Mohon tunggu...
Hari Akbar Muharam Syah
Hari Akbar Muharam Syah Mohon Tunggu... Auditor - Karyawan

Karyawan di Salah Satu Perusahaan Swasta Nasional. Menulis tentang Jalan-jalan, sosial dan sastra. Pendatang baru di dunia tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Travel Story

Bertandang ke Danau Jempang, Menyapa Kawan Dayak Benuaq

28 Oktober 2015   01:10 Diperbarui: 29 Oktober 2015   21:43 584
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Kalimantan memendam begitu banyak keunikan wisata yang sayang untuk dilewatkan. Panorama alam khatulistiwa hingga keragaman budayanya menjadi daya tarik tersendiri yang membuat pulau terbesar ketiga di dunia ini menjadi primadona tujuan wisata sejak periode eksplorasi awal di era kolonialisme.

Di penghujung musim penghujan lalu, akhirnya saya bisa menyempatkan diri untuk mengunjungi Bumi Borneo. Tepatnya ke Kalimantan bagian Timur. Saya bersama satu orang partner tiba di Balikpapan pagi menjelang siang, tanpa menunggu lama, kami langsung menuju daerah Kutai Barat. Perjalanan ditempuh dalam waktu 7 jam, melewati hutan dan perkebunan-perkebunan berbukit yang ditanami buah naga (Hylocereus undatus) dan nanas (Ananas comosus). Selebihnya, perjalanan hanya menyuguhkan pemandangan padang rumput yang sesekali diselingi danau-danau berukuran kecil.

Meski kunjungan saya ke Borneo dalam rangka dinas, saat libur datang rasanya sayang sekali jika hanya dihabiskan di dalam ruangan, atas ajakan kawan saya, Bang Sagala, kami pun mengunjungi salah satu bentang alam yang terkenal di Kalimantan Timur, Danau Jempang!

Perjalanan dari camp permukiman ke danau Jempang hanya memakan waktu setengah jam, menggunakan kendaraan roda empat. Sabtu itu musim hujan masih membekas, gerimis kecil turun, cukup untuk membuat jalanan kebun dan pertambangan sekitar perkempungan sedikit becek. Beruntung saat kami tiba di danau, udara cerah kembali.

Danau ini merupakan salah satu danau terbesar dalam sistem aliran Sungai Mahakam. Bersama tujuh puluhan danau lain di kalimantan Timur, danau Jempang turut menyumbang limpahan air ke aliran sungai Mahakam.

Danau dengan luas sekitar 15.000 ha ini menyuguhkan panorama alam yang masih asli. Tepi danau ditumbuhi rumput rimbun kehijauan, di tepi lain, pemukiman-pemukiman yang mungkin berusia ratusan tahun memeriahkan pemandangan danau eksotis ini. Saat kami tiba, kami disambut pemandangan sekelompok anak-anak suku Dayak Benuaq yang tengah mengoleskan lem di atas kayu untuk membuat perangkap burung di tengah danau.

Sekelompok anak yang tengah mengoleskan lem perangkap burung di Danau Jempang (Dokumentasi Pribadi)

Di sisi lain danau terdapat sebuah dermaga kecil yang diperuntukan untuk bersandarnya perahu-perahu masyarakat dari kampung sebrang. Saat berfoto di dermaga, saya menemukan hal unik yang begitu sayang untuk tidak diabadikan. Pada tiang-tiang dermaga terdapat ukiran-ukiran bermotif naga, ukiran naga ini dibentuk dengan begitu halus dan detil. Menurut kepercayaan masyarakat Dayak Benuaq, naga adalah sosok hewan surgawi yang melambangkan kekuatan.

Ukiran Naga pada salah satu tiang di dermaga Danau Jempang (Dokumentasi Pribadi)

 

Setelah puas menangkap momen di Danau Jempang, atas rasa penasaran, akhirnya saya mengajak Bang Sagala untuk mengunjungi salah satu pengrajin patung dan kain ulap doyo di Jl. Indonesia-Australia di Kampung Tanjung Isuy, masih tak jauh dari Danau Jempang. Belum sempat saya bertanya mengapa jalan ini dinamakan Jl. Australia – Indoneisa, namun terpampang jelas bahwa papan nama ini dibuat oleh kelompok KKN Mahasiswa Unmul XXXII.

 

Mengagumi Kain Ulap Doyo

Saat kami tiba di Kampung Tanjung Isuy, kami disambut oleh suasana yang begitu hangat, senyum orang-orang sekitar dan sapaan mereka menyambut kami dengan gembira. Masyarakat di sini mungkin sudah diberikan arahan oleh pemerintah setempat untuk selalu bersikap ramah, terutama pada tamu.

Kami singgah di salah satu rumah yang menjajakkan aneka kerajinan asli suku Dayak Benuaq. Menurut Bang Sagala, masyarakat di perkampungan ini begitu piawai dalam membuat kerajinan dari serat, kayu dan manik-manik. Salah satu kerajinan terkenal adalah kain ulap doyo.

Keahlian membuat kain ulap doyo merupakan salah satu warisan budaya tak benda milik Suku Dayak Benuaq yang bernilai tinggi. Dinamakan ulap doyo karena kain ini berasal dari sejenis tumbuhan pandan yang oleh masyarakat Dayak Benuaq disebut dengan tanaman Doyo (Curliglia latifolia).

Proses pembuatannya amat rumit. Pertama daun doyo dikumpulkan kemudian dikeringkan, setelah itu daun ditempa halus untuk mendapatkan bentuk yang pipih. Serat daun kemudian dikeluarkan satu persatu dari struktur daun untuk menghasilkan benang yang halus, bertekstur unik namun tetap kuat.

Benang-benang yang sudah terlepas dari struktur daun ini kemudian diberi warna dengan pewarna alami yang diekstrak dari bahan-bahan hasil hutan. Warna merah berasal dari buah glinggam, kayu oter, dan buah londo. Warna lain seperti coklat, biru serta hijau didapat secara alami dari tanaman-tanaman lain yang tersedia di hutan sekitar danau Jempang.

Kain ulap doyo di dalah satu pusat kerajinan di Tanjung Isuy (Dokumentasi Pribadi)

Serat-serat halus ini kemudian ditenun dengan menggunakan mesin tenun tradisional. Butuh waktu berbulan-bulan untuk menghasilkan kain ulap doyo, tergantung ukuran, kerumitan motif dan penggunaan benang. Motif ulap doyo kebanyakan menggambarkan hiasan manusia, flora dan fauna serta beberapa ulap doyo menggambarkan ornamen naga dalam kain hasil tenunnya.

Menurut salah satu kawan Bang Sagala, kini tak banyak yang menguasai teknik pembuatan ulap doyo, diantara ahli yang masih membuat hingga sekarang sebagian besar sudah berusia senja.  Sebagian ahli penenun ini sudah mempelajari teknik tenun ulap doyo sejak kanak-kanak.

Rumah Lamin

Tepat di depan rumah yang menjual kerajinan masyarakat Kampung Tanjung Isuy, terdapat sebuah rumah yang menarik perhatian saya. Rumah kayu memanjang dengan pintu yang amat banyak ini disebut dengan rumah lamin atau rumah Louu. Rumah yang kini beralih fungsi menjadi homestay ini diberi nama Lou Jamrout. Berdiri kokoh dihiasi beberapa patung, mulai dari patung seukuran kaki manusia hingga seukuran dua kali tinggi orang dewasa.

Selain patung berwujud manusia, di depan rumah lamin ini juga terdapat patung berwujud anjing, dan makhluk lain sejenis binatang yang belum sempat saya tanya namanya. Namun berdasarkan cerita masyarakat sekitar, jumlah patung ini menandakan berapa ekor sapi atau babi yang dikorbankan pada saat upacara adat kuangkay. Upacara adat kuangkay merupakan upacara kematian untuk menghormati kerabat atau tokoh adat yang telah meninggal dunia.

Patung-patung di depan rumah Lamin (Dokumentasi Pribadi)

Rumah Lamin, menurut penjelasan salah satu kawan Bang Sagala, merupakan rumah tinggal suku dayak yang didisain komunal. Dalam satu rumah lamin, terdapat beberapa kepala keluarga. Rumah lamin ini sebagian besar terbaut dari kayu ulin sehingga usianya bisa mencapai ratusan tahun dan masih utuh hingga kini, sayangnya, kini tak banyak warga yang tinggal di rumah lamin, akhirnya rumah lamin ini hanya akan ramai jika ada acara pertunjukan adat untuk penyambutan tamu. Sayang, karena kami datang mendadak dan tak membawa rombongan, tidak ada upacara yang menyambut saat kami tiba.

https://41.media.tumblr.com/d1d3400405b8cbfea6197cd92b74422d/tumblr_nww1arVmQP1qd8kgvo8_540.jpg
https://41.media.tumblr.com/d1d3400405b8cbfea6197cd92b74422d/tumblr_nww1arVmQP1qd8kgvo8_540.jpg
Tempat yang biasa dipakai untuk menyambut tamu dengan upacara adat (Dokumentasi Pribadi)

Ukiran Patung dan Manik Manik

Selain piawai menenun kain, Suku Dayak Benuaq memiliki produk kerajinan lain yang unik dan indah. Hiasan manik-manik! Hiasan ini terbuat dari bahan dasar beragam jenis batu dan mineral yang dironce sehingga menghasilkan kerajinan beraneka warna.

Warna-warna dalam manik-manik ini ternyata memiliki arti tersendiri. Warna manik batu merah merupakan simbol semangat hidup. Biru memiliki makna sumber kekuatan dari segala penjuru yang tidak mudah luntur. Kuning menggambarkan keagungan dan keramat, hijau ini memiliki makna kelengkapan dan intisari alam semesta, sedangkan jika warna manik batu adalah putih maka bermakna gambaran lambang kesucian iman seseorang kepada sang pencipta.

https://41.media.tumblr.com/418298d1b546de6e1c02e4c0b678e245/tumblr_nww1arVmQP1qd8kgvo9_540.jpg
https://41.media.tumblr.com/418298d1b546de6e1c02e4c0b678e245/tumblr_nww1arVmQP1qd8kgvo9_540.jpg
Beragam manik-manik karya pengrajin Dayak Benuaq (Dokumentasi Pribadi)

Suku Dayak Benuaq piawai dalam memadumadanakan hasil manik-manik ini dengan produk kerajinan lain seperti baju maupun alat perlindungan diri. Beberapa memang hanya diperuntukan sebagai perhiasan, alat penanda status atau hanya digunakan sehari hari dalam rangka menolak bala.

Lain manik-manik, lain lagi dengan patung khas Dayak Benuaq. Menurut Bang Sagala, patung ini dalam bahasa setempat disebut dengan blontang. Patung dengan tinggi rata-rata 2-3 m ini, seperti sempat saya jelaskan sebelumnya dibuat sebagai penanda bahwa ada orang yang meninggal dalam rumah yang didepannya terdapat patung. Patung besar ini biasanya dijadikan tambatan untuk mengikat hewan-hewan yang dikorbankan dalam upacara kematian kuangkay.

Hal unik lain yang bisa kita temukan pada patung adalah selalu adanya hewan-hewan berwujud harimau, kerbau atau ayam yang ada di atas kepala patung. Hal ini menandakan bahwa di akhirat kelak, arwah orang yang meninggal tak akan kesepain dan menyendiri, hewan-hewan pada patung ini lah yang kelak akan menjadi kawan arwah di alam akhirat.

https://40.media.tumblr.com/2f3ced0f563b045971ca892fc8070e20/tumblr_nww1arVmQP1qd8kgvo4_1280.jpg
https://40.media.tumblr.com/2f3ced0f563b045971ca892fc8070e20/tumblr_nww1arVmQP1qd8kgvo4_1280.jpg
Miniatur blontang, tampak hiasan hewan diatas kepala patung (Dokumentasi Pribadi)

Suku Dayak Benuaq tak mengenal neraka, semua arwah akan masuk surga dengan ditemani hewan –hewan ini. Keburukan yang dilakukan manusia di dunia dipercaya sudah dibalas oleh Tuhan ketika manusia masih hidup di dunia. Balasan itu dapat berupa musibah, derita atau aib yang diberikan Tuhan pada manusia.

 

Harmonis dalam Pluralitas

Mayoritas masyarakat yang mendiami tepi danau Jempang adalah suku Dayak Benuaq. Sebagian kecil adalah Suku Jawa, Melayu bahkan Sunda. Namun mereka hidup dengan amat damai dan tentram, begitu ungkap bang Sagala. Buktinya, meski logat bataknya kental, Bang Sagala amat mudah berbaur dengan penduduk sekitar.

https://40.media.tumblr.com/4763af296e06b5bd7bae45fed3465ffb/tumblr_nww1arVmQP1qd8kgvo7_1280.jpg
https://40.media.tumblr.com/4763af296e06b5bd7bae45fed3465ffb/tumblr_nww1arVmQP1qd8kgvo7_1280.jpg
Di tengah perkampungan Dayak benuaq yang mayoritas beragama nasrani,  berdiri kokoh sebuah mesjid, tak jauh dari Danau (Dokumentasi Pribadi)

https://40.media.tumblr.com/e2cd6086dff930202e309e1992990a2a/tumblr_nww1arVmQP1qd8kgvo6_1280.jpg
https://40.media.tumblr.com/e2cd6086dff930202e309e1992990a2a/tumblr_nww1arVmQP1qd8kgvo6_1280.jpg
Setelah berbincang dengan seorang ibu, kawan saya sempat berfoto dengan salah seorang anak yang akan melintas ke kampung Sebrang (Dokumentasi Pribadi)

Suku Dayak Benuaq tak segan untuk mengajak kita ke rumahnya di sekitar kampung. Menurut Bang Sagala, meski baru mengenal orang asing, Suku Dayak Benuaq tak segan untuk mengajak berbincang, mengajak menginap bahkan tak segan untuk menawari makanan dan minuman paling istimewa pada tamunya.

Untuk menghormati mereka, Bang Sagala berpesan untuk selalu menerima tawaran atau ajakan tersebut. Akan dianggap tak sopan jika ditawari untuk singgah namun kita menolak, atau jika ditawari minuman kita tidak meminumnya. Baiknya kita menerima tawaran tersebut meski hanya makan atau minum jamuan mereka tersebut dalam jumlah sedikit.

Kami sempat mengunjungi salah satu pasar yang letaknya tak jauh dari danau. Di Pasar, segala macam etnis melakukan kegiatan ekonomi dan berbaur padu. Driver kami yang orang Sunda pun bercerita mengenai harmonisnya orang-orang Suku Dayak Benuaq. Menurutnya, jangan heran jika saat kita di pasar kemudian kepayahan membawa belanjaan, orang banyak yang dengan sukarela menolong kita tanpa imbalan apapun.

https://36.media.tumblr.com/6c91d9f1d96d8118c5e6ad402d9b0151/tumblr_nww1arVmQP1qd8kgvo3_1280.jpg
https://36.media.tumblr.com/6c91d9f1d96d8118c5e6ad402d9b0151/tumblr_nww1arVmQP1qd8kgvo3_1280.jpg
Di pasar, Ibu ini menggunakan caping unik berwarna-warni khas Suku Dayak Benuaq (Dokumentasi Pribadi)

 

****

Danau Jempang merupakan salah satu Pesona Indonesia yang terletak di jantung timur Kalimantan. Semilir angin, jernihnya air, hijaunya rumput tepi danau serta birunya langit menciptakan pemandangan danau yang begitu memukau. Selain bentang alam, Danau Jempang pun menyuguhkan atraksi budaya. Banyak keunikan yang akan membuka wawasan  kita tentang kekayaan budaya Nusantara beserta segala hasil daya cipta dan karyanya. Mengunjungi Danau jempang akan membuka kesempatan kita untuk berkomunikasi dan berinteraksi dengan keunikan-keunikan tersebut. Harmonisme dalam pluralitas masyarakat Danau Jempang pun menjadi salah satu atraksi budaya yang tak kalah menarik untuk di kunjungi, ditulis dan diceritakan.

 

 

 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
  4. 4
  5. 5
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun