Memadukan Adab dan Ilmu dalam Retorika Dakwah
Dakwah dan retorika sebagai ilmu harus dikembangkan berdasarkan ilmu pengetahuan tanpa dipengaruhi oleh nilai-nilai luar, termasuk adab. Namun, dalam praktiknya, ilmu dakwah dan retorika tidak bisa sepenuhnya bebas nilai karena tetap harus mempertimbangkan kebenaran dan dampaknya, yang terikat oleh adab yang bersumber dari ajaran agama dan budaya.
Adab dan ilmu dalam retorika dakwah harus dipadukan karena ilmu tidak hanya untuk ilmu semata, tetapi untuk kebaikan dan kemudahan hidup manusia. Oleh karena itu, penting untuk mengintegrasikan adab dalam ilmu, sehingga retorika dakwah bukan hanya tentang metode yang efektif dan efisien, tetapi juga tentang kesopanan, keramahan, dan budi pekerti.
Retorika berkembang dari budaya dan seni bertutur menjadi pengetahuan yang diakui sebagai ilmu, dan pada titik tertinggi inilah retorika perlu diikat oleh adab. Demikian pula, dakwah yang berawal dari ajaran agama dan menjadi ilmu yang harus diiringi dengan adab, yang mencakup kesopanan, keramahan, dan budi pekerti seorang dai.
Memadukan adab dan ilmu dalam retorika dakwah menghindarkan komodifikasi dakwah, yang menjadikan dakwah sebagai barang dagangan. Dai yang berilmu dan beradab menolak komodifikasi dakwah, meskipun mereka boleh mendakwahkan bisnis seperti yang dilakukan Nabi dan para sahabat. Dai harus menghidupkan dakwah tanpa menggantungkan hidup dari dakwah.
Profesionalisme dalam dakwah bukanlah tentang ketenaran atau komersialisasi, tetapi tentang memiliki adab dan ilmu dalam berdakwah. Dai profesional adalah yang menghayati sepenuh hati apa yang dikatakannya dan mengamalkannya berdasarkan adab dan ilmu, tanpa harus tergantung pada dakwah sebagai satu-satunya mata pencaharian.
Oleh: Syamsul Yakin, Dosen Retorika Dakwah UIN Syarif Hidayatullah Jakarta
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H