Ekosistem merupakan hubungan timbal balik yang tidak dapat terpisahkan antara makhluk hidup dengan lingkungannya. Secara komponen sendiri, ekosistem tercipta dari komponen biotik dan abiotik. Salah satu contoh ekosistem yang kita kenal adalah ekosistem perairan. Ekosistem ini meliputi ekosistem perairan tawar dan asin. Masing-masing memiliki keunikan pada komponen abiotik maupun biotikya, seperti beberapa ikan hidup di perairan tawar, beberapa yang lain di perairan asin. Namun, ada satu komponen biotik yang tergabung dalam ekosistem perairan, namun jarang sekali mendapatkan perhatian. Komponen biotik itu merupakan bentos, organisme yang hidup dan berkembang didasar perairan.
Apa itu bentos?
Bentos merupakan organisme yang hidup dipermukaan atau didalam sedimen dasar suatu badan air. Organisme ini sangat kecil yang hidup di perairan dan sangat sensitif terhadap perubahan lingkungan. Bentos sendiri dibagi menjadi beberapa kategori, yaknik makrobentos; berukuran lebih dari 1 mm atau dapat terlihat dengan jelas, mesobentos; berukuran 0,1 -- 1 mm dan memiliki persebaran yang luas, dan mikorbentos; berukuran lebih kecil dari 0,1 mm.
Keberadaan bentos
Menurut Rafi'i dan Maulana (2018), bentos merupakan organisme yang sensitif, Dimana keberadaannya dipengaruhi oleh beberapa faktor lingkungan. Faktor-faktor yang mempengaruhinya diantara lain: penetrasi Cahaya, suhu, pH, oksigen terlarut atau DO. Serta beberapa faktor lain yang mempengaruhi keberadaan bentos seperti arus air dan substrat tempat bentos hidup.
Dikutip dari Novembrianto (2022), faktor-faktor yang mempengaruhi keberadaan bentos saling terikat satu sama lain. Dimulai dari penetrasi cahaya, atau intensitas cahaya; kuat cahaya yang dikeluarkan oleh sebuah sumber cahaya ke arah tertentu. Dalam konteks ini, intensitas cahaya adalah banyaknya cahaya yang diterima perairan yang ditempati oleh bentos. Intensitas cahaya sangat memengaruhi keberadaan bentos di ekosistem akuatik karena fitoplankton yang fotosintesisnya sangat bergantung pada intensitas cahaya.
Dikutip dari Bonacina, dkk (2023), hadirnya cahaya yang menyinari perairan, akan membuat suhu perairan meningkat. Suhu yang meningkat mempengaruhi kesuksesan pemijahan dan rekrutmen larva yang berdampak langsung pada kebugaran spesies tersebut. Suhu juga dapat mempengaruhi kekayaan komunitas, komposisi taksonomi, dan distribusi makroinvertebrata. Berdasarkan Prahmawaty, dkk (2018), kenaikan suhu juga dapat menyebabkan penurunan konsentrasi oksigen terlarut yang dapat berpengaruh pada bentos, umumnya beberapa organisme makrobentos mampu toleran terhadap suhu yang hangat.
Bentos sebagai indikator pencemaran
Bentos adalah makhluk yang memiliki toleransi sensitif pada factor biotik dan abiotik dalam lingkungan. Sifat sensitif inilah yang membuat bentos dapat dijadikan sebagai indicator perairan. Umumnya, makroinvertebrata yang digunakan sebagai indikator.
Tiap jenis bentos memiliki tingkat sensitivitas yang berbeda. Beberapa jenis bentos dapat hidup pada perairan yang tercemar, beberapa tidak. Contohnya seperti famili Gerridae. Spesies ini tidak mampu hidup pada perairan tercemar. Sebaliknya, spesies seperti Chironomidae dapat hidup di perairan tercemar. Organisme ini memiliki tingkat toleransi yang tinggi, sehingga dapat tinggal di perairan yang tercemar. Bahkan larva Chironomidae dapat hidup tanpa oksigen selama 280 hari (Kesuma, et al., 2022).
Dikutip dari Zulhariadi, dkk (2017), keanekaragaman dan kemerataan bentos juga menjadi indikator dalam menentukan tercemar atau tidaknya suatu perairan. Keanekaragaman sendiri menunjukkan nilai diversitas suatu organisme pada suatu lingkungan. Biasanya menggunakan indeks Shannon -- Wiener, Dimana apabila menunjukkan nilai indeks kurang dari satu, menunjukkan tingkat diversitas yang rendah. Sedangkan tiga menunjukkan tingkat diversitas yang tinggi. Sedangkan untuk kemerataan sendiri, dikutip dari Pratami, dkk (2018) menunjukkan sejauh mana biodiversitas dalam suatu komunitas.