Mohon tunggu...
Hari Akbar Muharam Syah
Hari Akbar Muharam Syah Mohon Tunggu... Auditor - Karyawan

Karyawan di Salah Satu Perusahaan Swasta Nasional. Menulis tentang Jalan-jalan, sosial dan sastra. Pendatang baru di dunia tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Humaniora

Jalur Rempah : The Untold Story

25 Oktober 2015   22:07 Diperbarui: 30 Oktober 2015   16:58 1043
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Masa selanjutnya adalah masa kejayaan raja-raja Jawa. Kerajaan Jawa baik Hindu maupun Islam menjadi salah satu kunci keberhasilan perdagangan rempah Nusantara. Kemahsyuran perdagangan rempah kerajaan-kerajaan ini menjadi salah satu daya tarik pedagang-pedagang India dan Arab untuk turut mencicipi segarnya rempah Nusantara, pun mereka berdagang dengan membawa pengaruh kebudayaan termasuk membawa pengaruh agama.

Banyak diantara pedagang-pedagang ini memiliki keahlian meramu makanan dan minyak wangi dari rempah-rempah. Masih menurut guide yang mengantar kami, di daerah Kuwait, banyak ahli-ahli parfum yang mampu meracik rempah Nusantara degan teknologi tinggi pada zaman itu, mengubah rempah menjadi parfum kelas atas yang dibandrol dengan harga yang amat tinggi.

Selain mengulas masa kejayaan Sriwijaya dan Kerajaan-Kerajaan Jawa, terdapat pula ruangan yang khusus mengulas mengenai ragam rempah Indonesia bagian timur. Kepulauan–kepulauan kecil seperti Flores, Tidore, Ternate, Halmahera dan Banda Neira menjadi surga tumbuh suburnya beberapa rempah primadona Nusantara seperti pala dan cengkeh. Rempah-rempah timur ini lah yang menjadi daya tarik bangsa – bangsa Eropa yang tamak untuk datang ke Tanah Air pada awal abad 16, bukan hanya untuk berdagang, namun untuk menguasai dan memonopoli jalur rempah dunia.

Jalur Rempah di Era Kolonialisme dan Kemerdekaan

Karena kemajuan ilmu kartografi, bengsa-bangsa Eropa seperti Portugis dan Belanda akhirnya berhasil menginjakkan kaki di Tanah Air. Pengarung samudera ini awalnya disambut baik sebagai mitra dagang, namun ternyata mereka bermaksud memonopoli. Rempah Nusantara terlalu menggiurkan untuk tidak dikuasai.

Masa kelam sejarah Indonesia pun dimulai,  keserakahan akan rempah ini menjadi pemicu Kerajaan Belanda bercokol dengan begitu betahnya di Nusantara, mengambil sebanyak mungkin sumber daya alam- tak hanya rempah- dari nusantara untuk dijadikan modal berperang atau hanya sekadar membangun kota-kota besar di tanah mereka di Eropa. Konon banyak biaya perang Belanda yang dimodali oleh hasil penjualan rempah-rempah dari Nusantara.

Gambaran perbudakan di salah satu perkebunan pada Era Kolonialisme (Dokumentasi Pribadi)

Ruangan kelam bersambung ke sebuah ruangan penghujung yang didekorasi dengan tampilan serba putih, melambangkan masa kelam itu sudah berakhir. Datanglah masa kemerdekaan! Dalam ruangan disediakan tv plasma berukuran besar yang menampilkan kilas balik perjuangan bangsa Indonesia hingga merdeka. Ditutup dengan pesan yang amat menggugah , “Quo Vadis rempah Indonesia?”. Tanah Indonesia sudah merdeka, hal ini menjadikan Indonesia sebagai pemilik penuh atas segala ragam rempah-rempah di dalamnya. Namun, kemanakah nasib rempah ini akan bermuara?

Mengapa Jalur Rempah, bukan Jalur Sutera?

Tajuk ini terpampang besar di salah satu pintu masuk pameran. Jalur sutera yang jauh lebih dikenal dalam ilmu sejarah ternyata hanya strategi negeri-negeri penghasil sutra seperti Tiongkok dalam upaya personal branding kekuatan komoditas ekonomi negaranya. Nyatanya, dalam jalur sutera ini, komoditas utama yang menjadi dambaan setiap pedagang, baik pedagang India, Asia Barat, Asia Kecil hingga Eropa bukanlah sutera, melainkan komoditas rempah. Dan salah satu rempah terbaik yang dijualbelikan dalam jalur yang dikenal dengan jalur sutera itu adalah rempah yang berasal dari kepulauan Nusantara.

Strategi ekonom-ekonom Tiongkok itu nyatanya berhasil menamai jalur utama perdagangan di awal abad masehi ini menjadi jalur sutera, mengantarkan Tiongkok menjadi salah satu pemain utama dalam percaturan jalur perdagangan ini. Nusantara kala itu, meski turut menjadi salah satu pemasok komoditas penting dalam jalur ini tak banyak disinggung.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun