban dan tanggungjawab yang berbeda.
Begitulah Islam memagari diri umatnya dari pemikiran destruktif yang senantiasa iri terhadap kewenangan yang tidak seharusnya menjadi miliknya, menuntut adanya persamaan gender, berfikir ke arahnya,bersibuk diri dengan pemikiran tersebut hingga sampai menggumpal angan-angan sehingga bisa berimbas pada pembangkangan terhadap fungsi wanita, merusaktujuan fitrah, menentang kehendak Allah sebagai sang pencipta.