Mohon tunggu...
Hario Pamungkas Priambo
Hario Pamungkas Priambo Mohon Tunggu... Lainnya - Mahasiswa

Tertarik dengan komunikasi dan ekonomi.

Selanjutnya

Tutup

Ilmu Sosbud

Jarimu, Harimaumu! Loh Kok Gitu?

11 Desember 2021   03:42 Diperbarui: 11 Desember 2021   04:02 146
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Sosial media menjadi salah satu wadah komunikasi yang populer di zaman sekarang dan tidak sedikit seluruh lapisan masyarakat menggunakannya. Sosial media juga menjadi wadah untuk mendapatkan modal dan dukungan sosial, juga sebagai penghubung antar masyarakatnya agar dapat saling bertukar pikiran, bertukar pendapat, dan saling berinteraksi. Kita juga dapat menciptakan hubungan baru ketika kita berinteraksi di sosial media, dapat terjadi karena adanya persamaan-persamaan yang membuat kedua pihak tersebut saling nyaman. Namun siapa sangka, dibalik aspek baik yang muncul ketika seseorang bersosial media, ada juga tindakan buruk yang dapat menimpa siapapun. Salah satu tindakan buruk tersebut adalah munculnya niat untuk melakukan bully. Berbeda halnya dengan kehidupan yang kita jalani sehari-hari secara nyata, tindak kejahatan bully dalam dunia digital disebut juga sebagai cyber-bullying. 

Cyber-bullying menjadi salah satu tindak kejahatan yang cukup populer saat ini karena sosial media juga banyak penggunanya, terlebih adanya covid-19 yang memaksa orang-orang untuk memanfaatkan teknologi tersebut. Cyber-bullying saat ini tidak dapat mengakibatkan luka fisik secara serius, namun dapat melukai mental korban tersebut yang dapat berujung pada luka fisik yang dapat terjadi karena hasil dari pelampiasan atas tindak kejahatan tersebut, atau melukai fisik secara tidak langsung. Luka-luka mental yang dapat disebabkan oleh cyber-bullying dapat berupa depresi, stress, menyakiti diri sendiri, ataupun niat untuk melakukan aksi bunuh diri. Oleh karena itu, dijaman sekarang banyak pihak-pihak yang mendukung orang yang menjadi korban cyber-bullying untuk semangat lagi dan ikut membela korban serta menegakkan keadilan dengan melaporkan kejahatan tersebut. Seperti contohnya dalam konteks Indonesia, terdapat Undang-Undang yang mengatur tentang kejahatan dunia digital seperti UU ITE. Meskipun Undang-Undang tersebut dinilai cukup kontroversial dan banyak pihak yang tidak setuju karena dinilai sebagai pasal karet, banyak yang memanfaatkan Undang-Undang tersebut untuk melaporkan tidak kejahatan secara digital. 

Seperti contohnya yaitu kejadian yang menimpa Sulli mantan personil F(x) yang menerima hujatan. Bentuk hujatan tersebut berupa komentar di unggahannya Sulli itu sendiri. Kejadian bermula dari Sulli yang keluar dari grup band F(x) dan menjalani hubungan dengan salah satu penyanyi terkenal Korea Choiza, Dynamic Duo. Ketika kedua berita tersebut muncul disaat yang bersamaan, banyak komunitas korean pop yang mengikuti kehidupan Sulli justru berbalik untuk menghujat Sulli. Sulli yang mengharapkan untuk mendapatkan dukungan sosial untuk menjalani kehidupannya setelah keluar dari grup band tersebut, justru malah mendapatkan komentar-komentar yang jahat. karena banyaknya komentar jahat yang menimpa Sulli, awalnya Sulli menderita depresi yang berkelanjutan. Kemudian depresi tersebut dilanjut dengan pengambilan keputusan Sulli untuk mengakhiri hidupnya karena tidak kuat menanggung semua komentar-komentar jahat tersebut. 

Melalui tindakan cyber-bullying tersebut, dapat dilihat bahwa Sulli tidak bisa menyesuaikan adaptasi atas akulturasi yang terjadi di budaya pengikutnya. Kegagalan Sulli dalam mencapai adaptasi atas akulturasi tersebut dapat dilihat dengan tindakan-tindakan Sulli yang bertolak belakang atas budaya para pengikutnya. Seperti contoh, Sulli suka mengunggah foto-doto yang bernuansa vulgar yang dimana, nuansa tersebut tidak sesuai dengan budaya para pengikutnya dan menciptakan komentar jahat yang dilansir dari cermati.com, yaitu "Dia adalah Pelacur Nasional", "Yakin dia masih perawan?", "Berapa banyak laki-laki yang sudah kamu ditiduri?". Selain itu, ketika Sulli dicemooh habis-habisan, Sulli tidak mendapatkan social support yang cukup atas tindakan yang dilakukannya karena mungkin para penggemar setianya lebih sedikit dari yang diharapkan. Kesimpulannya, cyber-bullying dapat melukai siapapun dan berpotensi lebih buruk dari bullying dalam kehidupan secara nyata, oleh karena itu jagalah jemarimu seperti kamu menjaga mulutmu, karena jarimu juga harimaumu.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Ilmu Sosbud Selengkapnya
Lihat Ilmu Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun