Dalam beberapa waktu terakhir, kita sering membaca dan mendengar berita di media massa yang memuat pernyataan bahwa pelaksanaan resolusi bank ke depan akan menggunakan bail-in dan tidak lagi menggunakan bail-out. Pada paparan berikut akan dibahas mengapa bail-out perlu dihindari, bagaimana konsep dan mekanisme bail-in, serta apa pula itu CoCos.
Berkaca pada pengalaman krisis 2008, otoritas perbankan di dunia telah menyepakati untuk membatasi moral hazard bagi bank sistemik dan mengakhiri konsep Too Big To Fail. Resolusi bank sistemik harus diupayakan agar memenuhi tujuan utama, yakni: (1) meminimalkan dampaknya terhadap stabilitas sistem keuangan, (2) menjaga keberlangsungan fungsi-fungsi kritikalnya (critical functions), dan (3) menghindari penggunaan uang negara.
Bail-out sering dipahami sebagai upaya penyelesaian permasalahan bank dengan menggunakan sumber pendanaan dari luar bank (bailing from outside), dalam hal ini digunakan uang negara (public fund, taxpayer money) karena dalam kondisi krisis sumber pendanaan dari sektor swasta relatif terbatas.
Bail-out perlu dihindari dengan pertimbangan antara lain: (1) Penggunaan uang negara dalam penyelamatan bank menimbulkan ketidak-adilan, hingga memunculkan ungkapan sinis “privatize profits, socialize losses” yang maksudnya “untungnya dinikmati sendiri, giliran rugi dibagi ke masyarakat”; (2) Bail-out dapat mendorong moral hazard bagi pemegang saham dan kreditur bank, karena mereka dapat terhindar dari kerugian, bahkan mungkin mendapat keuntungan; dan (3) Bail-out dapat mengganggu kompetisi yang wajar (fair) antara bank penerima bail-out dengan bank dan pelaku pasar lainnya.
Sedangkan bail-in merupakan skema penyelesaian permasalahan bank dengan menggunakan sumber pendanaan dari dalam bank sendiri yang berasal dari pemegang saham dan/atau kreditur bank (bailing from inside), karena mereka yang menikmati ketika bank meraih keuntungan. Bail-out dan bail-in memiliki kesamaan keduanya dilaksanakan setelah bank mengalami kegagalan, memenuhi kriteria Failing or Likely to Fail (FOTL), atau mencapai Point of Non Viability (PoNV).
CoCos vs Bail-In
Sebelum membahas lebih jauh mengenai mekanisme bail-in, kita perlu memahami terlebih dahulu mengenai CoCos mengingat kedua istilah tersebut sering disalah-pahami dan dipertukarkan pengertiannya. CoCos kependekan dari contingent convertible securities, yakni surat utang yang diterbitkan bank yang didalamnya terdapat klausul dapat dikonversi menjadi modal. CoCos umumnya tidak memiliki masa jatuh tempo (perpetual).
Konversi CoCos menjadi modal bank dilakukan ketika pemicu tertentu yang ditetapkan sebelumnya (pre-specified trigger) terlampaui. Pemicu tersebut dapat menggunakan capital-based trigger, misalnya rasio permodalan (CAR); atau market-based trigger, misalnya harga saham bank.
Capital-based trigger merupakan pemicu yang paling banyak digunakan dalam penerbitan CoCos saat ini, karena penerbitan CoCos memang dimaksudkan untuk mengantisipasi adanya permasalahan permodalan bank. Sesuai Basel III, bank sistemik diharapkan memiliki bantalan permodalan yang lebih tebal dan didorong menerbitkan surat utang yang memiliki klausul dapat dikonversi menjadi modal. CoCos memenuhi kriteria dan dihitung sebagai modal inti tambahan (AT1) dengan syarat surat utang tersebut memiliki pemicu berupa rasio CAR paling kurang 5,125%. Bank dipandang gagal atau insolvent jika memiliki rasio CAR kurang dari 4,5%.
Berbeda dengan bail-in, konversi CoCos dilakukan ketika bank belum mencapai PoNV atau belum menjadi bank gagal. Konversi CoCos menjadi modal didasarkan pada kontrak/klausul yang tercantum dalam penerbitan surat utang tersebut. Oleh karenanya, CoCos disebut sebagai contractual bail-in. Dengan konversi tersebut, jumlah kewajiban bank akan berkurang dan rasio permodalan bank akan meningkat. Porsi kepemilikan pemegang saham lama bank akan mengalami penurunan (terdilusi).
Berdasar ketentuan Basel III, modal inti utama (CET1) dan modal inti tambahan (AT1) merupakan bantalan untuk menyerap kerugian bank dengan basis going concern (going-concern loss-absorbing capacity). Oleh karenanya, CoCos termasuk going-concern contingent capital dan pelaksanaan konversinya dapat merupakan bagian dari recovery plan. Dengan konversi CoCos dan pelaksanaan recovery plan diharapkan bank dapat sehat dan pulih kembali.