Mohon tunggu...
Haris Fifta Putra
Haris Fifta Putra Mohon Tunggu... Lainnya - Kabupaten Mojokerto

Haris Fifta Putra

Selanjutnya

Tutup

Politik

Gebrakan Indonesia untuk Ciptakan Perdamaian di Kawasan Laut Cina Selatan

2 Juni 2024   20:55 Diperbarui: 2 Juni 2024   21:02 145
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Peta Laut Cina Selatan ( Sumber : hukumonline.com )

"  The structure of world peace cannot be the work of one man, or one party, or one nation. It must be a peace which rests on the cooperative effort of the whole world "    

 ( Franklin D. Roosevelt, Presiden Amerika Serikat ke-32 )

      Kutipan terkenal dari Presiden AS, Franklin D. Roosevelt, terkait strategi menciptakan perdamaian dunia melalui sikap kooperatif antarbangsa tersebut harus direnungkan kembali oleh negara -- negara kawasan Laut Cina Selatan (LCS). Hal ini mengacu pada kondisi terkini di perairan LCS yang cukup mengkhawatirkan akibat naiknya tensi ketegangan antarnegara yang saling klaim terhadap jalur pelayaran strategis tersebut. Konflik di perairan seluas 3,5 juta km2 ini sebenarnya telah berlangsung selama bertahun - tahun, namun hingga saat ini belum menemui titik terang bagi negara yang terlibat.

Awal mula terjadinya konflik di kawasan LCS adalah akibat adanya sikap saling klaim terhadap wilayah perairan tersebut oleh negara -- negara sekitarnya. Setidaknya, konflik berkepanjangan ini melibatkan Cina, Taiwan, Malaysia, Vietnam, Filipina, dan Brunei Darussalam. Sebenarnya ada beberapa alasan yang mendasari perebutan kawasan LCS. Pertama, posisinya yang strategis sebagai jalur pelayaran penghubung Asia Timur dengan Eropa dan Timur Tengah yang memiliki nilai ekonomi perdagangan sangat fantastis sebesar USD 3,37 triliun per tahunnya (Global Conflict Tracker, 2016). Kedua, adanya kandungan cadangan minyak yang diperkirakan mencapai 213 miliar barel dan gas alam sebanyak 900 triliun kaki kubik (Nainggolan, 2013). Ketiga, keanekaragaman ikan yang jumlahnya setara dengan 10 persen dari total populasi ikan di dunia (Citradi, 2020).

      Andaikan ketegangan di Laut Cina Selatan terus meningkat hingga terjadi peperangan antarnegara sekitar kawasan, Indonesia sebagai negara yang tidak terlibat konflik secara langsung bahkan akan ikut pula menanggung dampak negatifnya. Selain menimbulkan ancaman bagi kedaulatan Indonesia, konflik di kawasan LCS juga dapat membawa kerugian di sektor ekonomi. Sebagai gambaran, Badan Pusat Statistik (2024) melaporkan bahwa nilai ekspor Indonesia pada tahun 2023 mencapai USD 258,81 miliar.  Sebagian besar ekspor Indonesia tersebut ditujukan ke Cina, Amerika Serikat, dan India. Bahkan, persentase ekspor ke Cina mencapai 25% dari total ekspor. Begitu halnya dengan aktivitas impor Indonesia sepanjang tahun 2023 yang mencatatkan angka sebesar USD 221,87 miliar yang mana sebagian besarnya berasal dari Cina hingga mencapai 28% dari total impor. Tentu saja, fakta ini menunjukkan bahwa adanya konflik di LCS yang merupakan jalur pelayaran ekspor impor akan memberikan dampak kerugian ekonomi yang sangat besar bagi Indonesia.

Ketegangan di kawasan LCS ini harus segera diredam agar tidak menyebabkan terjadinya perang bersenjata di antara negara -- negara yang terlibat konflik. Salah satu upaya yang telah dilakukan untuk meredam konflik LCS selama ini berupa perumusan tata cara berperilaku atau yang dikenal dengan Code of Conduct (COC). Pedoman ini dibentuk atas kesepakatan ASEAN dan Cina yang memiliki prinsip penyelesaian konflik secara damai melalui dialog dan konsultasi, serta menghormati kebebasan berlayar dan terbang di atas wilayah LCS. Namun, pada kenyataannya konflik LCS masih saja berlangsung dengan semakin agresifnya Cina dalam meningkatkan aktivitasnya di kawasan tersebut berupa pembangunan pulau reklamasi dan mobilitas militernya. Oleh karena itu, upaya penyelesaian konflik ini dapat dikembangkan yang salah satunya melalui keterlibatan Indonesia sebagai negara netral di kawasan LCS.

Ilustrasi Armada Perang Angkatan Laut (Sumber : kompas.com)
Ilustrasi Armada Perang Angkatan Laut (Sumber : kompas.com)

Langkah Brilian Indonesia dalam Menyelesaikan Konflik di Laut Cina Selatan

Kehadiran Indonesia di tengah pusaran konflik kawasan LCS sangat diperlukan dalam menengahi adu gengsi antarnegara sekitar kawasan yang terlibat sengketa. Hal tersebut dikarenakan posisi Indonesia yang netral dan tidak berpihak ke negara manapun. Dalam hal ini, Indonesia harus memainkan politik luar negerinya yang cenderung bebas dan aktif. Pertama, Indonesia perlu menginisiasi diplomasi melalui perundingan pada forum internasional dimana negara -- negara yang terlibat konflik di kawasan LCS berdiri di satu forum yang sama. Beberapa forum yang di dalamnya terdapat keanggotaan Indonesia, Cina, Vietnam, Malaysia, Brunei, dan Filipina adalah ASEAN-Cina Summit, ASEAN Plus Three, (APT), East Asia Summit (EAS), dan United Nations (PBB).

Indonesia di forum internasional tersebut dapat mencetuskan rapat pembahasan mengenai solusi penyelesaian konflik berkepanjangan di LCS. Posisi Indonesia yang netral di forum kerjasama tersebut akan membuatnya lebih mendapatkan perhatian dibandingkan negara -- negara yang berkonflik. Sehingga, Indonesia dapat lebih leluasa dalam menginisiasi sebuah kebijakan yang berguna dalam penyelesaian konflik di kawasan LCS. Kebijakan yang diinisiasi Indonesia dapat berupa perumusan ulang terkait peraturan dan batas -- batas Laut Cina Selatan yang telah termaktub dalam UNCLOS 1982.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun