Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Humaniora Pilihan

Pulang... (2)

22 September 2020   12:55 Diperbarui: 24 September 2020   05:42 195
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

lonceng-5f698eda097f3616dc3d4444.jpg
lonceng-5f698eda097f3616dc3d4444.jpg
Malam sudah terlalu larut di Geger Kalong saat pertemuan kami usai. Kami sepakat melanjutkan pertemuan esok hari. Dan luar biasanya, Kang Hadi memang terlahir disiplin. Pukul 5:30 dia sudah mengingatkan saya untuk ke rumahnya. "Sekalian lari pagi ya di Lembang," katanya sambil memperlihatkan sepasang sepatu olahraga.

Rumah Kang Hadi sederhana dengan banyak sentuhan artistik tradisional dari berbagai penjuru Indonesia dan dunia. Di parkirannya ada dua mobil. "Tapi kalau teu perlu-perlu amat, saya ga terlalu suka nyetir mobil euy. Enakan momotoran." Berada di puncak karir tak membuatnya menikmati kehidupan mewah.

Sekitar 15 menit ke Lembang, tepatnya di sebelah laboratorium Bosscha, kami sampai di SOS Children's Village. "Dulu namanya SOS Kinderdorf. Didirikan orang Austria,Hermann Gmeiner,  filiantropis yang juga mengalami kepahitan hidup jadi yatim piatu. Nah, usai perang dunia 2, banyak anak-anak kehillangan kasih sayang orangtua, sehingga dia kemudian mendirikan SOS Kinderdorf dan mendapat dukungan banyak pihak."

sos-5f698f7add39432bd3377ab2.jpg
sos-5f698f7add39432bd3377ab2.jpg

Begitu sampai di gerbang SOS Kinderdorf, Kang Hadi menolak saat saya tawarkan membukakan pintu gerbang. "Gapapa biar saya saja." Sesuatu yang sedikit membuat saya tidak enak hati karena posisinya yang lebih senior. Tapi tampaknya memang seperti itulah Kang Hadi, tidak segan melakukan hal-hal kecil dan remeh dalam aktivitas kesehariannya.

"Saya ingat dulu waktu pertama mengabdi di sini, jadi lulusan Astronomi ITB, karir sebenarnya sangat layak. Waktu itu kami membesarkan sapi. Suatu hari tempat ini kosong, tidak ada yang mengurus sapi yang sudah menjerit-jerit kelaparan. Ya sudah saya ambil aja arit dan memotong rumput untuk memberi makan sapi-sapi itu. Bayangkan, lulusan ITB ngarit rumput buat kasih makan sapi, hahahaha," katanya sambil tertawa-tawa.

Ngobrol dengan Kang Hadi sangat tidak berjarak. Ia bisa menceritakan apa saja tanpa merasa harus jaim, bahkan dengan kondisi merendahkan dirinya sekalipun. 

"Dulu ada remaja di sini yang melawan ke saya. Entah kenapa dia begitu benci dengan saya. Tempat saya tidur dibanjiri dengan air. Motor saya dikencingi. Anak-anak yang lain mengadukan dia sebagai pelakunya. Tapi ketimbang marah, saya memilih tetap memberikan senyum, walau dia selalu buang muka. Hasilnya dipetik saat dewasa. Dia sekarang sudah jadi orang berhasil, jadi salah satu sahabat akrab saya."

"Pengabdian seperti ini memang membuat kita harus menekan ego. Saya harus melayani ribuan anak. Ego adalah masalah terbesar yang merusak komunikasi manusia," tambahnya lagi. Sambil berkeliling kampung anak ini, saya melihat bahwa anak-anak tersebut memang diurus dengan sangat teliti dan berdedikasi.

anak-5f699132dd39437360270b43.jpg
anak-5f699132dd39437360270b43.jpg
"Kita tidak pernah menggunakan istilah panti asuhan. Yang dibuatkan di sini adalah keluarga. Mereka kita berikan sosok ibu yang mengasuh hanya sekitar 6 orang anak, jadi mereka sangat diperhatikan dan mendapat kasih sayang keluarga yang sesungguhnya," kata Kang Hadi lagi sambil berlari-lari di jalanan menanjak di tempat itu. Badannya begitu ideal. Tapi bukannya tanpa pengorbanan.

childrenvillagelari-5f698ff2097f3607197e3014.jpg
childrenvillagelari-5f698ff2097f3607197e3014.jpg
"Awal saya mulai ya sedikit overweight juga. Saya sampai turun 10 kilogram, lalu memutuskan lari dengan disiplin. Sekarang sudah bisa puluhan kilometer, dan akhirnya kita buat event marathon untuk penggalangan dana bagi anak-anak ini. Run to Care, namanya." terangnya. Saya baca di media sosial, event run to care berhasil mengumpulkan dana puluhan juta rupiah.

Luar biasa.

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Humaniora Selengkapnya
Lihat Humaniora Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun