"Kalau mau lihat kebun sawit rakyat, carilah di Malingping, di sana saya dengar ada," pesan Pak Alit, pegawai PTPN VII di Leuwiliang menjelang temaram.
Â
Sayangnya saya justru kesasar, lagi-lagi di Kebun PTPN, berakhir dengan cerita mengenai Suku Baduy penggarap kebun sawit di tulisan sebelumnya.
Â
Setelah pulang, rasa penasaran masih menggelayut. Hingga saat Mas Jopi dari Tempo memanggil untuk kopdar dan ngobrol. Sambil menanyakan banyak hal soal politik dan kerelawanan, ia menanyakan apa saja aktivitas saat ini.
"Menulis soal petani kecil," jawab saya.
"Wuidih, ke mana?" tanyanya
"Ya keliling Indonesia, pakai motor butut itu," sahut saya menunjuk halaman rumahnya.
"Ga pakai jaket? Pinjam aja jaket saya," katanya sambil geleng-geleng kepala.
Saya menolak, karena saya justru tidak bisa menikmati udara panas. "Lebih enak dingin-dingin, Mas," saya tertawa, dia juga, seisi ruangan itu tertawa.
Pukul 5:00 sore saya memulai perjalanan dari Depok kembali ke arah Malingping. Saya menemukan jalur yang agak lebih cepat dari Rangkasbitung ke pantai di selatan. Lumayan menghemat waktu perjalanan sekitar setengah jam.
"Itu kebun siapa, Pak?" Tanya saya kepada warga sekitar.
"Oh itu mah punya Pak Hussein!" Jawabnya.