Bayu sedikit demi sedikit mulai tertarik melihat karakter Nayla. Dari penampilannya yang sederhana, sandal dan sepatunya yang umurnya sudah selama masa kuliah Nayla, sampai Nayla yang tidak mempunyai ponsel di zaman seperti sekarang, semua itu sangat berbeda dengan karakter wanita yang pernah ia temui. Meski apabila dilihat, wajah Nayla sebenarnya biasa saja. Wajahnya bahkan sangat jauh apabila dibandingkan dengan paras Sasha. Tetapi semua hal itu tidak bisa menghalangi perasaan yang mulai mekar di hati bayu.
Alur Cerita yang Kompleks
Senja Terbelah di Bumi Surabayatermasuk novel yang sulit ditebak alur ceritanya. Di awal-awal cerita, pembaca pasti mengira kalau pelaku pengiriman surat ancaman pasti orang yang berhubungan dengan Teguh Surya. Tetapi di tengah cerita, muncul dugaan lain kalau pengirim ancaman itu Sasha karena ia pernah tiba-tiba menyinggung soal mawar kepada Bayu. Belum lagi pemikiran Marissa, Mama Bayu, yang menduga bahwa pengancam itu adalah orang dalam perusahaan Dirgantara sendiri.
Menjelang akhir novel, peresensi sempat merasa penasaran tentang bagaimana Eni akan mengakhiri novelnya itu. Rasa penasaran itu muncul karena meski ceritanya hampir selesai, Bayu belum menemukan Teguh Surya dan penyelidikan pengirim surat ancaman masih jauh dari titik temu. Tetapi pada akhirnya, semua rasa penasaran itu terjawab. Dan meski jawaban itu ada pada pada tiga bab terakhir novel ini, atau hanya pada 35 halaman dari novel yang tebalnya mencapai 400 halaman ini, tetapi Eni bisa mengakhirinya dengan cukup apik dan tidak terkesan tergesa-gesa.
Pembaca akan menemukan banyak kejutan ketika membaca Novel ini. Mulai dari terungkapnya Bayu yang ternyata bukan anak kandung keluarga Dirgantara, Marissa yang pernah menjadi sahabat istri simpanan Dirgantara dan pernah pula hampir mati karena ulah mereka berdua, Nayla yang ternyata mengenal Teguh Surya meski dengan nama yang berbeda, sampai siapa identitas pengirim surat ancaman.
Mengenai pengirim surat ancaman, penulis novel ini seperti ikut “bersekongkol” dalam menyembunyikan identitas pengirim itu. Dalam menulis novelnya, Eni menggunakan cara bercerita “orang ketiga” yang tahu segalanya. Biasanya, orang ketiga sangat jujur dalam menarasikan cerita dan mengetahui semua isi hati, pikiran, dan perasaan para tokoh yang diceritakannya. Tetapi Eni ternyata memilih untuk ikut “tertipu” sandiwara yang dimainkan pengirim surat ancaman. Baru pada menjelang akhir cerita, Eni benar-benar jujur dalam mengungkakan pikiran pengirim surat ancaman ketika ia dengan sendirinya membuka kedoknya di depan mama Bayu.
Secara keseluruhan, novel ini sangat menarik dibaca. Tidak semua novel bisa membuat pembaca merasakan apa yang sedang dirasakan tokoh yang diceritakan. Dan Eni ini bisa membuat pembaca merasakan hampir semua perasaan yang dialami semua tokoh dalam novel Senja Terbelah di Bumi Surabaya ini.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H