Mohon tunggu...
Hari Widiyanto
Hari Widiyanto Mohon Tunggu... -

Suka menulis fiksi dan non fiksi

Selanjutnya

Tutup

Politik Pilihan

Isyarat Tidak Rangkap Jabatan Struktural Partai

25 Agustus 2014   17:45 Diperbarui: 18 Juni 2015   02:36 138
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Politik. Sumber ilustrasi: FREEPIK/Freepik

Presiden terpilih Jokowi mengisyaratkan, pejabat struktural partai yang nantinya ditunjuk menjadi menteri kabinetnya harus mengundurkan diri dari jabatan struktural partai. Isyaratnya pun mengundang pro kontra.

Jika isyaratnya benar-benar terlaksana maka merupakan angin segar bagi kita. Kita sudah lama sumpek dengan hawa kepemimpinan nasional yang rangkap jabatan struktural partai. Seperti kita lihat, para menteri yang duduk di kabinet era reformasi merupakan ketua DPP, bendahara partai, sekertaris umum partai dan ketua umum partai. Bahkan Presiden pun merangkap jabatan struktural partai lebih dari satu jabatan.

Pihak yang kurang setuju dengan isyaratnya adalah Menko Polhukham Djoko Suyanto seperti yang disampaikan dalam acara tokoh akhir pekan TV One yang disiarkan pada Minggu pagi 24/8/2014.

Menteri Tenaga Kerja Muhaimin Iskandar yang juga Ketua Umum PKB juga kurang setuju dengan isyarat Jokowi. Menurut Muhaimin, sah-sah saja seorang pengurus struktural partai direkrut menjadi menteri. Berakaitan hal ini dia akan membicarakan dengan Jokowi secara khusus.

Alasan Menko Polhukham Djoko Suyanto jika kita pikir ada benarnya. Jika ada menteri yang juga pejabat struktural partai maka komunikasi antara presiden dengan parpol koalisi pemerintahan/parlemen jadi lebih efektif dan efisien. Karena yang berkenaan dengan politik selalu beraroma transksionalistik yang dikemas dengan seni berkomunikasi tinggi, maka ketua umum yang rangkap jabatan di kabinet sangat menguntungkan bagi presiden.

Berkat keberadaan pejabat struktural partai di kabinet maka komunikasi politik jadi efektif dan efisien pada saat presiden mengeluarkan kebijakan politis. Jika presiden mengeluarkan kebijakan yang harus memerlukan persetujuan parlemen menjadi mudah, karena presiden mempunyai jembatan emas pejabat struktural partai sekelas ketua umum yang merupakan panglima tertinggi partai yang membawahi fraksi di DPR dari partainya. Pendek kata, untuk urusan komunikasi politik dengan frasksi partainya di parlemen, ketua umum partai adalah bandarnya.

Isyarat Jokowi mungkin dimaksudkan agar jajaran menteri di kabinetnya yang berasal dari pejabat struktural parpol lebih intens bekerja, dan tidak disibukkan dengan tugas-tugas kepartaian akibat rangkap jabatan struktural partai.

Mengangkat menteri merupakan hak prerogratif Jokowi sebagai presiden. Hak prerogatifnya memungkinkan untuk membuat mekanisme pejabat struktural partai yang diangkat sebagai menteri diharuskan mengundurkan diri dari jabatan partai.

Jika diamati maka isyarat yang merupakan terobosan ini mengandung makna multi dimensi bagi internal partai. Di antaranya untuk pengkaderan internal partai. Dengan demikian maka masuknya gerbong kepemimpinan kaum muda pada parpol pun cenderung lebih mudah.

Isyarat ini mengisyaratkan Jokowi sedang mengajak para pejabat struktural partai yang dingkat menjadi menteri menjadi negarawan. Isyaratnya juga sebagai isyarat seorang presiden yang tidak suka memecah belah partai. Jika dia menjadi presiden yang suka memecah belah partai tentu akan menjadikan pejabat struktural partai yang menjadi anggota kabinetnya sebagai instrumen pemecah belah.

Jika ada partai solid yang cenderung suka menyerang kebijakan positifnya, maka Jokowi tak akan mengadudomba partai itu. Jokowi pun tak akan menjagokan pejabat struktural partai yang menjadi menteri kabinetnya menjadi ketua umum, dan partai itu pun menjadi tidak solid. Akan tetapi Jokowi benar-benar ingin menjadi presiden yang objektif dengan program kerjanya yang positif, bukan dengan cara-cara politik agar program kerjanya yang tidak positif mudah diketokpalu oleh parlemen.

Isyarat Jokowi ini juga mempunyai arti bahwa Jokowi tidak akan merangkap jabatan ketua umum PDIP maupun ketua dewan pertimbangan PDIP. Dalam arti luas, isyaratnya merupakan isyarat akan menjadi negarawan, bukan seorang politikus yang negarawan. Sebab, politikus belum tentu seorang negarawan.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun