Tidak tumbuhnya demokrasi secara substantif dapat dilacak sampai ke hulu. Hulunya ada di mana? Hulunya ada di partai-partai politik. Parpollah yang menawarkan kadernya untuk dipilih dan membawa mereka ke istana, balai kota, atau pun ke rumah-rumah parlemen, baik di daerah maupun di pusat.
Akan tetapi, kader-kader yang ditawarkan dan diutus itu belum tentu kader terbaik secara intelektual dan moral. Apa pasal?
Sistem perekrutan dan pembinaan kader yang berkelanjutan belum dilakukan secara profesional dan transparan. Penentuan calon untuk diusung pun tidak selalu berdasarkan uji kelayakan dan kepatutan serta mempertimbangkan rekam jejak, tetapi lebih sering terjadi karena kedekatan ataupun jumlah setoran serta memanfaatkan popularitas.Â
Itu sebabnya, banyak sekali artis, bahkan ada juga koruptor, yang diturunkan ke dunia politik praktis dan dicalonkan sebagai legislator atau kepala daerah.
Kultur parpol pun masih sangat feodalistik.Tidak sulit untuk merasa dan melihat gaya feodal politisi Parpol. Kultur dan gaya feodal tersebut tentu hanya akan menghasilkan kader-kader partai yang pandai menjilat atasan, dan tidak kritis terhadap praktik-praktik ketidakadilan.Â
Kader-kader seperti ini tentu akan sulit mengembangkan belarasa dengan masyarakat. Mereka hanya akan menjadi pencari dan penikmat kuasa. Dalam konteks penegakan hukum, mereka  tajam ke bawah, tumpul ke atas.
Karena itu, spirit politik dinasti terus dibangun untuk melanggengkan kekuasaan. Pimpinan-pimpinan Parpol adalah raja dan ratu. Raja-ratu itu akan selalu mengedepankan orang yang membuatnya aman dan nyaman.Â
Kalau bukan kerabat, maka teman dekat, atau rekan bisnis yang dipersiapkan untuk meneruskan tampuk kekuasaan Parpol. Ukuran itu juga yang akan dipakai dalam menyeleksi kandidat yang akan dimajukan dalam bursa pemilihan.Â
Orang-orang yang dimajukan adalah orang-orang yang harus loyal atau taat (buta), yang siap menjadi "petugas partai", bukan pertama-tama pelayan masyarakat.
Lalu, kalau melihat cara-cara Parpol merebut suara masyarakat, kita patut mencemaskan masa depan demokrasi. Politik SARA, politik dinasti, politik suap, dilakukan. Artinya, segala cara dihalalkan untuk berkuasa.
Melihat realitas buram itu, tidak berlebihan kalau disebut bahwa Parpol adalah perusak demokrasi, sebab miskin moral politik. Â