Mohon tunggu...
Hari Akbar Muharam Syah
Hari Akbar Muharam Syah Mohon Tunggu... Auditor - Karyawan

Karyawan di Salah Satu Perusahaan Swasta Nasional. Menulis tentang Jalan-jalan, sosial dan sastra. Pendatang baru di dunia tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Sumbat Lava Raksasa dari Purwakarta

9 Maret 2016   20:15 Diperbarui: 10 Maret 2016   21:05 354
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

 

Pemandangan dari Punggung Gunung

Barisan bambu yang mengapit jalan setapak berbatu itu kian lebat. Batang hijau besar-besar menjulang membentuk pagar rapat yang juga membuat nyamuk betah bersarang di sana. Ya, bukan hanya jalanan menanjak bersudut curam dan udara lembab yang menyiksa kami. 5 Pendaki amatir yang tengah menjajal gunung-atau lebih tepat disebut bukit- tak begitu tinggi ini pun amat terganggu dengan nyamuk yang gigitannya nyaris tak tertahankan.

Kami baru memulai pendakian saat maghrib menjelang, saat itulah udara berubah cepat, selain perkara nyamuk, penyesuaian perlu dilakukan segera. Belum lagi ancaman hujan yang bisa menghadang kami tiba-tiba, kami sebut ancaman karena tak ada satupun di antara kami yang membawa ponco atau jas hujan, hanya payung. Ya saya ulangi, payung di momen pendakian gunung.

Di sela perjalanan, aroma Tithonia diversifolia mulai menyambut kami. Masih suburnya Mexican Sunflower itu tumbuh menunjukan kami masih berada di ketinggian kurang dari seribu meter.  Begitulah Gunung Lembu. Gunung mungil yang kokoh berdiri di tepi danau Jatiluhur ini memang bisa dibilang tak seberapa jika dibandingkan dengan gunung-gunung besar di Jawa Barat sekaliber Gede, Pangrango atau Burangrang sekalipun. Meski memiliki ketinggian tak mencapai 1000 meter, Gunung Lembu tak bisa dipandang sepele.

Perjalanan begitu menguras tenaga dan mendenyutkan adrenalin berkali-kali, terlebih, 4 dari 5 diantara kami bisa dibilang hijau perkara daki mendaki. Jalan setapak yang kami lalui tak habis-habisnya menyuguhkan bebatuan terjal nan runcing yang siap melahap siapa saja yang tak waspada. Peristiwa erupsi gunung api purba yang terjadi sejak 2 juta tahun silam lah yang membentuk fitur permukaan berbatu ini. Ahli geologi meyakini bahwa Gunung ini merupakan sebuah intrusi atau sumbat lava yang berada di sekitar gunung api purba yang telah meletus sebelumnya. Kala itu, magma yang masih tersedia di magma chamber mengalir melalui pipa conduit.

Karena kekuatan tekannya sudah habis, lava mendingin sebelum erupsi terjadi. Lava dingin ini terus terdesak ke permukaan bumi. Bekuan lava ini lah - bersama Parang dan Bongkok- yang kini kita lihat membentuk pilar-pilar batu raksasa sebesar Gedung pencakar langit sekitar Jatiluhur.

Kembali ke perjalanan, di pos perhentian Pasir Rompang kami dihadang hujan dengan kilat menyambar-nyambar. Mendirikan tenda dan mencari perlindungan adalah jalan terbaik. Pemandangan dari Pasirompang sungguh menakjubkan.Kilatan cahaya dari lampu kolam apung membentuk pelita temaram yang berpendar kala ditangkap lensa kamera. Dengan eksposur yang pas, siluet bukit-bukit sekitarnya dapat ditangkap dengan mudah.

Bersiap untuk Api Unggun (Dok. Pribadi)

Dini hari kami melanjutkan perjalanan dengan sisa tenaga yang masih tersimpan. Setelah berjalan duduk dan berhenti selama 2 jam,  kami tiba di puncak, pemandangan dari ujung sumbat lava raksasa ini begitu memukau. Kami tiba saat fajar kala itu. lamat-lamat semburat jingga mulai menghiasi ufuk timur. Di bawah, terbentang dari horizon, tergelar danau Jatiluhur yang dikelilingi bukit-bukit runcing berwarna hijau pekat. Pinggiran danau dihiasi batu-batu menjulang bak di pantai-pantai memukau di Belitung. Dari tenggara, Gunung Parang terlihat megah dengan tekstur batu andesitnya yang berwarn abu-abu terang. 

Bagi sebagian orang, mendaki mungkin hanya perkara menikmati keindahan alam dari puncak, namun bagi saya, mendaki adalah tentang mempelajari eksotisme lekuk bumi. Saya bukan seorang yang berlatar belakang ilmu geologi, namun saya  selalu tertarik mengenai asal-usul suatu tempat dilihat dari sudut pandang historis geologinya.

Bagi pengunjung yang ingin mengunjungi Gunung Lembu, jalur transportasi bisa diakses menggunakan kendaraan pribadi (keluar Tol Jatiluhur, kemudian menelusuri Jalan Raya Sukatani sejauh kurang lebih 10 KM, di sekitar daerah Cilalawi, ada belokan ke arah kiri yang akan menuntun pengunjung menapaki jalanan menanjak namun cukup mulus. Jika pengunjung ingin mengunjungi gunung ini dengan kendaraan Umum, anda dapat turun di Stasiun Purwakarta/Ciganea dan menyewa mobil (mobil pick up) seharga Rp150rb-250rb untuk pulang pergi Stasiun-Gunung Lembu, karena angkutan umum masih belum tersedia.

Kru (Dokumen Pribadi)

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun