Bagi banyak keluarga penyintas, tantangan ekonomi menjadi salah satu hambatan terbesar untuk pulih. Sebelum erupsi, sebagian besar keluarga di lereng Semeru mengandalkan pertanian dan peternakan sebagai sumber pendapatan utama. Namun, abu vulkanik yang tebal menghancurkan lahan pertanian mereka, memaksa mereka untuk mencari cara lain untuk bertahan hidup.
Keluarga IM dan TM menunjukkan ketangguhan yang luar biasa dalam menghadapi tantangan ini. Dengan kreativitas dan adaptabilitas yang tinggi, mereka beralih dari profesi sebelumnya dan membuka usaha kecil-kecilan di Huntap-Huntara. Sementara itu, keluarga NA masih berjuang untuk menemukan stabilitas ekonomi setelah kehilangan seluruh mata pencaharian mereka. Meskipun bantuan dari pemerintah dan organisasi non-pemerintah membantu mereka bertahan dalam beberapa bulan pertama setelah bencana, mereka menyadari bahwa dukungan ini bersifat sementara.
Ketergantungan pada bantuan ekonomi juga memiliki tantangan tersendiri. Beberapa penyintas mengeluhkan ketidakadilan dalam distribusi bantuan, di mana beberapa keluarga menerima lebih banyak bantuan daripada yang lain. Hal ini menciptakan kecemburuan sosial dan meningkatkan beban psikologis pada beberapa keluarga yang merasa terpinggirkan.
Ketangguhan yang Dibangun dari Keuletan dan Kebersamaan
Pada akhirnya, cerita tentang keluarga-keluarga penyintas erupsi Semeru adalah cerita tentang ketangguhan yang dibangun di atas keuletan dan kebersamaan. Meskipun dihadapkan pada bencana yang merenggut segalanya, keluarga-keluarga ini berhasil bangkit perlahan, menata ulang kehidupan mereka dengan bantuan pemerintah, relawan, dan sesama penyintas.
Perjalanan mereka masih panjang. Banyak yang masih tinggal di hunian sementara, menunggu kepastian tentang masa depan mereka. Namun, satu hal yang pasti: semangat untuk terus bertahan tidak akan pernah padam. Seperti yang diungkapkan oleh keluarga TM, "Kami tidak tahu kapan semua ini akan membaik, tapi kami akan terus berusaha dan berharap."
Kisah-kisah ini mengingatkan kita bahwa dalam setiap bencana, di balik reruntuhan dan kehancuran, selalu ada benih-benih harapan yang tumbuh. Ketangguhan bukan hanya tentang bertahan hidup, tetapi juga tentang kemampuan untuk bangkit kembali, menemukan makna dalam penderitaan, dan membangun masa depan yang lebih baik.
Peran Pemerintah dan Relawan dalam Membantu Pemulihan Kondisi Keluarga Penyintas
Tidak dapat dipungkiri bahwa peran pemerintah dan relawan sangat signifikan dalam proses pemulihan keluarga penyintas erupsi Semeru. Sejak bencana terjadi, berbagai pihak dari pemerintah pusat hingga daerah, serta relawan dari organisasi non-pemerintah (NGO) dan masyarakat umum, bahu-membahu memberikan bantuan untuk meringankan beban para korban.
Pemerintah, melalui Badan Nasional Penanggulangan Bencana (BNPB), Basarnas, dan Palang Merah Indonesia (PMI), bergerak cepat untuk mengevakuasi warga, mendirikan posko-posko pengungsian, serta menyediakan kebutuhan dasar seperti makanan, pakaian, dan peralatan medis. Pada saat yang bersamaan, bantuan juga datang dari berbagai kelompok relawan yang turut serta dalam memberikan dukungan logistik dan psikologis kepada para penyintas.
Salah satu bentuk dukungan paling konkret dari pemerintah adalah pembangunan Hunian Sementara (Huntara) dan Hunian Tetap (Huntap) bagi para penyintas yang rumahnya telah hancur akibat erupsi. Pemerintah daerah setempat, dengan dukungan dari BNPB, menyediakan lahan dan infrastruktur untuk relokasi penduduk yang terdampak. Hunian ini dilengkapi dengan fasilitas dasar seperti air bersih, listrik, serta perabotan sederhana yang memungkinkan keluarga penyintas untuk mulai menata kembali kehidupan mereka. Bagi banyak keluarga, bantuan ini menjadi titik awal bagi proses pemulihan ekonomi dan psikologis mereka. Salah satu contohnya adalah keluarga IM, yang setelah tinggal di Huntap, mampu membuka warung kecil untuk bertahan hidup.