Mohon tunggu...
Hariman A. Pattianakotta
Hariman A. Pattianakotta Mohon Tunggu... Pemuka Agama - Penyuka musik

Bekerja sebagai Pendeta dan pengajar di UK. Maranatha

Selanjutnya

Tutup

Kebijakan Pilihan

Teror di Paris, Nice-Prancis, dan Intan Jaya-Papua

3 November 2020   19:30 Diperbarui: 3 November 2020   19:37 161
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Lebih lanjut, radikalisme dapat berubah menjadi terorisme ketika mereka menebarkan teror dan kekerasan secara terencana untuk menegakkan ideologi dan kepentingannya. Inilah bentuk yang paling ekstrem dari agama-agama yang harus ditransformasi. 

Teror yang terjadi di Prancis harus dilihat dan didalami dengan seksama. Teror tersebut tentu tidak identik dengan agama tertentu. Seperti yang saya sebutkan di atas, semua agama mempunyai potensi radikalisme. 

Itu sebabnya, terhadap apa yang terjadi di Prancis, kita menyatakan duka kita terhadap para korban. Realitas kekerasan itu pun  memanggil kita untuk melakukan dialog peradaban dengan masyarakat sekular, seperti Prancis, supaya terbangun pengertian bersama di dunia yang plural sekarang ini. Atau, setidaknya dengan dialog itu kita dapat memahami dan menghargai setiap perbedaan.

Globalisasi, emigrasi, kemajuan teknologi komunikasi membuat hampir setiap wilayah di dunia berwatak plural. Karena itu, relasi dan dialog mesti diaktifkan dan dimasifkan sehingga pengertian dan transformasi dialami, termasuk transformasi radikalisme, supaya agama dan mereka yang tak beragama pun dapat menampilkan wajah ramah dan damai.

Teror Aparat Negara

Di bulan September dan Oktober tahun 2020, ketika Presiden Joko Widodo menyatakan sikapnya terhadap teror di Prancis dan Presiden Prancis, teror pun terjadi di Papua, Indonesia. Kita pun patut menagih sikap Presiden Jokowi atas teror di Intan Jaya, Papua. 

Dalam kasus Papua, ironisnya teror jusru dilakukan oleh aparat negara. Selain kampung di Intan Jaya diberondong peluru tentara, orang-orang yang ditembak oknum aparat pun bukan sembarang orang. 

Ada pendeta Yeremia Zanambani yang mati dengan luka tembak dan penganiayaan di kampung Hitadipa. Pdt. Yeremia adalah tokoh agama Kristen di Hitadipa. Setelah Pdt. Yeremia, seorang guru agama Katolik, Katekis, Rufinus Tigau ditembak aparat di Kampung Jalai, Intan Jaya.  

"Jika hamba Tuhan saja dibunuh, apalagi masyakarat biasa." Itulah tangisan istri dari alm. Pdt. Yeremia yang mewakili situasi batin orang Papua di Intan Jaya, Papua.  Masyarakat di kedua kampung itu menjadi sangat takut. 

Orang tua dan anak-anak pun berlarian ke hutan. Mereka ketakutan di kampung mereka sendiri. Mereka kehilangan hak untuk hidup aman-nyaman justru ketika aparat keamanan datang di daerah dan kampung mereka. 

Khusus untuk kasus Hitadipa, hasil investigasi Komnas HAM sudah dirilis. Demikian juga dengan hasil investigasi Tim yang dibentuk oleh istana negara. Semua hasil itu memperlihatkan bahwa tentaralah pelaku kekerasan. Ini adalah teror aparat atas masyarakat.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Kebijakan Selengkapnya
Lihat Kebijakan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun