Mohon tunggu...
Hari Satiman
Hari Satiman Mohon Tunggu... -

lelaki biasa, suka ternak teri (anter anak anter istri).

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Betapa Lelahnya Seorang Guru

30 Agustus 2014   00:59 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:08 132
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

ANAK saya dua, cewek semua. Satu Kelas 4 SD dan kakaknya, Kelas 7 (SMP). Kalau yang SD belum kelihatan sibuknya, tapi kakaknya, setiap hari online di rumah.  "Beberapa mata pelajaran belum ada bukunya yah, jadi kata Pak Guru, harus cari di internet," kilahnya. Ya, saya harus cek, karena sang kakak ini hobi sekali membaca komik secara online.

Sudah hampir setahun lebih, tapi Kurikulum 2013, yang konon katanya top markotop, lha kok sarana pendukungnya saja nggak siap sama sekali. Namanya, kebijakan top markotop, semestinya sudah ready, siap ketika hendak diberlakukan. Lha ini saja, buku nggak siap.

Saya terus bertanya, jangan-jangan, guru-gurunya juga nggak siap. Bicara soal nggak siap gurunya, terus, mau jadi apa masa depan bangsa ini, 10, atau 20 tahun mendatang. Kenapa bikin kurikulum saja yang ruwet, susah diaplikasikan di lapangan, kenapa nggak simpel-simpel saja to Pak Penjabat?

Kini sudah jalan dua bulan. Saya melihat banyak guru yang kelimpungan. Apalagi di Surabaya dan Sidoarjo, belum ada keseragaman jam pulang sekolah. Di sejumlah sekolah di Surabaya, ada yang memberlakukan 5 hari sekolah, sabtu libur. Ya, tentu saja, siswa pulangnya lebih sore dari biasa. Maklum, ada tambahan jam sejak kebijakan kurikulum yang top markotop itu.

Bayangkan saja, betapa lelahnya anak-anak itu, menghabiskan waktu di sekolah, sehingga tidak dapat melakukan interaksi sosial dengan orang lain di lingkungan rumahnya, atau tempat lain. Beruntunglah yang lima hari sekolah, karena dapat berkumpul bersama dengan keluarga selama dua hari. Lha, yang 6 hari sekolah, menurut saya, setiap hari 'tertekan' dengan 'kewajiban' belajar.

Dan, sebetulnya, jauh lebih penting dan menggelisahkan, adalah betapa lelahnya seorang guru dengan Kurikulum 2013 ini. Saya kutipkan dari digidu : di Finlandia, setiap guru hanya menghabiskan waktu 4 jam sehari di kelas dan punya waktu 2 jam per minggu yang didedikasikan untuk ‘professional development’.

Tapi di Indonesia, para guru di Indonesia yang bisa mengajar mulai jam 7 pagi sampai jam 3 sore nonstop. Imagine how tired they are. Belum lagi sampai di rumah, harus merekap pekerjaan siswa, karena sistem penilaian siswa di kurikulum yang baru, lebih njelimet dari kurikulum sebelumnya.

Kelelahan seorang guru ini, tidak berbanding lurus dengan honornya. Bahkan, menurut saya, honor guru adalah honor yang paling tidak manusiawi. Coba tanyakan kepada para guru, mereka diberi bayaran, dengan nilai jumlah jam pelajaran. Misalnya, mengajar 24 jam seminggu, satu jamnya Rp 20.000. Tidak manusiawinya,  nilai satu minggu itu dibayar untuk satu bulan.

Padahal, kalau disebut mengajar 24 jam seminggu, yang semestinya seorang guru mendapatkan honor Rp 480.000, dan dalam sebulang (dikalikan) 4 minggu = Rp 1.920.000. Praktiknya, jauh seperti ini. Honor saja di bawah UMR kabupaten/kota. Apalagi, kalau Anda tanya, betapa kecilnya honor guru tidak tetap di sebuah sekolah, terutama sekolah-sekolah swasta.

Jadi, sudah beban pekerjaan yang berat dan lama di sekolah, guru masih harus mengerjakan pekerjaan administratif siswa, tapi, penghargaan yang diberikan kepada mereka, jauh dari kepantasan dan kelayakan. So, jangan berharap, sumber daya manusia Indonesia bisa unggul dari negara lain, jika sektor satu ini tidak pernah mendapatkan penghargaan yang semestinya.

Salam untuk para guru. (*)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun