Sejak dulu, dengar kata “kampung laut” sudah sering. Temukan frasa “kampung laut” di beberapa tulisan di surat kabar lokal atau nasional pun sering. Beberapa hari yang lalu, gara-gara ngobrol dengan seseorang tentang kampung laut, telinga saya jadi terngiang-ngiang saat pertama kali dengar kata kampung laut.
Kuping saya dengar pertama kali kata “kampung laut” dari mbah putri saat anak-anak. Pada waktu sedang dititipkan oleh orangtua saya yang tinggal di kota Banjarnegara karena orang tua saya repot karena saya dapat adik baru. Sebagai pengantar tidur, beliau sering ndongeng pengalaman ketika Mbah Putri saya mendampingi Mbah Kakung sebagai isteri pamong praja, yaitu Assisten Wedana (Camat) Cilacap Kota pada awal-awal Kemerdekaan RI (tahun 1948).
Tetapi, mendengar kata ujung alang, saya belum pernah. Pertama kali mendengar kata ujung alang ya ketika ngobrol dengan Kang Jarwo. Sungguh beruntung, dalam waktu berdekatan (hanya berselang lima hari), telah dua kali ngobrol dengan Kang Jarwo. Ngobrol yang pertama pada tanggal 25 Maret 2017, yang kedua pada tanggal 30 Maret 2017.
Pada awal-awal kemerdekaan RI nama ujung alang baru dijadikan nama salah satu pulau di Kampung Laut dan belum dijadikan nama desa. Ketika itu, kampung laut baru dihuni oleh beberapa orang anak turunnya aparat keraton Mataram yang menjaga perairan Nusakambangan dari ancaman bajak laut.
Ujung Alang desa yang 85 persen wilayahnya merupakan perairan. Desa ini bisa dikatakan sebagai remote area (daerah terpencil)l walaupun tidak begitu jauh dari ibukota kabupaten Cilacap. Letaknya dipisahkan dari kota Cilacap oleh perairan Segara Anakan. Kalau ke sana, kita harus naik perahu 1,5 - 2 jam dari Pelabuhan Sleko. Kalau ditempuh dengan perahu dari desa Grugu Kecamatan Kawunganten, hanya butuh 45-60 menit.
Dari obrolan yang sangat gayeng dengan Kang Jarwo, terungkap bahwa lelaki paruh baya asli desa Ujung Alangini sudah 17 tahun menjadi kepala desa sejak tahun 1999. Tentunya kulit kening saya jadi berkerut-kerut karena kuping saya mendengar ada orang jadi kepala desa selama 17 tahun. Bukankah jabatan kepala desa pada kurun waktu itu hanya 4 tahun tiap satu periodenya? Jika Kang Jarwo terpilih dua kali, hanya 8 tahun. Memang setelah itu ada peraturan yang membolehkan tiga periode. Kalau Kang Jarwo terpilih tiga kali, Ia hanya 12 tahun menjadi kepala desa. Setelah saya cecar, ternyata Ia menjabat kepala desa di dua desa, yaitu di desa Grugu Kecamatan Kawunganten (1999-2012), dan di desa Ujung Alang Kecamatan Kampung Laut tahun 2013 sampai sekarang.
Mendengar ada orang jadi kepala desa 17 tahun pada era sekarang, pikiran saya jadi bersayap-sayap. Kang Jarwo pasti punya kharisma dan karakter yang luar biasa di mata penduduk desa Grugu dan Ujung Alang.
Saya jadi tertarik untuk terus menilisik dirinya. Apa sih profesi Kang Jarwo sebelum menjadi Kepala Desa Grugu? Ternyata lelaki yang wajahnya mirip pelantun lagu Dari Pada Sakit Hati Lebih Baik Sakit Gigi Hamdan Att adalah seorang petambak bandeng sekaligus pedagang benur (benih bandeng). Nenek moyangnya merupakan juru kunci Gua Masigit Sela secara turun temurun. Gua Masigit Sela merupakan tempat bersejarah. Lewat buku Babad Tanah Jawa yang disusun oleh Rafles, gua tempat ziarah itu merupakan aset keraton Mataram ketika masih berdiri di Kota Gede.
Kisah menjadi kepala desa di desanya, kemudian menjadi kepala desa di lain desa lain kecamatan sungguh unik. Pada tahun 2013, ketika desa Ujung Alang sedang dalam tahap penjaringan Cakades, tiba-tiba Kang Jarwo menjumpai gambar dirinya terpasang di hampir tiap sudut desa. Ini sama sekali bukan rekayasa oleh dirinya. Padahal Ia tidak berpikir jadi kepala desa di lain kecamatan. Karena desakan yang kuat dari para tokoh desa Ujung Alang dan atas semangat mengabdi pada masyarakat, Kang Jarwo mau dijagokan. Tentunya dengan syarat, asal dirinya Ia tak keluar uang seperserpun.
Tahu Kang Jarwo jadi maju sebagai Cakades, 6 kandidat Cakades lainnya jadi serempak mundur. Padahal, di antara mereka ada beberapa kandidat yang secara ekonomi sangat kuat, satu dia antaranya adalah pengusaha toko besi.
Tibalah saat penentuan Balon Cakades. Atas musyawarah para tokoh desa, dari pada Kang Jarwo melawan kotak kosong, maka Paryani isterinya mendaftar calon kepala desa untuk melawan Kang Jarwo suaminya. Hari pemungutan suara pun tiba. Kang Jarwo memperoleh suara 2050. Sedangkan isterinya memperoleh 85 suara. Suara rusak hanya 35 suara.
Menjadi Kepala Desa di remote area dengan kondisi geografis rawa-rawa, hutan bakau, lahan tambak bandeng, Kang Jarwo tidak menyerah pada keadaan yang serba terbatas. Desa Ujung Alang lebih terbatas dari pada desa Grugu. “Saya Selama 12 tahun mendapat honor sebagai kepala desa sebanyak 75 ribu rupiah. Itupun diterima tiap 3 bulan sekali. Baru 5 tahun terakhir ini Ia mendapat honor 2,5 juta dari ADD.”
Menjadi kepala desa dengan gajih sejumlah itu sama sekali tidak mencukupi. Selain harus sedia uang untuk kebutuhan sehari-hari, Ia harus sedia uang untuk menyumbang warga yang hajatan dan yang terkena musibah. Uang sejumlah itu sama sekali tidak mencukupi kebutuhan sehari-hari. Belum lagi untuk menunjang kebutuhan operasional sebagai kepala desa. Biaya operasinya untuk menjalankan roda pemerintahan desa sekaligus untuk mengunjungi warganya yang tersebar di 4 dusun sangat mahal. Padahal mobilisasinya sangat tinggi. Ke mana-mana harus naik perahu.
Untuk mencukupi kebutuhan selama menjadi kepala desa di dua desa, Kang Jarwo tidak pernah melepas profesi sebagai pedagang benur dan petambak bandeng. Sementara itu isterinya membuka toko kebutuhan sehari-hari. Pendapatan resmi yang hanya sedikit itu pun selalu dibagi-bagikan pada warganya, terutama saat menjelang lebaran.
Karena Kang Jarwo iklas mengabdi pada desanya, rejeki selalu ada, selalu datang dari mana-mana.
Saya telah dua kali bertemu dan ngobrol dengan Kang Jarwo di Purwokerto. Terasa kurang sreg jika saya belum langsung menapakkan kaki di desanya. Saya bertekad harus ke sana untuk membuktikan omongan Kang Jarwo.
Nantikan laporan liputan kunjungan kami ke Ujung Alang bersama 9 teman-teman pada tanggal 7-8 April 2017!
Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H