Mohon tunggu...
Hari Bagindo Pasariboe
Hari Bagindo Pasariboe Mohon Tunggu... Ilmuwan - Statistician @ Indonesian Statistics

born and raised in Jakarta, statistician at National Statistics Office, focus environmental and social resilience statistics. former teacher, marketer, facilitator

Selanjutnya

Tutup

Pendidikan

Experiential Learning Education/Pendidikan Berbasis Pengalaman

27 Oktober 2014   20:08 Diperbarui: 17 Juni 2015   19:33 454
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Gadget. Sumber ilustrasi: PEXELS/ThisIsEngineering

e:hari.bagindo@gmail.com

Sekilas Experiential Learning Education

Now I know the secret of making the best person! is to live in open air, to eat and sleep with the earth!

favourite quotes

Pengantar

Experiential Learning Education apaan lagi nih!

Pernyataan spontan seperti di atas kerap sekali menjadi respon pertama yang keluar untuk sebuah ketidak tahuan dan untuk sesuatu yang baru atau asing di telinga pendengar dan pembaca.

Secara hurufiahnya "Experiential Learning Education" kira-kira artinya pendidikan yang  mendasari metode pengajarannya melalui  "pembelajaran via Pengalaman" yang sering kali memanfaatkan aktivitas  di luar ruang alias alam sebagai media beraktivitas.

Sejatinya Experiential Learning Education bukanlah barang baru.  John Dewey ((1859-1952), merupakan tokoh pendidikan dan penggas dan pemikir metode pembelajaran "belajar via pengalaman".

Metode pendidikan Experiential Learning di Indonesia juga tidak kalah berkembang.  Kira-kira dimulai dengan hadirnya  Outward Bound Indonesia (OBI) yang di dirikan pada tahun 1990. Bahkan Indonesia sudah memiliki sebuah asosiasi yang menaungi para penggiat dan praktisi Experiential Learning Education dalam wadah Assosiasi Experiential Learning Indonesia (AELI) yang berdiri akhir tahun 2006 dan secara resmi di awal tahun 2007. Beberapa tokoh yang menginisiasi berdirinya AELI antara lain Enda Mulyanto (Pelopor Adventure Camp, PAC), Robby Seahan (OBET Nusantara), Rovino (Ono, Kampoeng Pasir Randu), Kresno Wiyoso (Inong, Tanah Tingal), Yuniga Fernando (Ega, Pancawati Outdoor Training), Soelistyo Winarno (Soel, Praktisi EL) dan F. Rahardi (Wartawan)

Menyampaikan Pesan melalui Experiential Learning Education

Secara umum program pembelajaran dengan metode experiential learning tidaklah sulit.

Secara umum facilitator akan betul-betul memperhatikan tahapan-tahapan  perkembangan kelompok. Tahapan perkembangan kelompok biasanya di mulai dengan ice-breaking  (pencairan suasana). Ice-breaking idealnya dilakukan dua tahap, tahap pertama dilakukan pada kelompok besar, ketika para peserta pertama kali tiba di lokasi training, biasa digunakan lapangan yang besar dengan tujuan untuk beradaptasi dengan lingkunan baru, dengan diri sendiri dan dengan rekan-rekan yang lain. Yang kedua, ice breaking  dilakukan pada kelompok yang lebih kecil (terdiri 8-12 orang).

Kelompok-kelompok yang lebih kecil dibentuk setelah ice-breaking kelompok besar dan mulai melakukan berbagai aktivitas/pengalaman sesuai dengan tujuan training/pelatihan tersebut. Secara umum aktivitas yang dilakukan dalam kelompok kecil antara lain: ice breaking, dinamika kelompok, problem solving, pemilihan ketua kelompok, yel-yel dan kompetisi atau challenge antar kelompok.

Penggalian nilai belajar dilakukan oleh facilitator kelompok dan facilitator kelompok besar sehingga peserta memperoleh nilai belajar yang sama. Metode penggalian nilai belajar ini mulai dari apa yang di sebut: "methaphoric transfers sampai let the mountain speaks it self!".

Refleksi nilai belajar peserta kelompok biasanya di tuangkan melalui pembuatan komitmen dalam bentuk : story board, comics, pohon harapan,dsb.

Kesimpulan

Secara ringkas metode pembelajaran experiential learning dapat di sarikan menjadi sebuah metode pembelajaran yang berbasis luar ruang, berbasis dinamika kelompok, berbasis pengalaman yang melakukan pembentukan nilai- nilai baru melalui melalui pergeseran paradigma berfikir melalu rangkaian pembangunan aktivitas-aktivitas pembentuk pengalaman baru  yang terukur terstruktur dan terbatas waktu yang mempertimbangkan aspek keselamatan sehingga melalui pengalaman baru, nilai belajar digali, dan nilai baru ditawarkan sebagai alternatif cara pikir dan tindak yang lama.

Demikian sekelumit pengetahuan penulis terkait Experiential Learning Education.

Salam Hangat

Hari Bagindo

Catatan:

- Penulis aktif dalam aktivitas luar ruang dalam wadah (Mahasiswa Pencinta Alam (WAPEALA) Universitas diponegoro 1998-2003)

-Marketing dan facillitator Pelopor Adventure Camp 2006-2007

-Praktisi Experiential Learning Education

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Pendidikan Selengkapnya
Lihat Pendidikan Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun