Untuk kriteria bank yang secara domestik memiliki dampak sistemik (D-SIB), masing-masing otoritas diberi kewenangan untuk menetapkan sendiri dengan tetap memperhatikan kriteria G-SIB tanpa aspek cross jurisdictional. Kriteria lain dan informasi kualitatif dapat ditambahkan apabila dipandang perlu berdasarkan pertimbangan pengawas. Beberapa negara seperti Amerika Serikat, Kanada, dan Australia telah menetapkan kriteria dan mengumumkan D-SIBnya, sedangkan beberapa negara lainnya seperti Filipina sudah menetapkan kriterianya namun belum atau tidak mengumumkan daftar D-SIBnya.
Sesuai Pasal 1 angka 5 UU PPKSK, bank sistemik didefinisikan sebagai bank yang karena ukuran aset, modal, dan kewajiban; luas jaringan atau kompleksitas transaksi atas jasa perbankan; serta keterkaitan dengan sektor keuangan lain dapat mengakibatkan gagalnya sebagian atau keseluruhan bank-bank lain atau sektor jasa keuangan, baik secara operasional maupun finansial, apabila bank tersebut mengalami gangguan atau gagal. Pada Pasal 17 UU PPKSK dinyatakan dalam rangka mencegah krisis sistem keuangan dibidang perbankan, OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia menetapkan bank sistemik. Penetapan bank sistemik pertama kali dilakukan pada kondisi stabilitas sistem keuangan normal. OJK berkoordinasi dengan Bank Indonesia melakukan pemutakhiran daftar bank sistemik secara berkala setiap 6 bulan. OJK menyampaikan hasil penetapan dan pemutakhiran daftar bank sistemik kepada KSSK.
Pada Desember 2015, OJK menetapkan Peraturan OJK Nomor 46/POJK.03/2015 tentang Penetapan Systemically Important Bank (SIB) dan Capital Surcharge yang kemudian diperbaharui dengan POJK Nomor 2/POJK.03/2018 tentang Penetapan Bank Sistemik dan Capital Surcharge. Dalam POJK tersebut, indikator yang digunakan dalam penetapan bank yang berdampak sistemik meliputi ukuran bank (size), kompleksitas kegiatan usaha (complexity), dan keterkaitan dengan sistem keuangan (interconnectedness).Â
Sedangkan untuk faktor ketergantian perannya dalam aktivitas sistem pembayaran dan kustodian (substitutability) tidak menjadi indikator tersendiri melainkan merupakan sub-indikator dari kompleksitas. Ketentuan pengelompokan dan besarnya capital surcharge yang ditetapkan dalam POJK tersebut sama dengan yang diatur BCBS yakni terdiri dari 5 Â bucket dan besarnya capital surcharge antara 1% sampai 3,5% dari ATMR (Aset Tertimbang Menurut Risiko atau Risk-Weighted Asset/RWA) yang harus dipenuhi dengan komponen modal inti utama (CET1). Pemenuhan capital surcharge tersebut diberlakukan secara bertahap dan berlaku penuh mulai 1 Januari 2019.Â
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H