Sup ubi, tergantung resep kokinya masing-masing, adalah jenis sup yag menggunakan ubi yang tampaknya digoreng terlebih dahulu, lalu dicemplungkan ke dalam masakan sup. Bisa saja bentuknya sup bening seperti yang saya temui di google. Atau yang saya pesan ini supnya kental, tampaknya dengan santan dan banyak bumbu.
Ciri khas dari sup ubi bukan hanya ubi, tapi juga tambahan mie nya yang nikmat. Bisa mie kuning, atau sejenis bihun.
Selesai melahap sup ubi, saya sempatkan menikmati pantai di malam hari, lalu tidur supaya besok tidak kesiangan.
Bau kambeve harum. "Itu dari jagung muda dilumat. Manis sekali. Coba saja! Tiga sepuluh ribu.." Jawab si Ibu muda itu manis. Karena kapal akan segera berangkat, maka saya tidak bisa berlama-lama dan langsung membawa kambevenya ke kapal. Begitulah enaknya kapal laut. Waktu boardingnya ga pake lama.
"Maaf, ini tas siapa, Pak? Bu?" Tidak ada yang mengacuhkan saat saya bertanya kenapa bagian depan kursi saya ditumpuki dengan banyak sekali kardus di seat A3. Padahal posisi kursinya paling depan. Akibatnya tidak ada sama sekali ruangan untuk kaki.
Tapi ya mereka tidak peduli sama sekali. Sekali lagi tampaknya dialek Jakarta dianggap halus sekali di sini, sampai seorang bapak-bapak dengan muka keras datang dan bersiap duduk di sebelah saya. Bagi saya, intonasinya setengah berteriak.
"Eh sapa punya barang ini!? Singkirkan! Sa mau duduk!" Sa dalam dialek timur berarti saya.