Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Travel Story Pilihan

Tommy Akhirnya Melanjutkan Motoran di Surga

22 Oktober 2019   04:05 Diperbarui: 22 Oktober 2019   04:20 353
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.

"Gue sih pengennye motoran keliling Indonesia. Dari kuliahan juga senang jalan keliling-keliling pakai motor, Har," Saat saya tanya apa sebenarnya mimpi besar Tommy waktu kami nyetir ke Sumatera. Dan memang dia hobi sekali motoran ke mana-mana. 

Tommy adalah kompasianer, kontributor di detik traveler, kumparan, dan banyak situs lainnya. Di Kompasiana, dengan nama Tommy Bernadus. Aktif juga ngetweet artikel-artikelnya di twitter @baciritaID.

Tulisannya sering mejeng jadi headline dan artikel pilihan, di manapun dia menulis. Dan sampai sekarang ia penasaran mau menulis buku cetak atas namanya sendiri, yang berisi petualangan-petualangannya. Itulah yang kemudian membuat saya mengajaknya tur maraton keliling Sumatera. 

"Asik banget keliling begini, nyoba ini itu. Belum pernah gue ke Sumatera, Dhi," Katanya sambil melahap ayam balado, ditemani bareh solok di Solok Selatan, selepas main ke Danau Kerinci yang dingin. Di tengah hawa Solok Selatan yang dingin luar biasa, ia nambah sampai tiga kali. Kami tertawa panjang. Tawa yang tidak akan pernah lepas dari mukanya yang selalu saya ingat sampai saat ini. "Bareh Solok memang luar biasa!" Pujinya. 

Berjalan dengan Tommy selalu merupakan sebuah petualangan surga kuliner. Dia paling suka makan. Bisa nambah berkali-kali sampai bikin saya geleng-geleng kepala sendiri.

Instingnya bagus dalam memilih makanan dan hotel enak yang murah meriah, sesuatu yang membantu saya saat travelling karena saya tipenya suka asal coba, sering saya berakhir dengan makan makanan tidak enak atau tidur di hotel yang layanannya buruk. Tommy lebih detail membaca review dan bertanya ke teman-teman travellernya yang lain mengenai suatu tempat. 

Walaupun kemudian kebiasaan makannya yang luar biasa itu membawa masalah kepada tubuhnya sendiri. Tommy sering bercerita kalau ia hipertensi dan gula darahnya sempat beberapa kali naik. Kejadiannya sudah sejak dua atau tiga tahun yang lalu. Sehingga saat kemarin kembali dari main ke daerah timur, ia mulai mengeluh lemas. 

Awalnya saya pikir dia hanya jet lag setelah main sejauh itu. Ia sempat kelihatan mereview Nias, Titik Nol Sabang, lalu lanjut ke Sulawesi dan lanjut ke Kepulauan Kei di Maluku. Memang kalau selesai travelling kita seharusnya istirahat agak panjang karena pasti stamina terkuras, lah ini sampai keliling seluruh Indonesia tanpa henti selama beberapa hari saja. 

Dari seorang teman saya dengar ia jatuh dari bangku yang patah, lalu mengeluh rusuknya nyeri, bahkan mengeluhkan maagnya yang kambuh. Khas gejala angin duduk. Sayang ia tak mau diopname, dan saat saya bertanya pun ia tidak lagi bercerita apapun. 

dok. Tommy Bernadus
dok. Tommy Bernadus
Dan yang saya tahu dia adalah Jokower sejati. Mengetahui bahwa ia masih sempat menyaksikan pelantikan presiden tanggal 20 lalu masih melegakan hati saya. Ia salah satu yang paling rajin dan bekerja keras mendukung Jokowi. Sampai kadang dimaki buzzer.

Padahal saya yang paling tahu kalau dia lebih banyak menggunakan uangnya sendiri, misalnya membeli perlengkapan HP, laptop, kamera, hingga drone. Bahkan motornya yang akhirnya ia beli dan dipakai dengan bangga ke mana-mana, adalah hasil kerja kerasnya sendiri. 

Tapi dunia voluntary perpolitikan ini memang keras, orang saling tuduh seenaknya, sesuka hatinya. Tidak juga media konvensional yang harusnya menulis dengan hati-hati berimbang, juga asal ngecap orang-orang seperti Tommy sebagai buzzer hanya karena jurnalisnya mungkin berambisi mengejar judul yang clickbait, merusak integritas orang lain hanya demi traffic.

Padahal hampir semua pendukung Jokowi sepakat, kalau Tommy adalah pekerja keras sejati. Tanpa perlu insentif, dia selalu menulis, untuk hal apapun. Tommy bukan orang yang meributkan imbalan material untuk mengerjakan sesuatu. Tommy menulis hanya karena ia senang menulis. 

"Gue tuh dulu wartawan. Kalau gue mau enak mah gampang. Bikin aja situs berita dotcom abal-abal, terus bikin review positif banget atau fitnah sekalian ke pejabat-pejabat. Abis itu minta duit damai atau proyekan. Tapi gue ogah kaya begituan, Dhi. Gue tegur temen-temen lain yang begitu. Ngapain kita hidup dari rejeki yang ga berkah coba!" Ungkapnya gemas.

Saking kadang lagi susah hidupnya, Tommy suka menelepon saya tengah malam. "Lagi di kafe mana?" Saya tahu kalau sudah begini, tendanya Tommy sedang lapar. Saya ajak dia makan dan minum, lalu kita ngobrol sampai pagi. Kadang kami usil tidur di kafe, KFC, atau McD sampai pagi, hehe. Tentu saya tidak menganggap dia lebih rendah hanya karena hal seperti ini.

Saya melihatnya dengan rasa kagum atas keteguhan hatinya untuk terus menulis, walau kita tahu saat ini penghargaan terhadap penulis tidak lagi sebesar dulu. Sambil ngopi bareng, kita sering bertukar ide, akan jalan-jalan ke mana lagi berikutnya. Kadang juga kami tertawa-tawa berghibah soal kelakuan relawan Jokowi yang aneh bin ajaib. 

Saya tidak bisa hidup begitu bersahaja dan sebohemiannya Tommy. Karena itu saya masih bercampur pekerjaan lainnya, sementara menulis hanya nyambi. Untuk Tommy, menulis adalah kehidupan itu sendiri. Ia hidup dalam karya-karyanya. 

Tommy juga banyak membantu saya mengurusi kegiatan-kegiatan di Inovator 4.0 Indonesia yang dipimpin Mas Budiman Sudjatmiko. Kabar berpulangnya Tommy juga mengejutkan beliau, karena ia juga punya kenangan yang juga positif soal Tommy. 

"RIP Tommy, orang yang tak pernah berhenti tersenyum..selalu tertawa dengan seluruh tubuhnya. Sangat kehilangan dia.." demikian kenang Mas Budiman Sudjatmiko.

Hari ini, 21 Oktober 2019, Thomas Jan Bernadus, meninggalkan kita semua. Tapi saya yakin semangatnya jalan-jalan dan menulis tidak akan selesai sampai di sini. Ia pasti sedang tertawa-tawa di surga di atas sana, melanjutkan petualangan kulinernya, sambil motoran, seperti impiannya yang belum terwujud di dunia ini. 

dok. Tommy Bernadus
dok. Tommy Bernadus
Selamat jalan teman, karyamu akan selalu abadi.

Makassar 21 Oktober 2019

Hariadhi

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Travel Story Selengkapnya
Lihat Travel Story Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun