Mohon tunggu...
hario adji pamungkas
hario adji pamungkas Mohon Tunggu... Wiraswasta - Foto

Lahir Surabaya, 1968,Apoteker, MM, Dosen, Wirausahawan, anak 3, 1 istri

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Al Qur'an (Qoran) Memang Kitab Suci (2)

2 November 2010   20:27 Diperbarui: 26 Juni 2015   11:53 361
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Tinjauan Ilmiah (Science). Metodologi ilmiah merupakan suatu alur/tahapan yang baku dan diterapkan dalam penelitian ilmiah yang bersifat universal, diakui sebagai metodologi yang sah atau valid. Sehingga Metodologi Ilmiah ini akan sanggup menuntun para peneliti/pemikir di dalam mencari jawaban atas suatu pertanyaan terhadap fenomena alam semesta ,tingkah laku manusia, bahkan hubungan manusia dengan sang Pencipta/Khaliq, pendeknya semua yang menyangkut kehidupan dan interaksinya di alam semesta. Ada beberapa tahapan metodologi ilmiah yang sudah diakui sebagai metodologi baku/standar : .1. Observasi/pengamatan. 2. Hipotesa/ Dugaan-dugaan, pemikiran yang bersifat sementara. 3. Eksperiment atau percobaan, pengujian terhadap hipotesa 4. Kesimpulan/Postulate/Axioma. Didalam pemahaman ilmiah maka hasil dari penelitian yang menggunakan metodologi ilmiah tersebut harus didukung oleh data-data/fakta, percobaan-percobaan yang dapat diukur dengan dimensi yang telah diterima di kalangan akademis (dalam fisika ada dimensi waktu (T), panjang (L), bobot/massa (M)) , kemudian dilanjutkan sampai dengan kesimpulan/postulat/Axioma. Postulat atau kesimpulan ini akan terus diuji kebenarannya sampai kapanpun selama ilmu masih digunakan atau dipelajari oleh manusia (baca peneliti/pemikir/ahli). Postulat bisa gugur setelah ada penelitian lanjutan atau penemuan lain yang bisa membantah atau menggugurkan postulat tersebut. Meski ada kesepakatan bahwa istilah postulat itu merupakan kesimpulan yang sudah diakui kebenarannya. Di dalam bahasa Yunani, postulat disebut Axioma. Sebuah axioma tidak perlu dibuktikan melalui eksperiment , tetapi sudah dengan sendirinya akan terbukti kebenarannya. Bermula dari pengamatan/ observasi; setiap pemikir selalu memulai rangkain berpikir ilmiah dari observasi atau pengamatan. Pengamatan akan segala bentuk kejadian, peristiwa, atau apapun akan menimbulkan pertanyaan-pertanyaan yang belum diketahui jawabannya pada suatu saat. Observasi merupakan suatu bentuk tindakan untuk mencari jawaban seperti : kenapa, mengapa, bagaimana, kapan, oleh siapa, untuk apa, dimana, seberapa, dan seterusnya. Maka observasi akan banyak menimbulkan pertanyaan, karena memang hakekatnya kebenaran harus selalu dipertanyakan, bukan untuk dihindari, tetapi dicari jawabannya. Dalam Figur Nabi, maka Nabi Ibrahim alaihis salam (Abraham, Abram) adalah sosok Nabi yang sudah menjalankan tahapan berfikir ilmiah, dengan menggunakan metodologi ilmiah mulai dari observasi, hipotesa, eksperiment dan postulat/kesimpulan. Ibrahim adalah figur yang tidak hanya cerdas, tetapi dapat mengembangkan daya nalar sesuai dengan nilai-nilai fitrah pada dirinya yang disebut sebagai Hidayah. Sesungguhnya apa yang dialami oleh Ibrahim tersebut ? Sejarah ditemukannya Sang Pencipta oleh nabi Ibrahim as. Nabi Ibrahim as menyadari bahwa semua manusia dilahirkan sebagai mahkluk ciptaan, dan yang disebut ciptaan selalu bergantung kepada sang Pencipta.Sebagai manusia di mengenal orang tua yang telah melahirkan (ibu) dan ayah sebagai pasangan dari ibunya. Pemahaman ini terus memberikan gambaran bahwa pasti ada manusia yang pertama (ibu) dan bapak yang menurunkan semua manusia di muka bumi. Sampai pada tahap ini Ibrahim mendapat suatu pertanyaan besar ” Siapa sang Pencipta tersebut ?”. Tentu saja pertanyaan serupa juga timbul pada saat Ibrahim as mengamati sekelilingnya, seperti binatang, tumbuhan, gunung-gunung. Hipotesa yang timbul  yaitu : apakah bulan sebagai pencipta, apakah bintang yang terang benderang sebagai pencipta, ataukah awan,  matahari, dan seterusnya dari apa yang terlihat mata dan terlintas dalam benak pikirannya. Di dalam mendapatkan jawaban atas sebuah pertanyaan besar “Siapa pencipta semua makhluk tersebut, terjadi hipotesa-hipotesa. Maka harus diambil jawaban dari hipotesa-hipotesa tersebut satu jawaban meski itu bersifat sementara, karena masih harus dibuktikan kebenarannya dengan eksperiment/pengujian. Metode eksperimen atau pengujian yang dilakukan oleh Ibrahim as adalah Bahwa Tuhan sang Pencipta tidak boleh memiliki kekurangan, karena sang Pencipta bersifat lebih bahkan bersifat Maha diatas segala yang diciptakan. Maka sebagai tolok ukur Nabi menggunakan besaran waktu(T), Panjangn (L).dan Massa (M) yang dikenal dalam ilmu Fisika sekarang. Dengan berpegang teguh pada azas Science inilah maka Ibrahim as mulai menentukan jawaban apa atas pertanyaan besarnya itu. Jika Tuhan itu besar maka semua yang terlihat di muka bumi dan di angkasa ini kecil, karena masih ada yang lebih besar, bahkan sangat besar dan luas, sejauh mata memandang masih ada benda yang tidak sanggup dilihat oleh matanya. Maka dimensi panjang (L) dan massa (M) sudah digunakan dalam analisis Ibrahim as. Jika Tuhan itu ada dan tidak dibatasi oleh dimensi waktu (T), maka semua yang bisa hilang dari pandangannya dianggap tidak bisa dipertuhankan, baik itu bulan, bintang, matahari, gunung, dan seterusnya. Sebagai makhluk dia akan bergantung pada dimensi waktu (T). Sang Pencipta tidak bergantung pada besaran atau dimensi waktu (T). Jika Tuhan itu Maha Besar dan tidak dibatasi oleh dimensi ruang (L), waktu (T) dan massa (M), maka Tuhan tidak bisa digambarkan oleh alam pikiran manusia, seperti yang terlihat di permukaan bumi maupun di langit di seluruh alam semesta, semua yang ada di alam semesta adalah makhluk ciptaan dan bergantung  mutlak pada dimensi waktu (T), Panjang (L), dan Massa (M). Sampailah Ibrahim as pada tahapan mengambil kesimpulan “Siapakah yang pantas dipertuhankan?”. Dengan metode Ilmiah tersebut di atas maka : Sebagai tuhan bagi dirinya dan sekaligus alam semesta adalah Yang Menguasai dan Mengatur sekaligus mencipta semua yang ada, maka itulah kesimpulan Nabi Ibrahim as. Bahwa Allah Subhanallahu wa Ta’ala (yang Maha Suci dan Maha Tinggi) sebagai tuhan seluruh alam semesta adalah Postulat/logika aksioma yang tidak perlu dibuktikan kebenarannya, karena kebenaran akan terbukti dengan sendirinya dari phenomena alam semesta dan dalam diri manusia itu sendiri. Seperti yang tercantum dalam surat Al Alaq ayat 1-5 yang tersebut berikut ini : QS Al Alaq 1-5 Ayat 1 : Iqra bismi rabbikal ladzii khalaq ( bacalah atas nama Tuhanmu yang menciptakan) Ayat 2 : Khlaqal insaana min ‘alaq ( Yang telah menciptakan manusia dari segumpal darah) Ayat 3 : Iqra wa rabbukal akram ( Bacalah ! Dan Tuhanmu sangat pemurah) Ayat 4 :Al ladzii ‘al-lama bil qalam (Yang mengajarkan penggunaan pena) Ayat 5 : Al lamal insaana maa lam ya’lam (Mengajarkan manusia apa-apa yang belum diketahui). Al Qur’an Surat Al Alaq tersebut mengajarkan bahwa : 1. Bacalah ….. semua ilmu pengetahuan akan didapat dengan membaca, dalam bahasa verbal yang berarti mengeja tulisan, dalam konteks memahami alam semesta mulai mengamati (observasi),menduga atau hipotesa, eksperien (menguji) lingkungan sekitar kehidupan kita itu juga dimaknai “membaca” apa yang sedang terjadi, bagaimana bisa terjadi dan seterusnya itu berarti juga membaca. Bacalah dengan Nama Tuhanmu yang menciptakan…mengajarkan bahwa memahami ilmu pengetahuan, alam semesta menggunakan fithrah yang sudah dibekalkan pada diri manusia, karena dengan fithrah itulah maka manusia akan sampai kepada tuhannya yaitu Allah SWT. Maka itulah pengertian dari “Bacalah dengan nama Tuhanmu”. 2. Yang menciptakan manusia dari segumpal darah… merupakan ayat yang menjelaskan asal kejadian manusia di rahim sang ibu, berasal dari segumpal darah, diterangkan dalam bab embriologi. 3. Bacalah ! Dan Tuhanmu sangat pemurah… Tuhan Allah SWT begitu pemurah/Maha Pemurah atas segala yang dibutuhkan manusia bagi kelangsungan hidup manusia mulai dari janin selalu dipelihara dan dicukupi kebutuhannnya. 4. Yang mengajarkan menggunakan pena… Tuhan Allah SWT mengajarkan manusia untuk mengenal seluruh alam semesta dengan Ilmu pengetahuan (pena), dan akan mengenal tuhannya dari pelajaran/ilmu yang salah satunya diambil dari memahami ciptaanNYa. 5. Mengajarkan manusia apa-apa yang belum diketahui… Allah SWT akan memberikan pengetahuan kepada manusia apa-apa yang manusia belum ketahui, dari masa pertama kali diciptakan sampai masa akhir nanti. Jelaslah dalam Al Qur’an telah dicantumkan, bagaimana metodologi ilmiah  bagi orang-orang yang mau menggunakan akalnya, di dalam mencari kebenaran, siapa Tuhan Alam Semesta yang patut disembah. Semoga bisa memberi manfaat dan menambah iman kita semua. Billahi taufiq wal hidayah, wassalamu’alaikum warahmatullahi wabarakaatuh. Salam, hario adji pamungkas

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun