Mengecek Belanja Daerah
Kembali pada saat saya pertama kali berkenalan dengan LPSE, akhirnya rasa penasaran saya dengan apa yang sudah pemerintah daerah saya belanjakan sedikit terobati. Saya memasukkan keyword“LPSE Kab. Purwakarta” di mesin pencarian google dan muncullah di halaman ini
Dari sajian data LPSE kabupaten Purwakarta, saya melihat ada beberapa pengeluaran –yang menurut hemat saya bukan pengeluaran prioritas namun menyerap anggaran dengan jumah yang cukup signifikan. Berikut diantaranya:
- Pembuatan Diorama Purwakarta dan Perlengkapannya dengan nilai pagu Rp3,6 M dari APBD tahun anggaran 2014.
- Pengadaan Jasa Fasilitasi Peserta Festival Asia Pasifik dengan nilai pagu Rp1,8 M dari APBD tahun anggaran tunggal 2014.
- Pengadaan Jasa Fasilitasi Helaran Budaya Dunia dengan nilai pagu Rp2,9 M dari APBD untuk anggaran tunggal 2015.
- Pengadaan Jasa Sewa Kuda dan Perlengkapannya dengan nilai pagu Rp 500jt dari APBD tahun anggaran tunggal 2015.
- Pengadaan Jasa Festival Bela Diri Dunia dengan nilai pagu Rp2,9 M dari APBD tahun anggaran tunggal 2016.
- Belanja Jasa Penyelenggaraan Acara/Event Organizer dengan nilai pagu Rp1,4 M dari APBD tahun anggaran tunggal 2016 (Bahkan di sana tidak disebutkan untuk apa event organizer ini)
- Pembuatan Diorama Wayang Nusantara dan Sate Maranggi Purwakarta dengan nilai pagu Rp1,9 M dari APBD tahun anggaran tunggal 2016.
- Penataan Air Mancur Situ Buleud dengan nilai pagu Rp23,9M dari APBD tahun anggaran tunggal 2016.
- Pengadaan dan Pemasangan Pendukung Peralatan Mekanikal Elektrikal Kawasan Situ Buleud dengan nilai pagu Rp19 M dari APBD tahun anggaran tunggal 2016.
- Lanjutan Penataan Situ Buleud dengan nilai pagu Rp13,5 M dari APBD tahun anggaran tunggal 2016.
Apakah belanja-belanja tersebut di atas merupakan suatu pemborosan? Belum tentu, karena perlu dilakukan studi yang menyeluruh dari setiap material pengadaan tersebut. Selain itu, kita perlu membandingkan belanja-belanja dengan besaran pagu anggaran yang telah dirancang dalam APBD dari masing-masing slot alokasi belanja tersebut.
Paling tidak, kita bisa melihat kecenderungan adanya belanja yang tidak mengindahkan skala prioritas. Meski belum terbukti pemborosan, namun menurut saya, pengadaan-pengadaan populis dan simbolis semacam itu perlu ditekan se-efisien mungkin-atau bahkan ditiadakan- mengingat Purwakarta dari tahun ke tahun selalu menderita paceklik APBD, bahkan untuk tahun 2015, Purwakarta defisit APBD sebesar Rp300jt.
Belanja yang menyedot cukup banyak APBD misalnya pengadaan barang untuk renovasi situbuleud (yang sudah saya bahas sebelumnya di sini) perlu dipertanyakan lebih lanjut mengenai skala prioritasnya, apakah memang masyarakat Purwakarta membutuhkan situ buleud seharga puluhan milyar, atau justru masyarakat hanya memerlukan situbuleud sederhana dalam wujud taman atau ruang terbuka hijau biasa.
Atau belanja Pengadaan Jasa Festival Bela diri Dunia yang menelan anggaran hingga Rp2,9 M. Apakah patut menyelenggarakan festival semacam itu, hanya selama 2 hari namun menelan biaya hampir Rp3 Milyar, ditengah defisit anggaran yang selalu dikeluhkan pemerintah.
****
Indikasi pemborosan, penyelewengan atau pengadaan yang jauh dari prioritas seharusnya bisa dicegah sedini mungkin sejak penawaran tender dimuat di LPSE. Karena kita, masyarakat luas, dapat dengan mudah turut menjadi social control yang efektif dalam pegawasan pengadaan barang dan jasa tersebut.
Jika mengendus ada sesuatu yang janggal dalam proses pengadaan barang dan jasa, LPSE menyediakan fitur whistle-blower system (pengaduan) di websitenya, agar kita bisa melapor dengan cepat atas ketidakwajaran tersebut.
Aturan dan sistem ini dilindungi undang-undang sehingga dijamin keakuratan serta keterkinian-nya. Semoga saja sistem ini terus dikelola dengan baik untukmeningkatakan transparansi dalam pengadaan barang dan jasa, baik di pemerintah pusat, maupun daerah. Dan semoga anda juga tertarik untuk turut mengecek efisiensi dan prioritas belanja di daerah masing-masing.