Mohon tunggu...
Haris Boritnaban
Haris Boritnaban Mohon Tunggu... Penulis - Pelayan

Penulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Ketika Uang Menjadi Tuhan: Refleksi Teologis terhadap Eksistensi Manusia dalam Konteks Masa yang Sukar

7 Juni 2024   20:58 Diperbarui: 7 Juni 2024   20:58 112
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Humaniora. Sumber ilustrasi: PEXELS/San Fermin Pamplona

Dalam 2 Timotius 3:1 ditemukan frasa "masa yang sukar." Saya mendengar khotbah-khotbah yang berseliweran di YouTube mengasumsikan "masa yang sukar" adalah masa yang sulit karena persoalan ekonomi. 

Hal ini biasanya dihubungkan dengan persoalan sistem di suatu negara yang bermasalah.

Di sisi lain, para pengkhotbah tersebut sering mengasumsikan masa yang sukar sebagai salah satu "tanda" menjelang kedatangan Yesus pada kali yang kedua. 

Nah, bagi saya, masa yang sukar menurut teks diatas sedang bicara tentang dua hal penting. Terlepas dari bagaimana para pengkhotbah menafsirkan teks tersebut.

Pertanyaan penting yang mesti dijawab adalah mengapa terjadi masa yang sukar? Saya menemukan dua hal penting mengapa terjadi masa yang sukar.

Pertama, masa yang sukar terjadi karena manusia mencintai dirinya sendiri (ayat 2). 

Keadaan sukar yang terjadi ternyata penyebabnya manusia sudah tidak lagi mempedulikan orang lain, alias egois. 

Manusia hanya hidup untuk dirinya sendiri. Manusia yang hidup bagi sendiri biasanya melihat diri sebagai obyek yang mesti dipuaskan. 

Hanya dirinya, tidak perlu dengan orang lain. Bayangkan, dimana pada umumnya manusia hidup berpusat pada diri sendiri? 

Sebagai contoh seorang guru di sekolah tidak menjalankan tugas selama berbulan-bulan, namun tetap menuntut mendapatkan haknya. 

Prinsipnya, yang penting tiap bulan terima gaji. Nah, kondisi ini tentu menguntungkan bagi sang guru, namun tidak bagi para siswa. 

Mereka benar-benar sangat dirugikan. Prestasi mereka tentu jelek. Dan, "minus pengetahuan."

Disisi lain, kasus penelantaran anak terjadi di berbagai tempat. Persoalannya karena orang tua hanya memikirkan dirinya sendiri. 

Kasus pembunuhan terjadi dimana-mana karena keegoisan manusia. Dan, Anda dapat menambahkan daftarnya. 

Semua ini terjadi karena manusia mencintai diri sendiri. Hidup hanya berpusat bagi diri sendiri.

Kedua, manusia menjadi hamba uang (ayat 2). Hamba uang sesungguhnya berarti di-pertuan oleh uang. Atau dengan kata lain, hidup dikendalikan oleh uang.

Jadi, problemnya bukan tidak memerlukan uang, tetapi apa yang mengendalikan Anda? Apakah Anda yang mengendalikan uang? Atau, uang yang mengendalikan Anda?

Dalam 1 Timotius 6:10 tertulis, "akar segala kejahatan ialah cinta uang." Jadi, persoalannya pada cinta uangnya, bukan pada uangnya. 

Bukankah roda kehidupan ini tidak bisa berjalan dengan baik tanpa uang? Nah, maka, benarlah pernyataan "segalanya butuh uang, tetapi uang bukan segala-galanya."

Sekarang, kembali ke inti pembahasan kita. Masa yang sukar terjadi karena manusia menjadi hamba uang atau mencintai uang. 

Praktek korupsi terjadi secara nasional akar masalahnya karena manusia dikendalikan atau diperhamba oleh uang. 

Praktek prostitusi terjadi hampir disegala tempat karena uang. Baru-baru ini di beberapa saluran TV termuat kasus penculikan anak. 

Penyebab dari kasus ini karena si pelaku dibayar dengan sejumlah uang besar. Dan, masih banyak lagi kasus yang lain yang dimotori oleh uang. 

Bahkan, Yesus sendiri pernah memperingati pendengar khotbah-Nya di bukit bahwa pilihlah mengabdi kepada Allah atau uang (Matius 6:24). 

Dengan kata lain, uang memiliki kuasa. "Uang bisa menjadi pesaingnya Allah." Maksudnya uang dan Allah memiliki kuasa untuk mengendalikan manusia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun