Setiba di Tulung Agung sudah subuh. Seharusnya saya melanjutkan dengan bus tigaperempat ke Trenggalek. Namun nasib mempertemukan saya dengan Warung Karunia Haryani, tepat di pintu masuk Terminal Gayatri, Tulung Agung.
Di sini saya berkesempatan mencoba menu Lodho, opor khas Trenggalek dan Tulung Agung. Sebenarnya mirip opor, tapi ada sedikit rasa pahit seperti taburan bawang goreng, tapi tidak ada bentuk bawang goreng di dalam Lodho ini.
Memang kalau saya berkunjung ke salah satu daerah dan menceritakan kekayaan budayanya, ada saja yang merasa senang karena merasa itu kampung halamannya.
Lalu saya juga sempat mencoba brengkes, semacam pepes, namun dengan isian ikan pindang, sehingga agak basah dan beraroma lebih tajam dan menusuk. Enak sekali..
Sesampai di Hara, sambil menunggu tibanya waktu pelatihan, saya masih berjalan-jalan, lalu singgah sebentar di tukang pijit tuna netra. Kali ini lebih murah lagi, Rp 50 ribu untuk beberapa jam. Sungguh enak karena memang tuna netra biasanya punya kelebihan tersendiri. Ia memijiti beberapa aliran darah saya, dan rasanya memang menyengat, lalu gatal luar biasa karena aliran darah yang tersumbat kembali menyebar ke sekitarnya.
"Wis, enak toh, nanti pelatihan di kantor Bupati bisa lega." Katanya seusai Jumatan itu.
Saya masih sempat makan di Warung Asal Cukup, di sekitaran Jalan Yos Sudarso. Di sini saya menemukan menu baru, Dendeng Ragi. Ternyata ini adalah semacam empal yang kemudian ditaburi serundeng. Enak sekali, serundengnya walaupun Cuma sisa sedikit, menimpali rasa gurih dari dagingnya.