Tulisan ini sedikit terinspirasi dengan tagline "Beyond Blogging" yang diusung oleh Kompasiana, bedanya yang akan dikupas di sini lebih terfokus pada kiprah LPS dalam sistem keuangan di Indonesia.
Beberapa tahun lalu, media massa diramaikan pemberitaan mengenai penyelamatan Bank Century. Salah satu yang menjadi topik hangat dalam pemberitaan tersebut terkait peran LPS dalam melaksanakan penyertaan modal sementara (PMS) pada bank tersebut. LPS sesuai namanya, sering dipahami hanya melakukan penjaminan simpanan ketika bank dicabut izinnya oleh pengawas. Bagaimana ceritanya sampai LPS melakukan penyelamatan Bank Century yang notabene masih beroperasi dan izin usahanya tidak dicabut.
Dalam UU 24/2004, LPS diberi mandat melaksanakan 2 fungsi, yakni menjamin simpanan nasabah penyimpan dan turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan sesuai kewenangannya. Fungsi turut aktif memelihara stabilitas sistem perbankan tersebut diwujudkan antara lain dengan melakukan penyelamatan bank sistemik maupun bank tidak sistemik melalui PMS, yang diikuti beberapa upaya penyehatan lainnya. Seiring dengan pelaksanan pembayaran klaim penjaminan simpanan, LPS membentuk dan mengawasi tim likuidasi yang bertugas membereskan aset bank dan membaginya sesuai prioritas kreditur.
Dalam UU PPKSK, LPS diberi tambahan pilihan metode resolusi bank selain PMS, yakni: mengalihkan sebagian/seluruh aset dan/atau kewajiban bank gagal kepada bank lain (purchase & assumption) atau kepada bank perantara (bridge bank).
Program Restrukturisasi Perbankan
UU PPKSK mengamanatkan tambahan tugas baru kepada LPS yang sangat strategis dalam menunjang kestabilan dan kesinambungan sistem keuangan/perbankan kita. Apabila dalam kondisi krisis sistem keuangan dan terjadi permasalahan sektor perbankan yang membahayakan perekonomian nasional, KSSK merekomendasikan kepada Presiden untuk memutuskan aktivasi penyelenggaraan Program Restrukturisasi Perbankan (PRP). LPS ditetapkan sebagai penyelenggara PRP tersebut.
Dalam penyelenggaraan PRP tersebut, LPS mendapat dukungan dari Kementerian Keuangan, Bank Indonesia, dan Otoritas Jasa Keuangan. Dana penyelenggaraan PRP berasal dari: (a) pemegang saham bank atau pihak lain berupa tambahan modal dan/atau perubahan utang tertentu menjadi modal; (b) hasil pengelolaan aset dan kewajiban yang berasal dari aset dan kewajiban bank yang ditangani; (c) kontribusi industri perbankan; dan/atau (d) pinjaman yang diperoleh LPS dari pihak lain.
LPS bertanggung jawab atas pengelolaan serta penatausahaan aset dan kewajiban yang diperoleh atau berasal dari penyelenggaraan PRP. LPS harus memisahkan pencatatan aset dan kewajiban yang diperoleh atau berasal dari penyelenggaraan PRP dari aset dan kewajiban yang diperoleh atau berasal dari pelaksanaan fungsi dan tugas LPS berdasarkan UU LPS. Dalam pelaksanaan PRP tersebut, LPS mendapatkan tambahan kewenangan yang sangat luas.
Integrated Protection Scheme
Pada tingkat global, saat ini berkembang gagasan untuk membangun sistem penjaminan yang terintegrasi dalam rangka memberikan perlindungan terhadap seluruh konsumen jasa keuangan yang disebut sebagai Integrated Protection Scheme (IPS). IPS terdiri dari penjaminan simpanan nasabah bank (Deposit Insurance Scheme/DIS), penjaminan pemegang polis asuransi (Insurance Guarantee Scheme/IGS), dan penjaminan dana investor (Investor Compensation Scheme/ICS).
Pengembangan IPS tersebut didasari pertimbangan makin komplek dan terintegrasinya produk jasa keuangan yang dijual kepada masyarakat yang dapat mengandung gabungan unsur simpanan, asuransi, dan/atau investasi. Dari sisi kelembagaan, terdapat pula kecenderungan perusahaan jasa keuangan memiliki anak perusahaan yang bergerak pada industri jasa keuangan yang berbeda kegiatan usahanya (konglomerasi). Selain itu, beberapa waktu terakhir terdapat pula kecenderungan untuk menerapkan pengaturan dan pengawasan industri jasa keuangan yang terintegrasi.
Dalam menghadapi perkembangan global tersebut, penjamin simpanan dipandang perlu meningkatkan kesiapannya dalam menghadapi krisis sistem keuangan dan memperluas lingkup perlindungannya terhadap konsumen jasa keuangan lainnya, sehingga dapat berkontribusi nyata dalam memelihara stabilitas sistem keuangan. Penerapan IPS merupakan satu opsi kebijakan untuk mencapai tujuan tersebut. Beberapa negara yang telah menerapkan IPS tersebut antara lain: FSCS-UK dan KDIC-Korea menjamin sekaligus simpanan nasabah bank, polis asuransi, dan dana investasi; PIDM-Malaysia dan SDIC-Singapura menjamin simpanan nasabah bank dan polis asuransi; dan Esisuisse-Swiss menjamin simpanan nasabah bank dan dana investasi.
Berdasarkan UU Nomor 40 Tahun 2014 tentang Perasuransian, perusahaan asuransi dan perusahaan asuransi syariah wajib menjadi peserta program penjaminan polis. Penyelenggaraan program penjaminan polis tersebut akan diatur dengan undang undang yang harus ditetapkan paling lama 3 tahun sejak UU Perasuransian diundangkan atau paling lambat 17 Oktober 2017. Sampai Pebruari 2018, UU yang mengatur penjaminan polis asuransi tersebut masih belum ditetapkan.
Dalam pembahasan UU Perasuransian tersebut, muncul gagasan untuk menunjuk LPS sebagai pelaksana program penjaminan polis asuransi dengan alasan antara lain: tidak perlu membentuk lembaga baru, LPS sudah berpengalaman mengelola penjaminan simpanan nasabah bank, dan agar terdapat keselarasan kebijakan antara penjaminan simpanan nasabah bank dengan penjaminan polis asuransi. Penunjukan LPS sebagai pelaksana program penjaminan polis asuransi tersebut masih belum pasti dan menunggu pembahasan/penetapan UU dimaksud.
Program penjaminan polis dimaksudkan untuk menjamin pengembalian sebagian atau seluruh hak pemegang polis, tertanggung, atau peserta dalam hal perusahaan asuransi atau perusahaan asuransi syariah dicabut izin usahanya dan dilikuidasi. Selain itu, keberadaan program penjaminan polis dimaksudkan untuk meningkatkan kepercayaan masyarakat terhadap industri perasuransian sehingga diharapkan dapat meningkatkan minat masyarakat untuk menggunakan jasa asuransi (insurance mindedness).
Dengan pelaksanaan fungsi sesuai UU LPS, tambahan mandat sebagai penyelenggara PRP, serta kemungkinan tambahan tugas sebagai pelaksana program penjaminan polis asuransi, LPS akan memiliki fungsi, tugas, dan wewenang yang jauh lebih luas dari sekedar sebutan namanya sebagai lembaga penjamin simpanan.
Saat ini lumayan banyak badan usaha atau institusi yang mengusung tagline yang diawali kata "beyond", termasuk Kompasiana dengan "beyond blogging"-nya untuk menggambarkan bahwa platform ini tidak sekedar sebagai sarana blogging semata melainkan menawarkan jauh lebih luas dari itu. Kita mungkin juga pernah mendengar tagline "beyond marketing" yang digunakan konsultan pemasaran untuk menunjukkan bahwa mereka menyediakan jasa yang lebih luas dari sekedar pemasaran dan penjualan.
Sebuah perusahaan konstruksi juga menggunakan tagline "beyond construction" untuk menunjukkan reposisi dan rebranding perusahaannya yang tidak sekedar berkutat pada konstruksi bangunan semata. Tidak ketinggalan industri perbankan syariah juga menggunakan tagline "beyond banking" untuk menunjukkan luasnya jangkauan produk perbankan yang mereka tawarkan melampaui produk perbankan yang konvensional.
Melihat mandat dan peran strategisnya dalam mendukung dan memelihara stabilitas sistem keuangan di negara kita, LPS tentu saja dapat memposisikan diri dan layak menyandang predikat "Beyond Penjaminan".
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H