Mohon tunggu...
hario adji pamungkas
hario adji pamungkas Mohon Tunggu... Wiraswasta - Foto

Lahir Surabaya, 1968,Apoteker, MM, Dosen, Wirausahawan, anak 3, 1 istri

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Al Qur'an Memang Kitab Suci (3)

22 November 2010   09:29 Diperbarui: 29 Mei 2016   07:39 809
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

1290417861205939576
1290417861205939576
 Alhamdulillah, segala puja puji bagi Allah SWT, Tuhan seru sekalian alam. Sampai saat ini kami masih bisa melanjutkan seri artikel “Al Qur’an Memang Kitab Suci (3)”, dan memasuki materi tinjauan ilmu science (matematika dan Ilmu pengetahuan alam). Di dalam Al Qur’an Surat Ar Ra’d ayat 1 tertulis Alif laam miim raa, tilka aayatul kitaab wal ladzii unzila ilaika mir-rab bikal haqqu wa laakin-na ak-tsaran-naasi laa yu’minuun. Artinya Aliif laam miim raa, Ini adalah ayat-ayat Al Qur’an yang ditujukan kepadamu oleh Tuhamu, adalah mutlak benar. Namun jumlah terbesar manusia tidak juga percaya. Allah SWT menyatakan dengan tegas bahwa Al Qur’an adalah mutlak benar atau kebenaran Al Qur’an adalah absolute, kebenaran yang tidak bersyarat, kebenaran dalam setiap kondisi atau keadaan, tidak ada cacat sedikitpun di dalamnya, apapun yang tercantum di dalamnya adalah kebenaran semata. Ayat-ayat Al Qur’an ini bukan ucapan Muhammad SAW sebagai pembawa risalah agama Islam, letak nilai kebenaran bukan hanya pada ada tidaknya saksi mata atau personal yang terlibat dalam proses penyampaian pesan dari Allah SWT kepada Beliau Muhammad SAW. Mengapa demikian, karena penyampaiannya bersifat ghaib atau pada alam ghaib, dimana manusia biasa/kebanyakan manusia tidak bisa (baca sampai) pada alam ini. Sebagai kitab suci yang selalu up to date atau sesuai dengan perkembangan ilmu, maka Al Qur’an harus bersifat ilmiah/ keilmuan, karena Ilmu akan selalu berkembang dan mengandung nilai-nilai kebenaran keilahian, maka pada konteks keilmuan inilah Al Qur’an diposisikan Allah SWT sebagai sumber kebenaran (keilmuan) yang tidak akan terbantahkan pernyataannya sepanjang zaman. Pada akhir ayat Ar Ra’d ayat 1 tersebut diatas Allah SWT menyatakan “namun jumlah terbesar manusia tidak percaya”, ini menegaskan bahwa umat muslim tidak akan melebihi 50% atau separuh umat manusia di dunia, dan ini menjadi satu diantara semua kebenaran Al Qur’an, karena dari sejak turunnya Al Qur’an sampai detik ini umat Islam tidak pernah dan tidak akan pernah melampaui 50% umat manusia, tercatat pada salah satu sumber umat Islam berkisar 1,3 M atau kurang dari 20% total umat manusia. Di dalam Al Qur’an banyak disinggung mengenai tabiat manusia yang mempertuhankan segala sesuatu selain Allah SWT, pada saat ini jelas bahwa yang dipertuhankan adalah ilmu pengetahuan, dengan dalih bahwa segala sesuatu yang menjadi pertanyaan besar untuk mengungkap rahasia alam semesta dan kehidupan dipercayakan pada kemajuan teknologi atau science. Artinya pada saat manusia hanya mengandalkan Science untuk bisa menjawab seluruh pertanyaan yang ada pada benak manusia, maka Science itu sendiri diangggap sebagai tuhan. Dapat disimpulkan bahwa karena ilmu pengetahuan yang dipahami manusia sangat berkaitan dengan kemampuan otak manusia menggali ilmu itu sendiri, maka sebagai hubungan sebab akibat ilmu pengetahuan dianggap sebagai produk pemikiran otak manusia, sehingga secara langsung atau tidak maka manusia telah mempertuhankan otak (baca diri mereka) sendiri. Ini relevan dengan sejarah Fir’aun yang berkata pada Nabi Musa kurang lebih 5000 th yang lalu, dan diabadikna Allah SWT pada QS 28 Al Qashash ayat 38 : Wa qaala fir’aunu yaa ayyuhal mala-umaa alimtu lakum min ilaihin ghairi (Fir’aun berkata kepada kaumnya : Hai Pembesar-pembesar! Aku tidak mengenal tuhan lain untuk kalian sembah selain aku) , pada saat ini hanya berbeda konteks, Fir’aun mempertuhankan dirinya karena kekuasaannya, sedang sekarang manusia mempertuhankan dirinya karena merasa dirinya pintar (menguasai walau sedikit teknologi). Berikut ayat-ayat Al Qur’an yang menguraikan kekuasaan Allah SWT sebagai pencipta alam semesta dan pencipta Ilmu Pengetahuan (science). QS Al Mulk ayat 1-5. 1. Tabaarakal ladzii biyadihil mulku wa huwa alaa kullinsyai-in qadiir ( Maha Tinggi Tuhan, di tangan Nya terpegang kekuasaan mutlak. Dia Maha Kuasa atas segala-galanya. 2. Al ladzi khlaqal mauta wal hayaata liyab luwakum ay yukum ahsanu ‘amalaa, wa huwal ‘azizul ghafuur. ( Yang menciptakan mati dan hidup, karena Dia hendak mengujimu: Siapa di antaramu yang lebih baik amal perbuatannnya. Dan Dia Maha Kuasa dan Pengampun). 3. Al ladzii khalaqa sab’a samaawaatin thibaaqaa, maa taraafii khalqir rahmaani min tafaawut,farji’il bashara hal taraa min futhuur. ( Yang telah menciptakan tujuh langit bersusun tingkat di angkasa luas. Tidak akan terlihat olehmu pada penciptaan Tuhan Yang Maha Pengasih itu sesuatu kejanggalan. Karena itu lihatlah sekali lagi ! Adakah kamu melihat kejanggalannya ?. 4. Tsum-mar ji’il bashara karrataini yankalib ilaikal basharu khaasi’an wa huwa hasiir.(Lalu lihatlah berulang-ulang, niscaya yang kamu lihat seperti yang tadi juga, tanpa menemui sesuatu cacat, kendatipun penglihatanmu sudah lesu). 5. Wa laqad zay-yan-nas samaa-ad- dunyaa bimashaabiiha wa ja’alnaahaa rujuumal lisy syayaathiini wa a’tadnaa lahum ‘adzaabas sa’iir (Sesungguhnya Kami telah menghiasi “langit tingkat terdekat dengan bumi”, dengan bintang-bintang yang gemerlapan. Dan kami jadikan juga bintang-bintang itu alat pelempar setan. Selanjutnya Kami sediakan bagi mereka siksa neraka yang menyala-nyala). Allah SWt berfirman bahwa kekuasaannya bersifat mutlak, tidak ada penghalang atau kekuatan sekecil biji apapun yang menjadi rintangan atas kekuasaanNya. Maha berkehendak adalah salah satu sifat Allah ( Iradah).Dan kekuasaan Allah SWT mencakup segala urusan tanpa kecuali. Allah SWT yang menciptakan mati dan hidup, menciptakan sesuatu yang wujud dan ghaib, menciptakan yang bisa terlihat dan tidak terlihat. Di dalam sciences kita mengenal ilmu biologi, kimia, dan fisika dan kita juga mengenal ilmu-ilmu derivate dari padanya seperti biokimia, biofisika, kimia fisika, kedokteran dan seterusnya. Ilmu derivate dari science inilah yang disebut juga dengan ilmu terapan /rekayasa/ engineering. Sesuatu yang ghaib sudah banyak dipahami secara harfiah sebagai yang tidak nampak atau terlihat oleh panca indera, tetapi phenomenanya mungkin atau bahkan bisa dirasakan oleh panca indera. Di dalam science, sesuatu menjadi ghaib manakala belum bisa diamati karena belum adanya alat bantu bagi panca indera kita (mata, telinga), sebagai contoh, sejak ditemukannya mikroskop oleh Anthonie van Leeuwenhoek (1632-1723) yang mengamati spermatozoa, bakteri, serabut otot,maka benda-benda sangat kecil ; spermatozoa, bakteri, serabut otot tersebut di atas disebut benda ghaib, sekarang tidak lagi. Anthonie van Leeuwenhoek disebut sebagai microbiologist (ahli mikrobiologi) pertama. Alat bantu mikroskop ini membuka “jendela” science, dari objek yang tidak nampak panca indera atau ghaib menjadi nampak, atau nyata. Di dalam ilmu Fisika (Physics) juga demikian, bagian terkecil dari atom yaitu electron, bisa terlihat dengan mikroskop electron yang sangat canggih dan menggunakan perbesaran berjuta kali, sehingga electron bukan lagi sesuatu yang ghaib. Mengapa demikian, karena memang semua yang disebut ghaib karena ukurannya yang kecil itu hakekatnya bukan ghaib, hanya tidak terlihat akibat ukuran yang sangat kecil, sehingga membutuhkan alat bantu (instrument). Hal ini juga terjadi pada bunyi yang dideteksi oleh panca indera telinga, pada frekensi (getaran) 20 hertz-20.000 herzt dapat didengar telinga kita, tetapi di luar rentang batasan tersebut bunyi tersebut tidak dapat didengar oleh telinga, sehingga menjadi ghaib. Hal lain, sinar matahari adalah cahaya polychromatic atau cahaya yang tersusun oleh banyak warna cahaya, menjadi terdispersi (terurai) oleh alat Lensa. Lensa berbentuk prisma , memisahkan cahaya polychromatic menjadi monochromatic merah,jingga,,kuning, hijau, biru, ungu, violet, cahaya monochromatic terurai karena mempunyai panjang gelombang berbeda-beda, pada fenomena alam disebut terjadinya pelangi (bianglala). Teori Lensa ditemukan oleh Abu Ali al Hasan Ibn al Hasan (atau Husain) ibnu Al Haitham, kelahiran Basra tahun 965 dan meninggal di Mesir th. 1032, beliau adalah ilmuan Muslim yang menemukan teori lensa yang masih relevan sampai saat ini. Telah disinggung di atas mengenai besaran panjang (dimensi L), massa (M) dan waktu (T) pada ilmu fisika, maka segala sesuatu yang masih bisa diukur dengan besaran-besaran di atas berarti bukan ghaib, tetapi wujud atau nyata adanya. Selanjutnya Allah berfirman : Yang menciptakan mati dan hidup, mengandung pengertian yang saling berkaitan, ada benda mati dan ada benda hidup, ada makhluk hidup ada makluk mati. Ilmu yang mempelajari benda mati disebut fisika, sedangkan yang mempelajari benda atau makluk hidup disebut biologi. Bagaimana bisa sesuatu yang mati bisa berhubungan sebab akibat dengan yang hidup ? Di dalam ilmu sekuler jelas ini dibedakan, tetapi dalam keimanan Islam ini sangat berkaitan erat. Kapan suatu benda dikatakan benda hidup, dan kapan sebaliknya ? Dalam postulat biologi yang kuno dikatakan bahwa makhluk hidup adalah makhluk yang dapat beregenerasi atau berkembang biak, berjenis kelamin tunggal (yaitu jantan bertemu betina), atau ganda (hermafrodit). Rupanya postulat ini perlu direvisi, karena dengan perkembangan ilmu pengetahuan yang melihat bahwa benda mati bisa menjadi hidup, dan sebaliknya. Sekarang ini kita mengenal tehnologi yang sangat canggih ( sophisticated ), dalam bidang kedokteran Nampak jelas manusia bisa dinonaktifkan (baca dimatikan) menjadi tidur (baca mati) berhari-hari, berbulan-bulan, dan seterusnya dengan technology anaestesi (bius), atau seseorang yang dikatakan mati secara klinis (mati suri) yang dipertahankan dengan memasang alat bantu sehingga bisa terus hidup (baca hidup dalam kematian) dengan ventilator, alat pacu jantung (Resuscitation of Cardio Pulmonary). Dalam ilmu botanipun demikian …(bersambung ke Al Qur’an Memang Kitab Suci (4),…salam)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun