Menurut Yuvah Noah Harari dalam Lessons for the 21st Century, perubahan adalah sesuatu yang konstan. Pernyataan Harari ini menyiratkan pesan bahwa segala sesuatu pasti akan mengalami perubahan, sehingga semuanya dituntut adanya sebuah penyesuaian. Tanpa penyesuaian dengan yang baru, jelas akan mengalami sedikit atau banyak ketidaksesuaian.
Suatu hari beberapa anak petani berkata pada saya saat ditanya cita-citanya. Mereka menjawab bahwa suatu saat akan jadi petani seperti keluarganya. Setiap hari pergi ke sawah, mencangkul, mencari penghasilan untuk keluarga. Pernyataan ini menggambarkan rendahnya minat anak-anak terhadap perubahan.
Fenomena ini bukan menyiratkan bahwa seseorang harus berpendidikan tinggi atau memiliki karier yang tinggi, tapi menyiratkan bahwa mereka lebih suka ikut-ikutan tanpa mau menjadi diri yang berbeda.
Dalam hidup ini, perubahan tidak dapat kita tolak. Tanpa generasi yang memiliki minat perubahan yang lebih berarti, Indonesia tidak akan maju secara SDM. Fenomena ini adalah persoalan pendidikan dan keluarga untuk mendorong peserta didik untuk melakukan perubahan yang berarti bagi hidup mereka.
Fenomena orang-orang yang hidup tanpa perubahan, artinya suka ikut-ikutan atau gagal didikan, contohnya sudah banyak sekali di negeri ini. Misalnya dalam persoalan korupsi. Mereka yang mencuri uang rakyat adalah orang-orang yang tidak suka bekerja keras. Mereka menghasilkan uang dengan cara mencuri dan ini adalah cara yang simpel. Kerja keras merupakan tanda menuju perubahan. Sementara koruptor, yang suka kerja simpel, bagian dari orang-orang yang tidak suka perubahan.
Untuk itulah, bisa dikatakan, bahwa suatu bangsa bisa diukur kemajuannya dari segi minat masyarakat untuk melakukan perubahan. Baik itu berubah karena perubahan zaman, ilmu pengetahuan, hukum dan sebagainya. Artinya, mereka bisa menyesuaikan dirinya sendiri dengan keadaan dengan benar.
Fenomena anak petani tadi harus segera menjadi perhatian. Lembaga sekolah dan keluarga harus mendorong mereka untuk melakukan perubahan yang berarti, yang sesuai dengan kondisi keindonesian. Kondisi Indonesia sekarang jangan sampai ditiru oleh generasi-generasi muda. Mereka harus mengubah kondisi tersebut menjadi lebih baik.
Kondisi bebas dari korupsi, ketidakadilan, orang pinggiran yang kelaparan, perampasan hak orang, dan lainnya. Menuju perubahan adalah---jika kita ingin berarti untuk Indonesia dan zaman ini---tuntutan yang wajib. Dengan ini, anak-anak kita sebagai generasi penerus bangsa ini tidak boleh memiliki minat hidup yang stagnan, tapi hidup yang dinamis, yaitu perubahan yang kemudian diwujudkan untuk sebuah kemajuan.
Mengantarkan mereka pada perubahan yang berarti, bisa dilakukan dengan cara didikan yang baik, misalnya penanaman nilai karakter hidup yang dinamis dan karakter untuk selalu menuju perubahan yang sesuai dengan kondisi zaman mereka. Dengan ini lembaga pendidikan dan keluarga harus melaksanakan dan memerhatikan hal ini dengan baik.
Sekolah dan lembaga pendidikan lainnya di satu sisi perlu mengembangkan kemampuan para pelajar, di sisi yang lain perlu memperkuat kesadaran mereka terhadap kondisi-kondisi di sekitar mereka. Sebagai contohnya, lingkungan hidup yang bersih. Mereka perlu disadarkan bahwa lingkungan yang baik adalah yang bersih dari kotoran sampah. Diingatkan bahwa kenyamanan lingkungan sosial dan juga proses pembelajaran yang baik harus memiliki lingkungan yang bersih.
Ini adalah contoh kecil perubahan yang sesuai dengan keadaan. Ketika para pelajar, utamanya anak petani tadi, memiliki minat untuk melakukan perubahan berdasarkan keadaan yang ada di sekitarnya, maka persoalan demi persoalan akan mengalami perubahan karena disebabkan perubahan yang dilakukan oleh mereka.
Maka dengan itu adalah tugas kita mendorong anak-anak petani dan lainnya yang tidak mengerti pentingnya perubahan yang edukatif. Dalam melaksanakan tugas penting ini, sekolah tidak hanya satu-satunya tempat, keluarga juga salah satu tempat terbaik menempa anak-anak menjadi pribadi yang suka melakukan perubahan.
Pembahasan ini juga terkait erat dengan pernyataan Soekarno tentang 10 pemuda yang bisa mengguncangkan dunia. Pernyataan tersebut bisa bermakna pemuda-pemuda yang memiliki ambisi besar untuk melakukan perubahan. Jika rata-rata generasi baru bangsa ini adalah generasi seperti yang dimaksud Soekarno, maka mereka akan mengubah dan membantu persoalan bangsa ini.
Persoalan bangsa ini sudah cukup banyak. Dari persoalan paling bawah sampai paling atas. Tapi, sayangnya, generasi baru sekarang kurang peduli dan memang dari yang lebih tua kurang antusias menceritakan persoalan yang dialami bangsa ini.
Antusiasme yang kurang ini terlihat ketika transformasi ilmu di kelas dan di lingkungan keluarga. Transformasi hanya membimbing mereka (anak-anak) memahami mata pelajaran, rangking dan nilai yang bagus, serta prestasi. Tindakan demikian memang mendorong pada perubahan, tapi perubahan yang dimaksud di sini bersifat individualis. Dampaknya kurang mengena pada persoalan-persoalan di sekitarnya.
Hal ini bisa kita buktikan dengan pertanyaan, kenapa para pelajar kurang peduli dengan lingkungan yang kotor yang menyebabkan banjir? Kenapa para pelajar, misalnya anak SMA sederajat dan mahasiswa tidak antusias mensosialisasikan kebersihan lingkungan, kenapa harus menunggu perintah pemerintah? Fakta ini tidak bisa kita tolak. Karena kenyataannya, kita lebih suka mendorong anak-anak melakukan perubahan yang dampaknya tidak luas. Oleh karenanya, mari dorong mereka pada perubahan yang lebih berarti.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H