Tidak terasa, Usia sudah berjalan melebihi 70 tahun. Maka saat sakit serius selama 7 hari di ICU Rumah Sakit, maka bersiaplah aku menerima kenyataan bahwa Ayahanda berpulang ke Rahmatullah, seperti juga yang dikatakan Kyai beberapa hari sebelumnya.
Terasa begitu kehilangan Ayahanda yang telah membesarkan diri ini, mendidik, mendewasakan, bahkan tetap memberi bimbingan mendekati ajal menjemput.
"Dokumen pribadi ini kamu yang simpan, mungkin suatu ketika berguna" , begitulah ucapan yang dikatakan ketika dokumen surat nikah, ijazah, dan berbagai foto keluarga yang ada, diserahkan kepada saya agar disimpan dan dirawat.
Saya banyak mewarisi sifat dari Sang Ayah, baik yang bersifat akademis maupun cara berwawasan, meski termodifikasi karena sejak tamat SMA harus merantau ke Makassar untuk kuliah selama 5 tahun. Beliau menanamkan semangat optimis dan berjiwa besar dalam menghadapi tantangan hidup. Terbukti, 6 anak yang dimilikinya semuanya mengenyam pendidikan Tinggi di Universitas. Sebuah inspirasi yang akan terbawa seumur hidup akan etos kerja dan tanggung jawab.
Ayahanda, dilahirkan di Madiun, Pagotan tahun 1939, dari keluarga sederhana yang masih berhubungan dengan abdi dalem keraton Yogyakarta, begitulah yang saya tahu, setelah bertemu kerabat keluarga di tanah kelahiran Sang Ayah (Papa), karena memang sang Ayah dimakamkan di Madiun, sesuai dengan persetujuan keluarga besar Ayah.
Teringat pada saat lulus SD tahun 1980, saya menempuh pendidikan SMP dan mulai belajar berbahasa Inggris, maka saya dibelikan kamus saku Bahasa Inggris. Tidak lama kemudian saya bertanya kepad sang Ayah, " Papa, kata ini tidak ada di kamus saku ini, kenapa?", lalu sang Ayah menjawab, "Ini kamus saku, tidak lengkap". Maka sore harinnya diajak ke Toko buku terbaik di Surabaya di dekat rumah Jl. Tunjungan untuk membeli kamus bahasa Inggris lengkap karangan Wojowasito. Sebuah kamus yang bisa digunakan untuk kalangan Mahasiswa, Dosen bahkan Guru bahasa Inggris. Syukur Alhamdulillah, saat ini Ilmu ini banyak memberi manfaat bagi perjalanan karir saya.
Begitupula saat saya mulai belajar Agama Islam pada tahun 1984, beliau membelikan sebuah Tafsir lengkap karangan Bachtiar Surin, terbitan CV. Andalas, dan menjadi Tafsir Al Qur'an kenangan sampai hari ini, menjadi spirit sepanjang Hidup, Insya Allah.
Ayahanda, sangat berpandangan moderat dan terbuka, bahkan cenderung modern meski dibesarkan di lingkungan desa yang kolot atau konservatif. Itulah sebabnya sang Ayah bisa menikah dengan Ibu (Mama) dari keluarga Thionghoa yang beragama Budha, meski kemudian sang Ibu mengucapkan kalimat Syahadat dan menikah di KUA (kantor Urusan Agama) di Surabaya.
Hidup ini terasa singkat, usia 72 tahun begitu singkat, tak terasa kini Ayahanda telah berpulang, meninggalkan sejuta kenangan dan filosofi pendidikan yang teramat dalam.
Sebagai anak yang tentunya banyak berbuat salah dan dosa, saya memohon agar beliau dapat memaafkan kesalahan selama ini. Pesan terakhir "Semoga kamu cepat pindah ke Surabaya, Papa doakan". Tidak lama setelah pindah, kurang lebih 48 hari, pada 16 Maret 2011 tibalah perpisahan itu. Seorang teman yang juga beliau kenal yang kebetulan mantan takmir Masjid Sunan Ampel berinisiatif menanyakan nama Ayahnda untuk diumumkan dan di Shalat kan Ghaib, dengan harapan Shalat Ghaib Jamaah ini memberikan Rahmat Allah SWT atas Almarhum Ayahanda. Semoga Allah SWT me Rahmati, Amin.
in Memoriam, untuk Ayahanda Agung Hendro Widagdo
salam
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H