Mohon tunggu...
Hariadhi
Hariadhi Mohon Tunggu... Desainer - Desainer

Ghostwriter, sudah membuat 5 buku berbagai Dirut BUMN dan Agency Multinasional, dua di antaranya best seller. Gaya penulisan berdialog, tak sekedar bernarasi. Traveler yang sudah mengunjungi 23 dari 34 provinsi se Indonesia. Business inquiry? WA 081808514599

Selanjutnya

Tutup

Foodie Pilihan

Semarang, Surga Kuliner yang Tiada Habisnya

2 Oktober 2019   01:26 Diperbarui: 2 Oktober 2019   01:54 239
+
Laporkan Konten
Laporkan Akun
Kompasiana adalah platform blog. Konten ini menjadi tanggung jawab bloger dan tidak mewakili pandangan redaksi Kompas.
Lihat foto
Terminal Mangkang, Semarang, Dokpri

Hampir pagi saat saya memasuki Semarang. Setelah semalam singgah di Klaten, mengambil foto-foto terminalnya yang keren, dan ngobrol dengan salah seorang teman programmer saya, Mulyono sepanjang jalanan dari Klaten ke Boyolali, sebelum saya melanjutkan perjalanan ke Semarang.

Terminal Klaten, Dokpri
Terminal Klaten, Dokpri
"Mas tiba-tiba amat sih datangnya. Saya ga bisa ajak jalan-jalan jauh, paling ke sini," Kata Mulyono, rekan saya dalam membuat berbagai apps di Android. Orangnya detail dan teliti sekalin kalau mengerjakan apapun, termasuk jalan-jalan. Berbeda dengan saya yang suka spontanitas.

"Gapapa Mas, bisa nyobain apa kita di Boyolali?" Tanya saya. "Ya paling susu segar mas. Di sekitar sana banyak peternakan," Mulyono mencoba meyakinkan saya.

"Ga ada kuliner aneh dan unik gitu?" Saya ga yakin. "Ya bisa dicari sih, tapi ini udah malam mas. Haha."

Ya sudah jadilah kami minum susu segar saja sambil berbincang di salah satu warung tenda susu segar. Bukan pengalaman yang unik tapi kami bisa bertukar banyak cerita. Mulai dari masalah keluarga sampai bullying dan fitnah dari @partaisocmed yang tidak ada henti-hentinya menimpa saya.

Tapi terus terang duit saya sudah hampir habis sih. Jadi kalau dihitung minum susu, sate kerang, sosis, dan biaya bus menuju tempat selanjutnya di Semarang, habislah semua uang saya sesampai terminal di Semarang. Hahaha.

Terminal Mangkang, Semarang, Dokpri
Terminal Mangkang, Semarang, Dokpri
Sudah menjelang subuh saat saya berangkat dari Boyolali, dan benar, sampai di Semarang pagi harinya, uang saya sudah benar-benar habis. Celakanya, saya rogoh-rogoh saku ke sana ke mari kok ya dompet saya raib. Apa dicopet ya? Pikir saya. Tapi rasanya tidak mungkin. Soalnya tadi di bus saya rasanya tidak ketiduran dan duduk sendirain saja tanpa orang di sebelah.

Terminal Mangkang, Semarang, Dokpri
Terminal Mangkang, Semarang, Dokpri
Masih ada dua puluh ribu untuk sarapan dan makan siang, hasil merogoh saku di samping tas. Tapi ya sudah saya jadi tidak bisa pulang ke Jakarta.

Jadilah saya panik, menghubungi beberapa teman yang masih punya uang untuk dipinjamkan. Etapi saya lupa, sebenarnya saya bukan tidak punya duit, tapi saya tak punya uang tunai. Mengakses ATMnya yang tidak bisa! Kalau minta teman-teman di Semarang mengantarkan duit tunai kok ya rasanya nyebelin dan merepotkan mereka.

Terminal Mangkang, Semarang, Dokpri
Terminal Mangkang, Semarang, Dokpri
"Kenapa bingung, lo punya mbanking toh?" Tanya Boni, teman saya di Whatsapp.  

"Ya udah cari aja ATM BCA yang bisa tarik tunai cardless." Katanya saat saya mengiyakan. Lah saya baru tahu ternyata di ATM khusus, saya bisa menarik tunai tanpa harus membawa ATM. Syaratnya tentu sudah download dan registrasi BCA Mobile.  

Syukurlah sebelumnya saya sudah sempat download dan mengaktifkan. Jadi walaupun belum menemukan ATM, setidaknya saya sudah aman. Nanti tinggal cari taksi saja dan ambil di ATM yang ada tarik tunai cardlessnya, pikir saya. Setidaknya saya bisa sarapan dulu dengan tenang.

Ikan Mangut. Dokpri
Ikan Mangut. Dokpri
Ada yang tahu mangut? Saya pikir ini kata dalam Bahasa Jawa yang berarti mengangguk setuju. Kok ya bisa dijadikan makanan. Hihi. Bukan, itu namanya manggut, har, pikir saya. "Mau kepala apa badannya?" Tanya Si Ibu penjual saat saya tanya mangut itu apa.

Ibunya menjelaskan mangut itu ya ikan, tanpa memberi penjelasan. Ini yang saya agak sebal, kalau orang jualan tapi tidak bisa menjelaskan barang macam apa yang hendak dijual. Tapi ya terlanjur sampai Semarang, nama makanan aneh yang pertama kali menyambut saya ya mangut ini.

Saya coba sesuap mangut, bersama kuahnya. Terasa pedas dan hangat menjalar. Segera saja saya merasa akrab dengan rasa. Ohh.. ini sih mirip ikan selais kalau di Sumatera. Selais adalah Bahasa Minang untuk ikan sale alias ikan tipis yang diasapi. Rasa asap itulah yang jadi pedas panas saat bertemu kuah santan. Namun mangut bukanlah ikan sale. Sepertinya tongkol karena badannya tebal dan padat, bukan renyah seperti ikan sale.

Dan seperti juga ikan sale, proses asap membuat rasa ikannya menjadi sangat tajam. Enak sekali berpadu dengan kuah gulainya.  Tidak rugi mencoba mangut, membuat saya kangen dengan masakan orangtua di rumah. Dulu waktu kecil saya memang hobi makan ikan selais dengan gulai pucuk ubi. Jadi tidak rugi juga saya tadi menerima penjelasan yang kurang deskriptif dari si Ibu penjualnya, hahaha.

Setelah perut kenyang, hati berdendang, saya melanjutkan naik GoCar ke sekitaran bandara, soalnya penasaran juga dengan bandara Ahmad Yani yang baru dibenahi terminalnya itu. Tapi yang jelas saya harus menemukan dulu tempat menginap yang sesuai dan memungkinkan untuk kulineran ria.

Di tengah jalan, saya menemukan ATM BCA yang saya harapkan, bisa tarik tunai tanpa harus menggunakan ATM. Saya pikir kok ya hidup ini makin canggih saja. Bukan lagi cashless, sekarang kita sudah masuk era cardless. Namanya juga generasi simpel, semua hal harus dibikin simpel.

Dan lama-lama kok ya demi bisa mewujudkan impian jadi generasi simpel itu, bisa saja kita berakhir jadi moneyless society, hahaha. Impian saya suatu saat nanti kita bebas travelling ke manapun kita mau tanpa butuh membayar apapun lagi. Makin panjang melamun, imajinasi saya semakin ekstrim.

"Di mana ya bagusnya saya berhenti, Pak?" Tanya saya, walaupun saya sebenarnya sudah menetapkan tujuan di bandara.

"Di sekitaran Puri saja. Sudah dekat kok dengan bandara. Di sini banyak restoran China, kalau mas mau cari makanan yang aneh-aneh." Sarannya. Maka kami berbelok ke Airy Bandara Ahmad Yani Gapura Residence. Lagi-lagi pesan kamar di Airy juga tidak perlu bayar tunai. Harus lewat transfer malah. Jadi ya saya bayar lagi dengan mobile banking. Beres, sehari ke depan saya tidak lagi harus kebingungan mencari tempat untuk istirahat. Lalu karena sudah lelah tak tidur sepanjang malam, saya pun tertidur.

Hampir malam saat saya bangun dan terasa sangat lapar. Maklum makan siangnya dilewatkan oleh tidur. Lalu saya berjalan kaki menelusuri Jalan Puri Anjasmoro. Di tengah hembusan angin lembut Semarang, saya lihat sepanjang jalan banyak sekali makanan China. Karena belum ada yang menarik di hati, maka saya memutuskan makan di warung saja. Nah kalau ini pastinya harus uang tunai. Dan ajaibnya saat saya rogoh kantong saya, ternyata dompet saya sudah kembali! Hahaha. Ternyata terselip dan terlipat di bagian paling dasar sakut celana. Saya masukkan kembali lembaran uang yang diambil di ATM tadi kembali ke dompet.

Babat Gongso, Dokpri
Babat Gongso, Dokpri
Warung tenda yang saya masuki bernama Tarsan Moro Sae. Entah kenapa si mas nya menamai seperti itu. Daftar menunya di bagian akhir menunjukkan nama makanan unik yang membuat saya penasaran, babat gongso. Langsung saja saya pesan.

Babat Gongso, Dokpri
Babat Gongso, Dokpri
Ternyata babat gongso ya semacam tumisan daging babat sapi bercampur daun kol dan daun bawang. Babat adalah bagian lambung binatang pemamah biak, alias handuk, kalau di kampung saya. Sayangnya walaupun saya sudah memesan babat gongsonya pedas, ternyata masakan Semarang agak kurang pedas dibanding sambel belut yang saya pesan di Jogja, tapi tidak semanis Solo. Tapi karena penasaran ya saya coba saja. Lumayanlah, lembutnya daging babat berpadu dengan kuahnya yang tidak terlalu tajam namun kaya rasa rempah. Bisa diterima untuk lidah orang Minang seperti saya yang selalu ingin makanan berkuah, walaupun pedasnya kurang nendang.

Sesudah babat gongso disetor masuk perut, waktunya berbelanja oleh-oleh. Batik khas Semarang menarik mata saya, bentuknya sudah jadi celana pendek. Bolehlah ini untuk hadiah giveaway di media sosial.

Airy Gapura Dokpri
Airy Gapura Dokpri
Kembali ke hotel, saya tidur lagi. Memang Hotel Gapura Residence ini patut dipuji. Furniturnya mewah dan lengkap. AC juga dingin. Air hangat mengalir sepanjang waktu, tidak seperti beberapa hotel murah yang menjanjikan air hangat tapi ternyata harus menunggu di jam tertentu baru pemanasnya menyala. Masih ada lagi snack dan makan pagi disediakan.

Airy Gapura Dokpri
Airy Gapura Dokpri
Lagi-lagi, saya terlelap, untuk selanjutnya besok menikmati lagi kulineran di Semarang. Seperti apa? Akan saya ceritakan di artikel selanjutnya...

Baca konten-konten menarik Kompasiana langsung dari smartphone kamu. Follow channel WhatsApp Kompasiana sekarang di sini: https://whatsapp.com/channel/0029VaYjYaL4Spk7WflFYJ2H

HALAMAN :
  1. 1
  2. 2
  3. 3
Mohon tunggu...

Lihat Konten Foodie Selengkapnya
Lihat Foodie Selengkapnya
Beri Komentar
Berkomentarlah secara bijaksana dan bertanggung jawab. Komentar sepenuhnya menjadi tanggung jawab komentator seperti diatur dalam UU ITE

Belum ada komentar. Jadilah yang pertama untuk memberikan komentar!
LAPORKAN KONTEN
Alasan
Laporkan Konten
Laporkan Akun