Tentara sekutu yang tak terbiasa dengan medan Bojongkokosan kalang kabut dan tak banyak bisa memukul mundur pejuang-pejuang republik. Sebanyak 45 TKR dan 28 warga gugur dalam pertempuran Bojongkokosan, diantara mereka terdapat Ibu rumah tangga, buruh dan beberapa diantaranya adalah pejuang-pejuang yang tak dikenal.
Karena kabut itu pula, pesawat Royal Air Force yang tadinya didatangkan untuk membantu konvoi justru banyak keliru dan salah sasaran tembak mengenai konvoi tentara sekutu sendiri. Dengan segala kepiawaian pejuang, pesawat itu akhirnya bisa ditembak di sekitar wilayah Cibadak dan jatuh di sekitar Bojongkokosan.
Dengan kekuatan yang semakin menipis pasukan sekutu terus merangsak hingga daerah Sukabumi. Di sepanjang perjalanan, perlawanan dari TKR dan rakyat tak henti-henti terjadi. Pertempuran tak terelakan. Sekutu semakin tertekan.
Di Sukabumi, pimpinan tentara sekutu membuat perundingan dan kesepakatan gencatan senjata dengan Bupati Sukabumi dan pimpinan militer republik. Meski alot, perundingan yang dihadiri Letkol Edi Sukardi (Komandan Resimen III), Bupati/Walikota Sukabumi, dan Dr Abu Hanifah itu disepakati bersama.
Tentara Sekutu meminta dilakukan gencatan senjata. TKR dan pemerintah setempat menyetujui usul tersebut dan menginstruksikan penghentian tembak menembak. Pada kenyataannya, tentara Sekutu sendiri yang bertindak curang dengan tidak mentaati ke-sepakatan gencatan senjata dengan tetap melakukan upaya pembumihangusan wilayah Sukabumi. Tentara Sekutu dengan pengawalan TKR akhirnya melanjutkan konvoi dengan kekuatan pincang ke kota Bandung.
Empat bulan setelah peristiwa ini, giliran rakyat Bandung melawan dengan cara lain. Mereka yang tak rela Bandung dijadikan kantung pertahanan tentara sekutu membumihanguskan tanahnya sendiri, membakar harta bendanya agar tentara sekutu tak dapat menguasai Bandung dan kekuatan sekutu sedikit bisa diminimalisasi. Peristiwa di Bandung ini lah yang sekarang kita kenal dengan peristiwa Bandung Lautan Api.
Musuem Palagan Bojongkokosan
Akhir pekan lalu, saya beserta kawan dari Jakarta akhirnya berkesempatan mengunjungi area pertempuran Bojongkokosan. Kini, area pertempuran ini telah menjadi monumen, museum dan hutan lindung Bojongkokosan. Berjarak 24 Km dari Kota Sukabumi, museum ini berdiri dengan kondisi yang tak begitu terawat. Banyak bagian museum yang mengalami kerusakan dan perlu perhatian serius. Semenjak serah terima dari Yayasan kepada pemerintah daerah, museum ini tak pernah dipugar.
Musuem berada tepat di belakang monumen dan menampilkan berbagai macam koleksi baik asli maupun replika. Menampilkan Senjata-senjata yang dipakai pejuang dalam memukul mundur pasukan sekutu, diorema-diorema serta dipajang pula koleksi reruntuhan pesawat Royal Air Force yang jatuh ditembak pejuang di wilayah Cibadak.