NGANJUK - Polemik adanya pengelola stone crusher (pemecah batu) di Desa Mungkung Kecamatan Loceret Kabupaten Nganjuk, Jawa Timur, yang mana sampai terjadi ujuk rasa. Lembaga Swadaya Masyarakat (LSM) Aliansi Wong Gawat (AWG)Â menilai tindakan tersebut sudah benar.
Pasalnya adanya kegiatan stone crusher tersebut. Selain dinilai mengganggu lingkungan dengan  adanya abu terbang atau fly ash yang dinilai mengganggu pernapasan. Selain itu usaha stone crusher tersebut diduga belum memiliki izin atau ilegal.
Sekretaris LSM AWG, Hariyanto menilai kegiatan usaha pemecah batu atau stone crusher seharusnya, sebelum melakukan kegiatan mengurus izin serta melakukan sosialisasi pada warga sekitar.
"Walau domisili usaha di desa sebelah, seharusnya pemilik usaha stone crusher itu perlu memikirkan warga desa sebelah yang terdampak. Kita mahluk sosial paling tidak memanusiakan manusia," tuturnya.
Kalau sudah ada kesepakatan dengan warga terdampak, baru mengurus izin ke Provinsi Jawa Timur dan Pemkab Nganjuk.
"Sebelum izin pengusaha pemecahan batu, seharusnya melakukan sosialisasi dan memikirkan warga yang terdampak, baru mengurus perizinan," paparnya.
Tidak hanya itu, perlu digaris bawahi melakukan kegiatan usaha stone crusher sebelum izin atau ilegal, itu melanggar peraturan pemerintah.
"Kita menilai bahwa masyarakat yang melakukan aksi unjuk rasa, itu secara tidak langsung membantu pemerintah tidak kehilangan Pendapatan Asli Daerah (PAD) atau pajak," lanjut Hari.
Dengan demikian, AWG mengapresiasi sikap dari Pemerintah Daerah (Pemkab) untuk menutup kegiatan usaha stone crusher di Desa Mungkung.
"Kita mengapresiasi penegak Perda dan penegak hukum yang sudah berjalan sesuai regulasi, dengan melakukan penutupan. Tanda kutip mencegah terjadinya kebocoran PAD," ungkapnya.