Mohon tunggu...
Abdul Haris Fitrianto
Abdul Haris Fitrianto Mohon Tunggu... -

Trying to improve my writing skill ^^

Selanjutnya

Tutup

Filsafat

Syahadat: Revolusi Kesadaran

12 Maret 2013   14:22 Diperbarui: 24 Juni 2015   16:55 133
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Fase kesadaran ini berdiri diatas konstruksi kesadaran sebelumnya, sehingga penjelasan kesadaran ini harus digabungkan dengan kesadaran Laa Illa. Jika fase ini digabungkan dengan fase sebelumnya, maka bacaannya menjadi Laa ilaaha illallaa. Tiada tuhan selain Allah.

Individu dengan kesadaran ini telah sampai pada suatu pemahaman akan eksistensi Tuhan (dengan "T" besar) yang melampaui tuhan - tuhan ( dengan "t" kecil, untuk tidak menyebut sebagai tuhan berhala) yang telah disangkalnya dalam kesadaran atheistik.

Penulis percaya, bahwa Allah senantiasa memanggil-manggil manusia untuk selalu menuju kembali padaNya. Sebagaimana manusia yang sejatinya mempunyai kemampuan untuk menerima dan menyadari panggilan tersebut melalui hati kecil mereka. Hanya saja, apakah setiap manusia mempunyai kesiapan untuk menerima isyarat dari Allah? Manusia yang baru sampai tingkat kesadaran Laa Illa belum mampu menerima isyarat ini (atau telah mampu menerima isyarat, tetapi salah dalam memaknai isyarat tersebut), tetapi pada manusia yang telah memuai melampai kesadaran tersebut, mereka mampu menangkap isyarat yang dikirimkan Allah melalui hati kecil, dan memaknainya dengan benar. Sehingga dapat dikatakan kesadaran pada level ke-dua manusia mampu melampaui, mengkritisi, mengevaluasi tuhan – tuhan berhala, dan menangkap sinyal – sinyal tentang adanya Yang Wujud, Yang Maha melampaui tuhan - tuhan kecil. Pada kesadaran ini pula, dalam sejarah umat manusia, dapat kita pahami bagaimana agama – agama dan berbagai aliran kepercayaan lahir: Kesemuanya mengkonfirmasi akan kehadiran Tuhan, walaupun dalam istilah dan artikuasinya berbeda - beda.

Tetapi kesadaran akan Tuhan bukanlah akhir karena hal tersebut masih menyiratkan dikotomi manusia-Tuhan. Kesadaran tersebut belum sampai pada level transenden dimana manusia telah selesai dengan dirinya sendiri dan kembali menyatu dalam kehendakNya.

Fase Muhammadan rasulullah

Individu yang telah selesai dengan fase ke-dua dan tidak didera fiksasi, kesadarannya memuai sampai pada kesadaran ke-tiga: Muhammadan rasulullah. Fase inilah yang menegaskan Teologi Islam dan membedakannya dengan Agama lain. Fase ini ditandai dengan pengakuan bahwa Muhammad bin Abdullah adalah utusan Allah.

Untuk memahami fase ini, penulis menjelaskan melalui dua sub-fase yaitu: (1) Muhammad dan (2) Muhammadan Rasulullah. Sub-fase pertama menguraikan Muhammad sebagai personal dan imanen, sedangkan sub-fase kedua Muhammadan Rasulullah yaitu Muhammad sebagai transpersonal dan transenden.

Sub-fase pertama menyiratkan bahwa Muhammad juga manusia biasa yang terikat oleh hukum-hukum fisiolois, biologis, dst, sama seperti manusia lainnya. Tetapi dalam imanensinya tersebut, Muhammad menunjukkan diri sebagai personality yang kuat melawan dorongan – dorongan wadag. Pribadi yang berintegritas. Intinya, Muhammad mampu menguasai dirinya –Selesai dengan dirinya. Pada titik ini, Muhammad merealisasikan dirinya menjadi Rasulullah. Transformasi dari yang personal menjadi transpersonal, dari yang imanen menjadi transenden.

Pada titik ini, kepentingan transpersonal mengambil alih kepentingan – kepentingan personal Muhammad. Kepentingan – kepentingan yang tidak berorientasi pada diri personal, tetapi pada kepentingan seluruh makhluk, ini berarti ibadah horizontal. Pada titk ini pula, Muhammad memuai melampaui dikotomi manusia-Tuhan dengan mentransendensikan diri, meleburkan diri dalam KehendakNya ini juga berarti ibadah vertikal.

Bertolak dari penjelasan dua sub-fase tersebut, kesadaran fase ketiga berdiri diatas dimensi personal dan imanen yang masih eksis dalam kesadaran fase ke-dua. Kesadaran tingkat ke-tiga baru dapat dialami jika individu telah selesai dengan probem diri personal dan imanensinya sebagaimana Muhammad. Sedangkan kesadaran tertinggi, adalah kesadaran yang melampaui imanensi dan personalisasi untuk “menyatu” dengan kehendakNya yang telah dibisikkan ketika didalam kandungan.

Fase ketiga juga menyiratkan bahwa untuk menuju padaNya, jalan terbaik adalah Melalui teladan Muhammad sang kekasih Allah. Kisah Muhammad baik Muhammad sebagai pribadi maupun sebagai Rasulullah, adalah petunjuk kunci menuju kesadaran tertinggi (The highest consciousness).

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Filsafat Selengkapnya
Lihat Filsafat Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun