Beragam wabah sudah Indonesia nikmati sebagai tantangan untuk segera mengakhirinya. Terbukti Pemerintah selalu hadir, memastikan  penyediaan dana penanggulangan yang tidak kecil jumlahnya!
Tujuanya menyelamatkan dua hal penting, kesehatan rakyat beserta system ekonomi..
Ingat, Tahun 1714-1767, Malaria menyebar di Malang, Semarang, Jogya, Surakarta, Surabaya, dan Batavia. Puluhan ribu nyawa melayang. Pemerintah Hindia-Belanda segera memberlakukan karantina wilayah.
Di Tahun 1821, ada wabah Kolera, menyerang wilayah Batavia, Cirebon dan Surabaya. Malah di Tahun 1910-1911, Kolera menyebabkan sekitar 10 ribu nyawa warga melayang. Vaksinnya baru tersedia di Tahun 1911, Pemerintah segera melaksanakan Vaksinasi massal yang butuh modal besar.
Tahun 1918-1921, ada wabah influenza merenggut hampir 4.37 juta jiwa nyawa rakyat Jawa-Madura. Pemerintah juga melakukan langkah karantina wilayah.
Selanjutnya, di tahun 1911-1934 merebaknya wabah PES yang masuk ke Nusantara, lewat kutu tikus yang hidup di beras impor asal Vietnam.
Nah di tahun ini 2020 saat ini, wabah Covid-19 merebak di Nusantara. Korbannya banyak! Coba cek!
Lantas, wajar Pemerintah menjadi harapan untuk bisa mengakhiri Pandemi ini, dari sisi kesehatan jiwa dan ekonomi masyarakatnya.
Hal tadi sudah ditunjukkan dengan hadirnya aturan PSBB dan Kebijakan populis kepada  masyarakat berupa subsidi dan bantuan masyarakat terdampak Pandemi.
Bayangkan, ada Rp 405.1 Trilliun disediakan Pemerintah untuk menanggulangi dampak Covid-19!
Jika dibreakdown, Rp 75 Triliun dibagikan untuk hal penaggulangan Kesehatan, Rp 110 Triliun untuk biaya jaring pengaman sosial, dan juga Rp 70.1 Triliun untuk hal stimulus perpajakan dan  kredit usaha rakyat.
Terpenting adalah terdapat juga dana Rp 150 Triliun untuk pemulihan ekonomi Nasional.
Artinya, sisi ekonomi diharapakan menjadi tulang rusuk negara, yang harus tegak setelah Pandemi? Disinilah klimaksnya!
Seperti pepatah mengatakan, ada gula ada semut, dalam segala kebijakan populis terutama penanganan dampak bencana, selalu tersedia dana besar, biasanya  menyisakan permasalahan di lapangan, seperti pendistribusian.
Namun pertanyaannya lagi, apakah dana yang besar, akan cukup dibagi rata untuk semua masyarakat luas terdampak? Kebijakan populis apapun tentu tidak akan bisa menaksir jumlahnya bakal cukup apa tidak, akan terasa kurang terus!
Uang adalah raja? Yang bisa menjadi pengerak semua rencana dan bisa menjadi indikator penjamin keberhasilannya? Lantas bagaimana jika uang di kantong ngepas dengan kebutuhan lain yang juga urgent? Ya dikelola dengan benar dong!
Dalam praktiknya, kebijakan populis yang mengebu-gebu dengan program subsidi besar-besaran bisa menjadi antithesis dari arah kebijakan ekonomi yang kuat, yang malah bisa mengancam Stabilitas Sistem Keuangan (SSK) negara, jika diumbar.
Nah dalam mencapai sasaran SSK Negara yang bisa teruji dalam meredam penaggulangan berbagai Bencana apapun, perlulah didukung jua dengan perilaku masyarakat yang sejalan dengan visi penyelamatan SSK dalam ring keluarga dahulu.
Terutama ya di masa Pandemi ini, dimana masing-masing kita diharapkan bisa menemukan cara cerdas hidup di tengah Pandemi.
Kredit, masalah atau solusi buat kita-kita?
Teringat, di awal Ramadhan lalu, seorang Staff-Bank, menghubungi saya. Mbaknya -si penelfon- ingin menawarkan penyaluran pinjaman kredit Bank kepada saya.
Prosesnya -katanya- dibuat mudah, verifikasi data dilakukan via telpon saja, dan hanya menyerahkan syarat formalnya kemudian via e-mail saja.
Hati saya, terambung, dan bertanya kok semudah itu mendapatkan pinjaman dari Bank? Mbaknya lantas menjawab, jika saya adalah nasabah prioritas di Bank tadi untuk menyalurkan kebijakan penyaluran Kredit dari Bank tadi pada periode kali ini.
Seketika saya bisa kok menerka jawabnya dalam hati, mungkin saya adalah nasabah yang selalu aktive membayar kredit apa saja pada Bank itu, tepat waktu, sebelum masa Pandemi.
Ditambah saya masih menyisakan dana aktiv tabungan dan investasi deposito dengan jumlah 'lumayan' sejak dahulu.
Hal tadi mungkin menjadikan kepercayaan Bank atas tawaran pinjaman Kredit dengan syarat mudah kepada saya?
Namun, saya jua masih beruntung mampu mengatakan 'belum perlu' dulu ah kepada mbaknya atas tawaran pinjaman tadi. Dikarenakan dana yang ditawarkan lumayan banyak dan saya merasa belum memiliki rencana yang jelas digunakan untuk memutarnya di masa Pandemi sekarang ini.
Jika hanya  menuruti hatih, bisa saja sebenarnya,  saya gunakan kredit tadi  untuk menambal modal kinerja usaha suami saya atau -malah- memanjakan konsumsi menghadapi lebaran tahun ini bersama keluarga. Eman,sih!
Lantas, meski tawaran itu datang lagi kedua kalinya, lagi-lagi saya masih belum bisa jawab iyes deh. Saya terlihat sombong kali ya?
Sebagai ibu rumah tangga yang bertugas menjaga SSK dalam lingkup rumah tangga, bisa saja merasakan ruwet dengan kondisi ini! Apalagi harus mengelola hutang baru, guna menambal keinginan di tengah pandemic yang sungguh  tidak pasti ini.
Yaa dalam hati saya bergumam,pasti ruwet-lah jika menjadi Menteri Keuangan? Hemm, hutang itu memang perlu sih, tapi?
Namun jika dipikir, ya poinnya saya memiliki kenikmatan, bisa memanen rasa kepercayaan Bank yakan? Dimana, bisa saja orang lain saat ini malah berlomba memburu dana-kredit apa-saja untuk menutupi segala kebutuhannya dan kewajibannya. Tapi apa Bank mau?
Menggali  Inspirasi Baru atau terus mengharap Pemerintah?
Covid-19 sudah menyandra seluruh aktivitas kita. Selain mengancam Kesehatan, juga menghantam roda ekonomi kita hari ini, bisa-bisa masa depan kita.
Namun di tengah ketidakpastian usaha dan pendapatan kami, tentu saja menjadikan alasan utama, untuk -sementara- menolak hutang dulu deh.
Sebagai seorang guru swasta, yang jua terdampak, dan harus stay-safe di rumah. Syukurlah ada beragam cara yang saya lakukan  mensiasatin hal itu.
Menunggu uluran bantuan Pemerintah juga sangat naif bagi saya. Karena melihat banyak sekali orang yang sangat membutuhkan jua bantuan itu.
Terlebih saya percaya, dana -apalagi bantuan itu- tidaklah akan pernah cukup menjangkau semua lapisan masyarakat! Terlebih lapisan menengah seperti saya.
Nah kemudian inspirasi berdagang kecil-kecilan itu muncul dan telah menjadikan inspirasi baru yang saya lewati beberapa pekan di masa Pandemik ini.
By the way, saya berjualan es buah dan aneka makanan sederhana yang saya buat sendiri dan saya kepul dari orang lain di depan rumah.
"Sebagai mahluk beragama, dalam keyakinan yang saya anut, yaitu Islam dan sebagimana disebutkan di dalam kitab suci Al-Quran, Tuhan akan menguji setiap manusia. Namun di dalam kesulitan pasti ada kemudahan" Sri Mulyani, Acara Rosi, (14/5)
Namun ya tentu, itu semua, melewati banyak perenungan untuk mengakali penjualannya agar tidak terlihat itu-itu bin terpaksa! Mau tahu cara sederhana itu?
Pertimbangan pertama, Saya mencoba mengerti betul perubahan perilaku di masa Pandemi ini ya, dimana tentu kita semua bakal mengerti jika, kebutuhan pokok kita saat ini adalah, makanan dan juga berkaitan Kesehatan.
Oleh sebab itu saya memilih berjualan makanan seperti kue-kue sederhana dan makanan bungkus yang 'enak dan murah' bakal menjadi magnet penjualan.
Kedua, tentu saja, penjualannya harus berada pada medium digital. Dimana aturan pembatasan social yang diberlakukan Pemerintah, tidak akan menjadi alasan lagi akan lesunya penjualan tadi. Kita bisa berjualan lewat media social, plus memberikan layanan kurir dalam satu pembayaran.
Ketiga rasa Empati, dengan menjual makanan, dan minuman bisa saja kita ikut berempati pada kondisi saat ini kan?
Sembari menjual kue, saya juga bisa konsisten mendonasikan beberapa potong kue/makanan yang bisa disumbangkan untuk takjil di Masjid. Sehingga tujuan kita berusaha apa saja, bisa menjadi berkah dengan berbagi sesama. Dimana kita percayakan? Jika bersedakah bisa membuka pintu rejeki kita lebar-lebar.
Nah dengan 3 pertimbangan itu, bisa menjadi inspirasi sederhana saya, dalam bertahan di tengah Pandemi untuk menguatkan SSK Keluarga, dan menunda menerima Kredit -sementara- meski kebetulan gampang saya dapatkan.
Hasilnya not bad-lah, untuk bertahan, tanpa mengharap bantuan siapapun, dan malah bisa berbagi lagi, dengan lainnya!
Kredit, Makroprudensial, dan SSK
Kredit-Debet adalah proses cashflow roda ekonomi. Dengan pengelolaan kredit yang baik tentu bisa -harusnya- menumbuhkan pendapatan positif, yang mencatatkan nilai ekonomi yang baik.
Nah saya pikir, dalam konteks itu, aktivitas kredit menjadi nyawa aktivitas ekonomi, yang biasa dijalankan Perbankan sebagai instrument SSK. Dan bukan hal tabu!
Namun, tentu keseimbangan aktivitas kredit di tengah masyarakat-pun harus dikontrol, tidak boleh tinggi atau rendah. Di sinilah kebijakan Makroprudensial berperan, melalui pembatasan-pembatasan kredit.
Nah dalam masa Pandemi ini, Makroprudensial diuji, dimana pemberian kredit masyarakat di tengah Pandemi ini juga harus diseimbangkan, agar tidak menyebabakan gagal-bayar, yang bisa memunculkan krisis keuangan baru.
Pemberlakukan tinggi-rendah suku bunga juga disesuaikan agar proses debet-kredit Perbankan bisa efektif.
Nah, dalam konteks SSK, saya mau menarik lagi istilah kepercayaan bank di atas, untuk membuat simpulan sederhana. Dimana kepercayaan tadi bisa menjadikan indicator positif pondasi ekonomi.
Jika kepercayaan Bank menguat-dominan kepada masyarakat, tentu saja bisa menggambarkan, hak dan kewajiban para debitur Bank berjalan postif. Dan itu turut memaksimalkan pondasi SSK kita, dari ancaman gagal-bayar.
Nah bisa kita bayangkan, jika tanda-tanda Pandemi berakhir dan mendapatkan kepastian usaha? Dimana modal kepercayaan Bank tadi bisa menjadi asset, agar  kita bisa bangkit Kembali menggarap usaha apa-saja yang tersandra Covid-19 sekarang ini.
Dengan banyak menggali inspirasi di musim Pandemi ini, tentu akan menambah lagi koleksi ide-ide usaha baru, yang nanti diperkuat oleh modal usaha yang mudah diberikan Bank sebagai penggerak ekonomi.
Nah poinnya sih, kredit/hutang dan Inspirasi akan saling bersinergi kok, untuk bersama bangkit menyambut berakhirnya Pandemi ini nanti-kan?
Tanpa harus menunggu bantuan Pemerintah, terutama kepastian ketersediaan lapangan pekerjaan yang pasti membutuhkan waktu lama untuk bangkit. Beruntunglah, kita bisa bangkit lebih-dahulu.
Saya mau katakan, tetaplah memegang kepercayaan Bank dengan cara memenuhi semua hak dan kewajiban kita sebagai debitur selama mampu, sekarang dan nanti.
Harapanya, akan bisa memberikan hal positif, utamanya memutar laju roda ekonomi yang dibangun dari inspirasi-inspirasi kita di masa sulit, untuk menghadapi Pandemi apa-saja sekarang dan nanti
Artinya lagi, Pemerintah pasti akan terbantu dengan perilaku cerdas masyrakat mengelola hutang dengan cermat, dan terus menggali inspirasi untuk segera bisa berdampingan dengan Pandemi apa-saja di masa akan datang dalam konteks-konteks ekonomi.
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H