Tim Pengabdian Kepada Masyarakat (PKM) dari Program Studi Ilmu Komunikasi, Fakultas Komunikasi dan Bisnis  (FKB), Telkom University gelar kegiatan PKM bertajuk Sosialisasi Komunikasi Digital mengenai Keamanan dan Kebebasan Digital: Pencegahan Dampak Negatif Roleplay pada Generasi Alpha di SMP Telkom Bandung. Acara yang dihadiri 24 siswa dan para guru. Kegiatan ini digelar sebagai bentuk kepedulian tim PKM terhadap adanya dampak kurang baik dari teknologi yang banyak dirasakan oleh generasi muda saat ini terutama generasi alpha.
Dampak teknologi yang paling terasa yaitu penggunaan smartphone dan media sosial saat ini. Akses yang mudah dan terbuka menjadi boomerang bagi masyarakat di era saat ini. Terlebih generasi alpha yang begitu muda hingga belum memiliki kemampuan cukup khususnya dibidang literasi digital. Segala informais yang diterima, diserap secara mentah dan akhirnya menyebabkan begitu banyak dampak mengerikan terutama pada generasi muda.
Salah satu yang terasa yaitu adanya fenomena roleplay yang banyak muncul di media sosial hingga menyebabkan maraknya kasus Kekerasan Berbasis Gender Online (KBGO). Menurut Perlindungan Perempuan dan Anak (PPA) pada 1 Januari hingga 9 Desember 2021 terdapat 7.693 kasus kekerasan dalam rumah tangga (KDRT), sedangkan terdapat 10.832 kasus kekerasan seksual terhadap anak. Banyaknya kasus roleplay pada anak di bawah umur yang dapat mendorong terjadinya KBGO yang merupakan tindakan kekerasan yang difasilitasi oleh teknologi. Salah satu tindakan yang menunjukkan KBGO adalah penyalahgunaan data pribadi.
Roleplay sendiri merupakan sebuah kegiatan yang berpura - pura menjadi karakter tertentu, dan berperilaku serta beraksi seperti karakter tersebut. Dr. Lahargo Kembaren, SpKj, seorang Dokter Spesialis Jiwa di Indonesia, menyoroti aspek ketergantungan atau adiksi yang dapat timbul dari aktivitas tersebut. Dr. Kembaren menekankan bahwa permainan roleplay bukan hanya sekadar hiburan, tetapi dapat menjadi sumber gangguan kejiwaan. Selain itu, pakar parenting di Indonesia, Haniva Hasnah, menekankan bahwa orang tua memiliki peran dalam membimbing anak-anak ketika terkena dampak negatif dari permainan roleplay. Haniva Hasnah menyebutkan bahwa masalah seperti kesepian, kata-kata negatif dari orang tua, dan kurangnya apresiasi dapat menjadi pemicu anak terjerumus ke dalam permainan roleplay yang sebelumnya hanya dianggap sebagai kebutuhan belaka.
Dampak nyata dari fenomena roleplay ini yaitu anak-anak mungkin tergoda untuk memerankan lebih dari satu peran, yang kemudian dapat dianggap sebagai perilaku yang lebih menyimpang. Hal ini terjadi karena mereka kehilangan keseimbangan antara dunia maya dan dunia nyata. Tanpa bimbingan yang tepat, anak-anak ini mungkin lupa bahwa masih ada dunia nyata di sekitar mereka. Akibatnya, mereka dapat kehilangan jati diri dan identitas mereka dalam usaha untuk memenuhi peran-peran yang mungkin lebih kompleks dan seringkali tidak sesuai dengan nilai-nilai dan norma-norma sosial yang seharusnya mereka anut.
Melihat fenomena tersebut, maka kegiatan PKM ini menjadi penting dimana pendekatan komprehensif sangat diperlukan dengan melibatkan berbagai aspek dan tentunya pemangku kepentingan. Meski pendidikan formal sudah mulai menyadari fenomena ini namun workshop dan seminar rutin yang melibatkan pakar di bidang teknologi, psikologi, dan media sosial juga masih diperlukan sebagai penunjang dan sekaligus solusi dalam permasalahan yang tengah nyata dihadapi kini. Kegiatan yang melibatkan Dosen Komunikasi Digital yaitu Oki Achmad Ismail, S.Sos., M.Si dan Haris Annisari Indah NR, S.I.Kom.,M.I.Kom serta mahasisa- mahasiswa Prodi Ilmu Komunikasi  Telkom University tentu menjadi salah satu bentuk manifestasi dalam memberikan dukungan terkait pengentasan masalah yang melanda generasi alpha saat ini.
Digelar di Ruang Kelas SMP Telkom Bandung pada Senin, 12 Februari 2024 pukul 13.00-15.00 WIB, program yang dirancang untuk membangun kepercayaan diri dan identitas yang kuat dapat mengurangi kebutuhan mereka untuk "menjadi orang lain" melalui roleplay. Pembelajaran sosial-emosional perlu diintegrasikan ke dalam kurikulum sekolah untuk membekali siswa dengan keterampilan yang diperlukan dalam menghadapi tantangan dunia digital.
Implementasi solusi-solusi ini memerlukan kerja sama yang erat antara berbagai pihak, termasuk sekolah, pemerintah, organisasi masyarakat sipil, dan sektor swasta. Dengan pendekatan yang holistik dan berkelanjutan, kita dapat menciptakan lingkungan digital yang lebih aman dan positif bagi generasi muda, di mana mereka dapat mengekspresikan diri dan berkembang tanpa terjebak dalam dampak negatif roleplay. Harapan ke depan, kegiatan serupa dapat dilakukan pula di sekolah-sekolah lain juga sehingga makin banyak yang menyadari betapa pentingnya fenomena ini untuk dituntaskan dan dicarikan solusi agar tidak menjadi permasalahan KBGO yang semakin meluas.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H