Mohon tunggu...
Abdul Haris Fitri Anto
Abdul Haris Fitri Anto Mohon Tunggu... Lainnya - mengajar, meneliti, mengabdi

A happy hubby who loves camping, singing, and watching football

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Belajar dari Fleksibilitas, Strategi Coping, dan Spiritualitas para Keluarga Penyintas Erupsi Semeru

13 November 2024   13:15 Diperbarui: 14 November 2024   19:32 44
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sumber: koleksi pribadi

Pengantar: Ketangguhan yang Teruji di Tengah Bencana

Ketika Gunung Semeru di Jawa Timur meletus pada Desember 2021, ribuan keluarga terpaksa kehilangan rumah, mata pencaharian, dan anggota keluarga. Bencana ini bukan hanya membawa dampak fisik yang menghancurkan, tetapi juga tantangan psikologis yang luar biasa bagi para penyintas. Namun, di tengah puing-puing, keluarga-keluarga di wilayah ini menunjukkan ketangguhan yang luar biasa, mempertahankan harapan dan beradaptasi untuk memulai kehidupan baru. Dalam artikel ini, kita akan mengeksplorasi tiga faktor utama yang menjadi penentu ketangguhan keluarga penyintas Semeru: fleksibilitas dan adaptasi kultural, strategi coping dalam menghadapi bencana, serta praktik keberagamaan dan dukungan spiritual.

Fleksibilitas dan Adaptasi Kultural: Menjalani Peran Baru dalam Kehidupan yang Baru

Keluarga-keluarga penyintas erupsi Semeru menunjukkan kemampuan luar biasa dalam beradaptasi dan menjalani peran baru setelah bencana. Fleksibilitas memainkan peran penting ketika individu dalam keluarga beradaptasi dengan peran yang berbeda, baik dalam memenuhi kebutuhan ekonomi maupun dalam mengelola tanggung jawab keluarga.

Sebagai contoh, beberapa keluarga yang sebelumnya bergantung pada pekerjaan di sektor pertanian atau peternakan harus beralih ke pekerjaan lain setelah kehilangan lahan dan hewan ternak mereka. Bagi keluarga IM yang diwawancarai, keputusan untuk membuka warung kecil di tempat tinggal baru mereka merupakan contoh dari kemampuan beradaptasi dengan perubahan yang signifikan. Begitu pula keluarga TM, yang beralih ke usaha menjual makanan olahan demi mempertahankan perekonomian keluarga. Kemampuan untuk menerima dan menyesuaikan diri dengan kondisi yang berubah ini tidak hanya membantu mereka untuk bertahan, tetapi juga memberikan stabilitas yang dibutuhkan oleh anggota keluarga lainnya, terutama anak-anak.

Selain adaptasi ekonomi, nilai-nilai kultural dan sosial yang ada di komunitas turut menjadi faktor penting dalam membentuk fleksibilitas. Budaya saling mendukung dan komunitas yang erat telah menjadi sumber kekuatan bagi banyak keluarga di daerah ini. Relasi sosial yang kuat membantu mereka dalam berbagi beban, sehingga adaptasi dengan kehidupan yang baru menjadi lebih ringan karena adanya dukungan kolektif dari tetangga dan masyarakat sekitar.

Strategi Coping dalam Konteks Bencana: Mengelola Stres dan Trauma

Setiap keluarga penyintas erupsi Semeru mengembangkan strategi coping atau mekanisme bertahan yang berbeda dalam menghadapi dampak dari bencana. Strategi ini termasuk upaya untuk mengelola stres, trauma, dan tekanan ekonomi yang dihadapi pasca-bencana.

Dalam konteks bencana seperti ini, coping berfungsi sebagai pelindung emosional dan psikologis bagi setiap anggota keluarga. Coping yang efektif mencakup kemampuan untuk tetap optimis, menghadapi masalah dengan strategi yang terencana, serta menjalin komunikasi yang baik di antara anggota keluarga. Bagi keluarga NA, komunikasi menjadi sangat penting dalam menjaga ketenangan emosi. Keluarga ini mendorong keterbukaan di antara anggota keluarga, terutama untuk anak-anak yang merasakan trauma akibat perubahan drastis dalam hidup mereka.

Selain itu, coping dalam bentuk perencanaan jangka panjang juga dilakukan oleh keluarga-keluarga ini. Mereka memiliki rencana dan harapan untuk masa depan yang lebih baik, baik dalam konteks membangun kembali rumah atau mencari mata pencaharian yang lebih stabil. Coping dalam bentuk pengelolaan keuangan juga menjadi kunci untuk menjaga stabilitas ekonomi keluarga. Misalnya, keluarga TM mengelola keuangan dengan hati-hati, memastikan prioritas pada kebutuhan penting dan menyisihkan sedikit dana untuk masa depan.

Strategi coping yang kuat ini membuktikan bahwa ketangguhan mental tidak hanya soal bertahan dalam krisis, tetapi juga kemampuan untuk tetap melihat masa depan dengan optimisme, bahkan di tengah kondisi yang penuh ketidakpastian.

Praktik Keberagamaan dan Dukungan Spiritual: Mencari Ketenangan di Tengah Kesulitan

Bagi banyak keluarga penyintas, keyakinan agama dan praktik keberagamaan memberikan dukungan yang kuat dalam menghadapi kesulitan pasca-bencana. Di daerah ini, kehidupan sehari-hari yang kaya akan aktivitas keagamaan, seperti pengajian dan tahlilan, memberikan kenyamanan dan ketenangan batin. Bagi keluarga NA, mengikuti doa bersama dan kegiatan keagamaan lainnya membantu mereka untuk menjaga keseimbangan emosional dan merasa tidak sendirian dalam menghadapi situasi sulit.

Keyakinan agama membantu keluarga-keluarga ini untuk melihat bencana sebagai ujian yang harus dihadapi dengan sabar. Keyakinan ini memberikan makna yang mendalam, memungkinkan mereka untuk menerima keadaan dengan ketenangan hati. Selain itu, komunitas keagamaan di Huntap-Huntara juga menjadi sumber dukungan sosial. Interaksi sosial ini memperkuat ikatan di antara penyintas dan menciptakan rasa persaudaraan yang kokoh, yang menjadi penopang dalam menghadapi tantangan sehari-hari.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun