Lebih lanjut, radikalisme dapat berubah menjadi terorisme ketika mereka menebarkan teror dan kekerasan secara terencana untuk menegakkan ideologi dan kepentingannya. Inilah bentuk yang paling ekstrem dari agama-agama yang harus ditransformasi.Â
Teror yang terjadi di Prancis harus dilihat dan didalami dengan seksama. Teror tersebut tentu tidak identik dengan agama tertentu. Seperti yang saya sebutkan di atas, semua agama mempunyai potensi radikalisme.Â
Itu sebabnya, terhadap apa yang terjadi di Prancis, kita menyatakan duka kita terhadap para korban. Realitas kekerasan itu pun  memanggil kita untuk melakukan dialog peradaban dengan masyarakat sekular, seperti Prancis, supaya terbangun pengertian bersama di dunia yang plural sekarang ini. Atau, setidaknya dengan dialog itu kita dapat memahami dan menghargai setiap perbedaan.
Globalisasi, emigrasi, kemajuan teknologi komunikasi membuat hampir setiap wilayah di dunia berwatak plural. Karena itu, relasi dan dialog mesti diaktifkan dan dimasifkan sehingga pengertian dan transformasi dialami, termasuk transformasi radikalisme, supaya agama dan mereka yang tak beragama pun dapat menampilkan wajah ramah dan damai.
Teror Aparat Negara
Di bulan September dan Oktober tahun 2020, ketika Presiden Joko Widodo menyatakan sikapnya terhadap teror di Prancis dan Presiden Prancis, teror pun terjadi di Papua, Indonesia. Kita pun patut menagih sikap Presiden Jokowi atas teror di Intan Jaya, Papua.Â
Dalam kasus Papua, ironisnya teror jusru dilakukan oleh aparat negara. Selain kampung di Intan Jaya diberondong peluru tentara, orang-orang yang ditembak oknum aparat pun bukan sembarang orang.Â
Ada pendeta Yeremia Zanambani yang mati dengan luka tembak dan penganiayaan di kampung Hitadipa. Pdt. Yeremia adalah tokoh agama Kristen di Hitadipa. Setelah Pdt. Yeremia, seorang guru agama Katolik, Katekis, Rufinus Tigau ditembak aparat di Kampung Jalai, Intan Jaya. Â
"Jika hamba Tuhan saja dibunuh, apalagi masyakarat biasa." Itulah tangisan istri dari alm. Pdt. Yeremia yang mewakili situasi batin orang Papua di Intan Jaya, Papua. Masyarakat di kedua kampung itu menjadi sangat takut.Â
Orang tua dan anak-anak pun berlarian ke hutan. Mereka ketakutan di kampung mereka sendiri. Mereka kehilangan hak untuk hidup aman-nyaman justru ketika aparat keamanan datang di daerah dan kampung mereka.Â
Khusus untuk kasus Hitadipa, hasil investigasi Komnas HAM sudah dirilis. Demikian juga dengan hasil investigasi Tim yang dibentuk oleh istana negara. Semua hasil itu memperlihatkan bahwa tentaralah pelaku kekerasan. Ini adalah teror aparat atas masyarakat.