Mohon tunggu...
hari tsabit
hari tsabit Mohon Tunggu... -

aku

Selanjutnya

Tutup

Puisi

Kenangan Indah

6 Juli 2010   18:08 Diperbarui: 26 Juni 2015   15:03 73
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Puisi. Sumber ilustrasi: PEXELS/icon0.com

sore itu matahari masih terlihat cukup gagah bersinar. meski posisinya sudah condong ke barat, tapi cahayanya masih cukup terang. hingga membuat langit berwarna kemerah-merahan. meski jam tangan G-shock yang ku kenakan sudah menunjukan pukul 17.00 WIB. aku memacu sepeda gunung warna biru dongker kesayanganku agar segera sampai di rumah.

dari jauh sayu-sayu ku dengar suara tilawah mulai dikumandangkan di masjid dan surau. sebagai pertanda maghrib akan segera tiba. aku terus mengayun sepeda dengan ritme yang konstan. untuk menghemat energi dan yang pasti agar aku gak terlambat sampai dirumah. jalanan yang begitu padat, memaksaku untukberkali-kali menepi ke sebelah kiri. bahkan tak jarang pula aku harus keluar dari bahu jalan hanya untuk mengalah dari kendaraan yang lebih besar dan lebih cepat dariku.

setiap orang yang melintas semuanya seakan mengejar waktu agar segera sampai di rumah juga. hampir semua pengendara motor yang mendahuluiku, terlihat menenteng sebuah atau lebih bungkusan yang di centelkan di stir kendaraan. aku hanya berpikir, nanti menu apa ya di rumah ???

gambaran meja makan yang dipenuhi dengan makanan dan buah-buahan melintas dengan jelas di otakku. bayangan itu semakin membuatku bersemangat untuk memacu sepedaku dengan lebih kencang lagi. harapannya hanya satu, agar segera dapat mengetahui menu yang disediakan oleh Bundaku tersayang.

kira-kira seratus meter lagi jarakku dari gang masuk menuju rumah. aku mulai melambai-lambaikan tangan kananku sebagai tanda bagi pengguna jalan yang ada di depan maupun di belakang ku kalau aku akan membelokkan sepeda ke kanan untuk menyeberang. terdengar suara klakson kendaraan dari belakang, namun aku ga memperdulikannya. karena aku berpikir kalau aku sudah memberi tanda untuk menyeberang.

setibanya di mulut gang, ku lihat kakak perempuanku sedang berjalan searah denganku. sebuah rantang terlihat sedang ditentengnya di tangan kiri. aku kenal betul dengan rantang itu, karena biasanya aku yang membawanya ke warung es degan pak Nandar.

lima menit sebelum adzan maghrib dikumandangkan, alhamdulillah aku telah berada di depan rumah. sambil berkata Assalamu'alaikum...... aku langsung memasuki pintu rumah. tanpa melepas sepatu bata kesayangan, aku langsung menuju ke ruang makan. kulihat Abi masih bersila dengan Al Qur'an yang terbuka dihadapannya.

dengan segera ku lepas sepatuku dan ku letakkan di bagian atas dari rak sepatu yang disediakan. dan segera bangkit menuju ke sholat-an tempat Abi berada untuk dapat berjabat tangan dan mencium punggung tangan kanan beliau. namun aku belum melihat Bundaku ada disana. ku tengak-tengok ke arah dapur, namun tetap saja ga ku ketemukan. yanng ada hanya kakakku yang sedang menyiapkan minuman dari rantang yang tadi di tentengnya.

belum aku bertanya tentang keberadaan Bunda, ternyata aku mendengar suara merdu yang sangat ku kenal dari belakangku alhamdulillah kalo dah nyampe rumah!!! sapa beliau padaku. sambil menoleh padanya, aku lalu memyambut uluran tangan dan segera ku cium punggung tangan itu. perlakuan yang sama seperti pada Abi.

hampir bersamaan dengan ku cium punggung tangan Bunda, terdengar Gema Adzan Maghrib dikumdangkan dari Musholla yang ada di ujung Gang. bersama-sama kami ucapkan Alhamdulillah.... langsung saja ku berlari menuju meja makan yang ternyata makanannya tidak sepenuh bayanganku ketika di jalan tadi. dari jauh Abi mengingatkan untuk mengawali berbuka dengan membaca Allahumma lakasumtu wabika amantu waala rizkika aftortu birohmatika yaa arhamarrohimin. segera saja ku teguk es degan yang telah tertata di atas meja setelaah membaca doa berbuka puasa.

semua terasa sungguh nikmat. es degan yang mengalir membasahi tenggorokanku yang kerontang, apalagi bisa menjabat tangan dan mencium punggung tangan Abi dan Bundaku. sungguh memory yang tak terlupakan. kini, keduanya telah tiada. keduanya telah berada di alam Barzah. dengan makam yang bersandingan.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Puisi Selengkapnya
Lihat Puisi Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun