Bus Agra Mas ini hanya sampai Solo, jadi saya ada sedikit kesempatan untuk mencari tukang pijit, setelah kaki tertekuk agak lama. Kaki saya memang tidak ditakdirkan untuk berlama-lama untuk melakukan aktivitas. Lari dan duduk sama-sama melelahkannya.
Jadi saya minta becak mengantarkan ke tempat pijat. Letaknya di beberapa blok di belakang Terminal, enak sekali, harganya Cuma Rp 70 ribu sudah dengan teh botol dingin. Saya pikir untuk satu jam saja, karena kira-kira sebegitulah tarif pijat refleksi di Jakarta. Tapi ternyata ia memijat sampai kaki tidak terasa sakit lagi.
Sekitar pukul 07:30 malam, saya kembali ke Terminal, lalu beranjak ke arah Kediri dengan bus Harapan Jaya. Ongkosnya Rp 75 ribu saja. Saya diturunkan di Po Bus berikutnya yang mengantarkan ke Tulung Agung.
Di sekitar persimpangan menuju Tulung Agung, saya melihat sebuah tahu dengan nama aneh, Tahu Takwa namanya. Mirip dengan tahu kuning yang bisa kita temui di Jakarta.
Tapi di sini tahunya sama sekali tidak ada sisa rasa asam setelah dikunyah, dan mbak penjualnya mengizinkan saya mencicipi.
"Ndak papa mas, belum digoreng pun boleh dimakan. Biasanya memang untuk digoreng. Tapi ini bukan tahu mentah. Ga akan sakit perut," Katanya berusaha meyakinkan.
"Ini kok bisa tahunya tidak asam sama sekali?" Tanya saya. Yang langsung dijawab kalau dalam proses pembuatannya, perlakuan airnya khusus dan ada campuran kacang hijaunya. Oh, pantaslah ada sedikit bau lembut di luar kedelai yang menyertai saat kita mengigitnya. Memang khas aroma kacang hijau.
Selepas menikmati Tahu Takwa, saya belanjut ke bus berikutnya, yang ada di seberang. Kali ini ongkosnya hanya Rp 8.000. Memang bukan bus ber AC, tapi cukup nyaman karena bersih dan terawat.
Saya hanya bisa tidur-tidur ayam karena kali ini busnya ramai dan penumpang bergantian turun dan naik. Sehingga saya agak khawatir dengan keselamatan barang-barang saya.