Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Politik

Salah Tembak dan Salah Tangkis dalam Isu Mafia PCR

6 November 2021   13:45 Diperbarui: 6 November 2021   13:54 247
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Walaupun menurut salah seorang relawan sulit untuk meminta para vendor ini untuk buka-bukaan rahasia bisnisnya, namun harusnya dari data impor yang dilakukan, perkiraan ini bisa dibuka oleh negara, dan pihak lab dan RS harusnya bisa didesak atau diwajibkan oleh negara untuk menginformasikan berapa harga pembelian reagen PCR yang mereka lakukan.

Transparansi atas harga modal PCR akan menguntungkan banyak pihak. Pemerintah bisa lebih akurat menentukan batas harga maksimal, laboratorium memiliki banyak pilihan reagen dan mesin analisa yang lebih terjangkau, dan ujungnya masyarakat bisa menikmati harga tes yang murah. 

Hanya dengan membuka sejelas-jelasnya informasi ini, kita jadi bisa tahu apakah memang ada kepentingan bisnis yang bermain dan berapa banyak beban tidak semestinya yang mesti kita tanggung dari pewajiban test PCR untuk tujuan screening.

Jika yang dituju sebagai sasaran serangan adalah penyedia layanan test, maka yang terjadi adalah situasi seperti sekarang, hanya saling serang untuk kepentingan politik.

Padahal apakah setelah ada reshuffle, misalnya, harga test PCR akan berubah menjadi lebih murah? Saya kok ragu. Menterinya bisa ganti, tapi pemasok reagen dan mesinnya kan masih itu-itu saja.

Jangan sampai kita hendak menepuk lalat, tapi yang dilempar granat. Lalatnya terbang dengan leluasa, yang mati orang-orang di sekitar lalat hinggap.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Politik Selengkapnya
Lihat Politik Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun