Mohon tunggu...
Hariadi
Hariadi Mohon Tunggu... Editor - Selalu mengikuti perkembangan dunia baru, tak ada kata lelah hingga waktu yang telah ditetapkanNya Insya Allah

Santri sepanjang masa, menelusuri tahapan taqdir yang tak terduga walau kita tahu taqdir adalah nyata.

Selanjutnya

Tutup

Sosbud

Nyuluh Welut

24 Desember 2019   20:36 Diperbarui: 24 Desember 2019   20:55 8
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Sosbud. Sumber ilustrasi: KOMPAS.com/Pesona Indonesia

Di saat itu, di kehidupan kampung yang jauh dari teknologi, tanpa lelah aku menyusuri sawah selepas waktu isya', terus membawa lampu petromak berjalan di pematang sawah, bersama-sama dengan teman-teman, ceria, di malam itu. 

Di kampung itu, konon, menurut ibuku, ketika  Presiden Republik Indonesia menuju kampung Bendogerit untuk persemayamannya yang terakhir, aku diajak berdiri di pinggir jalan dalam gendongan ibuku, begitu setianya masyarakat di sana ketika itu menanti dan menunggu mobil keranda membawa jenazahnya untuk melewati kampung Selorejo di ujung timur wilayah kabupaten Blitar. 

Berbekal keyakinan yang utuh, malam itu akan mendapatkan rejeki yang melimpah, di saat persiapan lahan sawah untuk musim tanam padi, hamparan sawah malam itu terasa lapang tanpa sebiji tanaman yang menghiasinya. hamparan sawah baru dibajak dan dicangkul disiang harinya, lalu digenangi air agar lembut dan semakin lembek tanahnya, di saat seperti itu, biasanya belut akan bermunculan di malam harinya, mungkin engap dan mencari udara segar, dan saat kemunculannya terjadi, lalu Crak, sebuah sabit atau benda keras akan memecahkan kepala si belut, dan akhirnya....masuk kantong plastik atau ember yang kami bawa......

Suasana menjadi sangat panas dan  terlalu bersemangat, untuk terus berburu belut dan ikan, alias nyuluh.......he he he, itu sebuah kebiasaan di sebuah kampung pedesaan yang menjadi hiburan bagi para kaum muda petani di sana. Hingga saat ini, sudah lebih dari 30 tahun  ku tinggalkan kampung Kakekku, di sudut timur kabupaten Blitar, hampir mendekati waduk Sutami Karangkates, aku dilahirkan kebiasaaan itu masih berlanjut dan menjadi sesuatu yang sangat berkesan. 

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

Mohon tunggu...

Lihat Konten Sosbud Selengkapnya
Lihat Sosbud Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun