e:hari.bagindo@gmail.com
Kolam susu=Ketahanan Pangan
Bicara tentang ketahanan pangan, pikiran saya langsung teringat dengan sebuah lagu yang dipopulerkan oleh Koes Plus yang berjudul Kolam Susu. sepotong syair pada lirik lagu berkata " Orang bilang tanah kita tanah surga. Tongkat kayu dan batu jadi tanaman ..."
Tanah surga kata kunci utama yang saya tangkap dari potongan lagu diatas. Kondisi jaman Koes Plus ketika lagu ini begitu merdu di nyanyikan dan sangat enak di dengarkan sudah jauh sekali dengan potret kekinian ketersediaan pangan di Indonesia.
Sektor pertanian sebagai penyedia hajat hidup orang banyak (pangan) selama beberapa dekade terakhir bagaikan anak tiri. Dukungan terhadap sektor pertanian termasuk dukungan politik, ditambah oleh banyaknya mafia impor komoditas pertanian membuat harga semakin tinggi dan hampir tak terjangkau.
Joko Widodo dan Swasembada Pangan (Masih laku???)
Mengawali pemerintahannya, Presiden Joko Widodo mengangkat isu ketahanan pangan. saya melihat hal ini sebagai suatu bentuk pengakuan bahwa Indonesia telah masuk kedalam krisis pangan yang akut. Mudah saja membaca tanda-tanda antara lain:
1. Indonesia mengimpor hampir segala jenis tanaman pangan, mulai dari beras dari Thailand, kacang kedelai,
sayur, buah-buahan, ikan, daging sapi, jagung, tepung terigu, bahkan garam pun di impor. kata kuncinya impor pertanian tak terkendali.
2.Inovasi pertaniannya yang sangat banyak. sebatas kertas kerja tapi tak masuk ke industri.
3. Jumlah sarjana pertanian yang melimpah. Indonesia tercatat memiliki mahasiswa pertanian dan sarjana pertanian terbanyak di dunia.
4. Beberapa produk pertanian, Indonesia menjadi pengekspor produk pertanian terbesar meskipun produktivitas pertaniannya rendah. Ambil contoh kelapa (cocos nucifera).
5. Tidak ada produk pertanian baru yang dikembangkan oleh otoritas pertanian sejak Indonesia merdeka selain produk pertanian warisan kolonialisme.
Lebih lanjut basis data ekspor impor pertanian dapat di akses di:http://database.deptan.go.id/eksim/index1.asp
Mengamati impor produk pertanian berdasarkan link diatas dapat di lihat bahwa impor komoditas pertanian selain nilainya yang besar juga komoditas pertanian yang seharusnya tidak impor ternyata kita melakukan impor dalam jumlah yang cukup besar seperti bawang merah, bawang putih. ada sekitar 135 jenis impor komoditas pertanianyang terdiri subsektor pertanian 16 komoditas pertanian, subsektor hortikultura 54 komoditas, subsektor perkebunan 30 komoditas dan peternakan 35 komoditas.
Belajar dari masa lalu
Kita pernah swasembada pangan pada era Presiden Soeharto pada rentang waktu 1965-1985-an. Hal itu terjadi karena kokohnya pembangun pertanian kala itu. Kelemahannya, meskipun swasembada pangan dicapai tahun 1984, tetapi sisi kesejahteraan petani tetap miskin, jalur distribusi dan perdagangan komoditas pertanian tidak disiapkan dengan baik., sehingga kesejahteraan penduduk Indonesia yang dulu mengutamakan sektor pertanian tetap tidak berubah alias susah dan miskin.
Swasembada komoditas pangan dikumandangkan lagi oleh Presiden Joko Widodo semoga tidak semakin jauh dari realitas. Produksi beras, jagung, kedelai, gula dan daging dalam negeri yang sudah tak lagi mampu memenuhi kebutuhan penduduk. Karena itu, impor komoditas pangan tak dapat dihindarkan dan bahkan kini disusul impor buah dan sayuran.
Bahkan pertumbuhan ekonomi nasional yang dinyatakan berhasil ternyata tidak dapat mengatasi masalah pedesaan. Masyarakat pedesaan dihadapkan pada sempitnya lapangan kerja dan rendahnya pendapatan dari pertanian. Ini bila dibandingkan dengan pendapatan rata-rata nasional, apalagi pendapatan dari sektor industri dan jasa. Petani Indonesia bercirikan petani rakyat, lahan kecil, produktivitas rendah, tidak memiliki kapasitas melakukan perdagangan antar daerah dan tidak melek teknologi informasi.
Dalam konteks dan suasana kebatinan yang sepertinya tanpa harapan, mati suri, mimpi suram di masa depan Joko Widodo mencoba membunyikan dan menghidupkan sektor pertanian yang masih menjadi pilihan hidup banyak penduduk Indonesia.
Thailand
Thailand sebuah negara di Asia Tenggara, negara monarki, sering mengalami kudeta, dan berkonflik dengan negara tetangga. Indonesia berperan besar dalam menjadi mediator konflik antara Thailand dan Kamboja dan berhasil mendamaikan dan menciptakan stabilitas kawasan Asia Tenggara.
Bukan itu yang mau saya sampaikan tentang Thailand. Yang mau saya sampaikan Thailand negara eksportir produk pertanian yang berhasil di Dunia. Jika kita pernah ke Thailand, harga makanan tergolong murah dan terjangkau. Mata uang Thailand, Bath sangat stabil nilai tukarnya terhadap dolar Amerika ( $US) kondisi ini sangat bertolak belakang dengan Indonesia yang nilai tukarnya sangat mudah diombang-ambingkan. Neraca perdagangan Indonesia dengan Thailand, Indonesia mengalami defisit perdagangan akibat import Honda Jazz dari Thailand. Harga bahan bakar (blue gasoline 91 Rp. 12.453) di Thailand di jual dengan setara sekitar 12.000-13.000 rupiah. Thailand mengharamkan subsidi, sehingga masyarakatnya relatif mandiri.
Entah berapa lama yang diperlukan agar kita boleh membeli bahan makanan dengan harga yang terjangkau dan nilai tukar rupiah yang stabil sehingga segala macam aktivitas perekonomian dapat berjalan lebih stabil dan terkendali.
Selamat Berjuang!
Salam Hangat
Hari Bagindo
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H