Mohon tunggu...
Haris Fauzi
Haris Fauzi Mohon Tunggu... Wiraswasta - Pembelajar

Penyuka Kajian Keislaman dan Humaniora || Penikmat anime One Piece.

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Hijrah Kemandirian, Bagaimana?

16 Juli 2017   05:53 Diperbarui: 16 Juli 2017   07:00 582
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Sebagai bangsa, masyarakat Indonesia terlambat menyadari pentingnya kemandirian. Negeri yang sebenarnya kaya sumberdaya alam ini kini terjebak hutang akibat seringnya  bergantung pada dunia luar. Itulah yang membuat bangsa ini mengalami berbagai kesulitan.

Kedua, mau terus belajar. Sebagai seorang manusia biasa, nabi tidak pernah berhenti belajar. Ia membaca lingkungan masyarakatnya yang menyembah patung, padahal patung itu tak mampu berbuat apapun walaupun untuk dirinya sendiri. Di Gua Hira, ia banyak merenungkan fenomena masyarakatnya untuk menemukan kebenaran. Kemauannya untuk terus belajar menyelamatkannya dari kejumudan dan kebodohan. Ia menjadi agent of change masyarakat Arab waktu itu. Pentingnya belajar inilah yang kemudian dirumuskan oleh Imam Syafi'i dalam sebuah syair waman lam yazuq zulla at-ta'allumi s'atan, tajarra' zulla al-jahli thla haytihi (Barang siapa tidak mau merasakan pahitnya belajar dalam sejenak, ia akan terjerembab dalam getirnya kebodohan sepanjang hayatnya). Kebodohan sudah terbukti dalam sejarah umat manusia hanya akan membuat hidup menjadi gelap dan akan membuat kehidupan semakin sulit.

Ketiga, mau kerja keras. Nabi muhammad bukanlah manusia pemalas. Hari-harinya dilalui dengan penuh kesibukan; mengurus keluarga, bisnis, ibadah, dan umat. Semua aktivitas itu dilakukannya dengan ihlas. Beliau juga luas pergaulannya. Walaupun 13 tahun hidup di Makkah penuh dengan tekanan, tetapi prestasinya selama di Makkah terkenal di segala penjuru Arab waktu itu. Berkat perkenalannya yang luas itu, nabi mendapat peluang untuk berhijrah ke Madinah. Masyarakat Madinah dengan senang hati memberi tawaran bahwa mereka siap berjuang menemani baginda nabi. Di Madinah inilah kesuksesan nabi semakin tampak.

 Madinah kota yang subur dengan tanaman buah dan sayur itu mempermudah perjuangan nabi. Ini berbeda dengan kota Makkah yang saat itu gersang dan bebatuan. Tepatlah dengan nama Makkah (Bakkah) yang berarti air mata. Dalam sejarah Makkah, orang yang mendatangi kota itu kebanyakan menangis karena ke sana ke mari hanya menjumpai batu cadas dan gunung keras. Oleh karena itu, perpindahan Muhammad ke Madinah adalah dalam rangka menemukan dunia baru untuk mengukir kesuksesan yang lebih baik.

Keempat,mau menghargai waktu. Waktu sangat penting bagi hidup manusia. Manusia tidak boleh lengah dimakan waktu. Al-waqtu ka as-sayfi, begitu kata pepatah yang berarti waktu itu bagaikan pedang. Fain lam taqtha'ha qatha'aka (jika kamu tidak memotongnya, ia akan memotong kamu). Banyak orang sukses dalam hidupnya, waktunya juga sama dengan kita, yakni 24 jam sehari, tidak kurang dan tidak lebih. Tetapi mengapa ada orang sukses pada umurnya  yang masih muda, sementara ada orang yang penuh penyesalan pada umurnya yang terlanjur lanjut. Nabi Muhammad bisa mengukir sejarah karena pandai mengelola waktu. Waktunya ditata serapi mungkin untuk ibadah, perang, kemasyarakatan, dan berusaha.

Kelima, mau terus maju. Nabi selalu berpikir jauh ke depan. Ia tidak pernah nglokroapalagi putus asa. Pikirannya penuh cita-cita besar. Ia bukan pribadi yang berjiwa kerdil. Ia selalu menginginkan umatnya menjadi umat terbaik di bumi. Oleh karena itu, berbagai ajaran untuk selalu menatap masa depan dengan optimis banyak kita jumpai dalam ajaran Islam. Ayat-ayat Alquran seperti Yusuf: 87, al-Hijr: 56, dan al-Ankabut: 23 jelas mengecam putus asa bahkan menganggapnya sebagai perilaku orang tidak bertuhan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun