Mohon tunggu...
Hari Akbar Muharam Syah
Hari Akbar Muharam Syah Mohon Tunggu... Auditor - Karyawan

Karyawan di Salah Satu Perusahaan Swasta Nasional. Menulis tentang Jalan-jalan, sosial dan sastra. Pendatang baru di dunia tulis-menulis

Selanjutnya

Tutup

Trip Pilihan

Perumusan Akta Lahir dari Seorang Bayi Bernama Indonesia

16 Agustus 2019   17:51 Diperbarui: 16 Agustus 2019   17:59 43
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

Mengunjungi Museum Perumusan Naskah Proklamasi di bilangan menteng membuat kita seakan ikut dalam proses perumusan yang dilaksanakan tanggal 17 Agustus 1945 tersebut. Rumah Laksamana Muda Maeda, kini Museum Perumusan Naskah Proklamasi 

Bangunan yang kini menjadi Museum ini pada awalnya merupakan bangunan milik British Konsul General. 

Ketika perang Pasifik dimulai, rumah unik ini menjadi kediaman Laksamana Muda Tadashi Maeda, seorang perwira tinggi Angkatan Laut Kekaisaran Jepang yang saat itu menjabat sebagai Kepala Penghubung Angkatan Laut dan Angkatan Darat.

 Atas kebaikan Maeda, PPKI diberi izin untuk menggunakan rumah ini sebagai tempat perumusan naskah, mengingat pada saat itu sudah tidak ada lagi hotel yang buka di atas jam 22.00 (dikarenakan aturan jam malam yang diberlakukan saat perang Asia Pasifik).

Bagian pertama yang saya masuki adalah ruangan audio-visual yang cukup tertata rapi. Ruangan kecil ini terletak di sisi kanan museum. Dengan dinding sepenuhnya keramik, kursi nyaman, sound-system mumpuni, dan gambar lumayan baik, saya menonton film mengenai perumusan naskah proklamasi sendirian dengan khidmat di ruangan yang sedikit lembab dan angker itu. 

Aura ruangannya agak menyeramkan sebenarnya, namun terbawa suasana haru, rasa seram itu pelan-pelan hilang. Pemandu menerangkan bahwa pengunjung memang sebaiknya melihat video terlebih dahulu agar bisa mengerti alur museum dengan baik saat tur nanti. 

Ruangan selanjutnya yang saya lihat adalah ruangan penyusunan naskah. Berupa sebuah ruangan besar memanjang berisi meja besar dan beberapa kursi yang tengah diduduki tiga patung identik Ir. Soekarno, Achmad Soebardjo dan Mohammad Hatta. 

Di sini, kala itu sejak dini hari hingga menuju sahur, ketiga tokoh besar tersebut merumuskan sebuah naskah proklamasi. Naskah yang kelak menjadi bukti otentik bahwa Republik Indonesia sudah menjadi negara yang merdeka, yang lepas dari cengkraman pemerintah kolonial manapun di dunia. 

Hatta, Soekarno dan Soebardjo di ruangan utama tengah menyusun naskah 

dokpri
dokpri
Saya bisa merasakan ketergesaan dan kekalutan saat proses penyusunan naskah tersebut. Soekarno beberapa kali mencoret kata-kata dalam naskah. 

Kekosongan kekuasaan yang bisa berubah dengan cepat membuat tokoh muda saat itu mendesak Soekarno agar segera memproklamasikan kemerdekaan Indonesia. 

Selain itu, perumusan tersebut dilakukan di kediaman seorang Jepang yang bisa saja sewaktu-waktu memmbelot. Mengingat saat itu, pemerintahan Jepang berjanji pada sekutu agar tetap mengisi status quo dan tidak mengizinkan kemerdekaan Indonesia.   

Naskah otentik yang telah di-repro dan diperbesar 

dokpri
dokpri
Usai sahur, tepat pukul 04.00, Naskah selesai dirumuskan. Beberapa anggota PPKI yang hadir menyambut ketiga perumus naskah di serambi depan rumah Laksamana Maeda. 

Beberapa diantaranya mengusulkan agar naskah ditandatangani oleh semua peserta yang hadir. Namun Soekarni menyerankan agar yang menandatangi naskah proklamasi itu cukup dua orang yaitu Bung Karno dan Bung Hatta atas nama bangsa Indonesia. Semua peserta Sepakat. 

Kala itu, tidak ada meja di serambi depan, kedua tokoh tersebut menandatangani naskah di atas sebuah piano besar milik Maeda. Piano tempat penandatanganan naskah Dengan segera, BM Diah membawa naskah tersebut ke ruangan pengetikan dan segera diketik oleh Sayuti Melik dengan menggunakan mesin ketik yang diambil dari kantor perwakilan AL Jerman, milik Mayor (Laut) Dr. Hermann Kandeler. 

dokpri
dokpri
Berapa kata seperti “Tempoh” diganti dengan “tempo”, “hal2” diganti dengan “hal-hal” dan “Wakil2 bangsa Indonesia” diganti dengan “atas nama Bangsa Indonesia”.  Sayuti Melik tengah mengetik naskah Naskah kemudian dibacakan di kediaman Soekarno di Pegangsaan timur tepat tanggal 17 Agustus 1945. 

Saat membaca naskah mungkin Soekarno dan Hatta dalam keadaan mengantuk berat karena semalaman telah letih membuat naskah, namun semangat kemerdekaan membuatnya tak terlihat letih sedikitpun. 

dokpri
dokpri
Lantai satu museum tak banyak menampilkan barang sejarah, karena menurut pemandu, banyak koleksi yang  sudah tak asli lagi. Koleksi tersebut bertahap diambil oleh pemerintahan Inggris pada awal 80-an membuat benda-benda asli banyak yang hilang. 

Seorang sekretaris dan kepala urusan rumah tangga rumah Maeda pernah mengunjungi bangunan ini dan membenarkan bahwa beberapa furniture dan koleksi sudah tak asli lagi. Sangat disayangkan. 

Lantai dua memuat banyak foto mengenai proses penyusunan naskah serta perjuangan yang menyertainya. Peristiwa Rengasdengklok hingga pristiwa agresi militer tertata apik dalam sebuah alur foto yang didisain modern dan rapi. 

Dengan foto-foto yang sudah banyak direstorasi dan tata letak yang cermat, museum yang dikelola oleh dinas Pendidikan dan kebudayaan ini cukup memberikan pemahaman yang baik mengenai proses persiapan proklamasi kemerdekaan Indonesia pada pengunjung.   Poster dan Foto yang cukup informatif di Lt. 2 gedung Museum 

dokpri
dokpri
Gedung yang didirikan tahun 1920 dengan gaya Eropa ini telah menjadi saksi lahirnya sebuah bangsa yang besar. Tatanan dunia yang saat itu tengah mengalami perubahan dramatis, kesiapan bangsa Indonesia dan keberanian para tokoh muda untuk mem-proklamasikan Indoneisa serta Rahmat Tuhan yang Mahakuasa telah mengantarkan kita pada hari-hari merdeka penuh kebebasan dari penindasan kolonialisme. 

Kunjungan singkat berdurasi 90 menit tersebut benar-benar saya nikmati. Bagi yang belum pernah datang kesana, sangat disarankan untuk mencoba mengunjungi museum ini. 

Meski tertata apik, pengelola mengeluhkan sedikitnya pengunjung yang datang ke Museum. Dengan harga tiket yang sudah sangat murah, Rp2000 saja, museum ini masih kalah pamor dengan tempat wisata lain di Jakarta. 

dokpri
dokpri
Museum ini telah menjadi tempat di mana sehelai akte lahir dari bayi bernama Indonesia disusun, dirumuskan, diketik dan dibacakan untuk pertama kali.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Trip Selengkapnya
Lihat Trip Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun