Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Money Pilihan

Kata SJW, Ekonomi Bisa Diabaikan Saja Saat Wabah, Nyatanya?

10 Juni 2020   16:37 Diperbarui: 10 Juni 2020   16:49 184
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Bagikan ide kreativitasmu dalam bentuk konten di Kompasiana | Sumber gambar: Freepik

Wabah COVID juga bukan sekedar problem penyakit dan kelaparan. Di Hungaria, coronavirus terbukti berhasil disalahgunakan untuk memberangus demokrasi. Perdana Menteri Viktor Orbn mendapat kekuasaan yang nyaris tidak bisa dikontrol lagi oleh wakil rakyat. Kekuasaan ini bisa berlaku untuk waktu yang nyaris tidak ditentukan.

Di Turki, Erdogan yang juga selalu langganan dapat puja-puji dari Kadrun, menuduh bahwa media telah menyebarkan banyak sekali berita bohong selama wabah terjadi. Menurutnya, jurnalis bukannya membantu, namun malah "mengobarkan perang terhadap bangsanya sendiri," atau "bekerja siang dan malam untuk merusak moral bangsa," ketimbang mendengarkan masukan dan informasi yang mereka kumpulkan.

Pada Bulan Maret, awal terjadinya wabah di Turki, dua wartawan, Idris Ozyol and Ebru Kucukaydin, serta Editor in Chief, Mustafa Ozdemir dan Ismet Cigit, ditahan dan dituduh menyebarkan kepanikan di Antalya, Zonguldak, dan  Kocaeli, hanya karena menyuarakan kritikan atas lambannya respon pemerintah.

Wartawan lainnya, Nurcan Baysal, juga diinterogasi hanya karena mengkritisi kurangnya masker bagi rakyat Turki di media sosial.

Di sisi lain, demokrasi sendiri dianggap menjadi masalah utama dalam pengendalian wabah. Negara-negara demokratis dan yang kepentingan pengusahanya kuat dalam pengambilan keputusan, terbukti mengalami kesulitan saat lockdown akan diterapkan.

Budaya pun juga tak bisa diabaikan dalam penanganan wabah. Menurut artikel yang ditulis Carl Benedikt Frey, Giorgio Presidente, dan Chinchih Chen di VOX Eropa, bangsa yang kuat budaya individualismenya kesulitan jika harus mengambil tindakan bersama, dan bahkan untuk sekedar bersepakat, dalam upaya melawan COVID19. Namun di sisi lain mereka cenderung lebih mudah menerima inovasi.

Dan sebagai kesimpulannya, ternyata memang penanganan wabah ini tak seenteng yang diduga. Bukan berarti kalau sebuah upaya berhasil di suatu negara, lalu upaya tersebut pasti akan memberikan hasil serupa jika diterapkan di negara lain. Entah itu persoalan testing, testing, testing, lokdan lokdon, atau bahkan kebijakan let go yang diterapkan di negara seperti Swedia.

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
Mohon tunggu...

Lihat Konten Money Selengkapnya
Lihat Money Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun