Syukurlah sebelumnya saya sudah sempat download dan mengaktifkan. Jadi walaupun belum menemukan ATM, setidaknya saya sudah aman. Nanti tinggal cari taksi saja dan ambil di ATM yang ada tarik tunai cardlessnya, pikir saya. Setidaknya saya bisa sarapan dulu dengan tenang.
Ibunya menjelaskan mangut itu ya ikan, tanpa memberi penjelasan. Ini yang saya agak sebal, kalau orang jualan tapi tidak bisa menjelaskan barang macam apa yang hendak dijual. Tapi ya terlanjur sampai Semarang, nama makanan aneh yang pertama kali menyambut saya ya mangut ini.
Saya coba sesuap mangut, bersama kuahnya. Terasa pedas dan hangat menjalar. Segera saja saya merasa akrab dengan rasa. Ohh.. ini sih mirip ikan selais kalau di Sumatera. Selais adalah Bahasa Minang untuk ikan sale alias ikan tipis yang diasapi. Rasa asap itulah yang jadi pedas panas saat bertemu kuah santan. Namun mangut bukanlah ikan sale. Sepertinya tongkol karena badannya tebal dan padat, bukan renyah seperti ikan sale.
Dan seperti juga ikan sale, proses asap membuat rasa ikannya menjadi sangat tajam. Enak sekali berpadu dengan kuah gulainya. Â Tidak rugi mencoba mangut, membuat saya kangen dengan masakan orangtua di rumah. Dulu waktu kecil saya memang hobi makan ikan selais dengan gulai pucuk ubi. Jadi tidak rugi juga saya tadi menerima penjelasan yang kurang deskriptif dari si Ibu penjualnya, hahaha.
Setelah perut kenyang, hati berdendang, saya melanjutkan naik GoCar ke sekitaran bandara, soalnya penasaran juga dengan bandara Ahmad Yani yang baru dibenahi terminalnya itu. Tapi yang jelas saya harus menemukan dulu tempat menginap yang sesuai dan memungkinkan untuk kulineran ria.
Di tengah jalan, saya menemukan ATM BCA yang saya harapkan, bisa tarik tunai tanpa harus menggunakan ATM. Saya pikir kok ya hidup ini makin canggih saja. Bukan lagi cashless, sekarang kita sudah masuk era cardless. Namanya juga generasi simpel, semua hal harus dibikin simpel.
Dan lama-lama kok ya demi bisa mewujudkan impian jadi generasi simpel itu, bisa saja kita berakhir jadi moneyless society, hahaha. Impian saya suatu saat nanti kita bebas travelling ke manapun kita mau tanpa butuh membayar apapun lagi. Makin panjang melamun, imajinasi saya semakin ekstrim.
"Di mana ya bagusnya saya berhenti, Pak?" Tanya saya, walaupun saya sebenarnya sudah menetapkan tujuan di bandara.
"Di sekitaran Puri saja. Sudah dekat kok dengan bandara. Di sini banyak restoran China, kalau mas mau cari makanan yang aneh-aneh." Sarannya. Maka kami berbelok ke Airy Bandara Ahmad Yani Gapura Residence. Lagi-lagi pesan kamar di Airy juga tidak perlu bayar tunai. Harus lewat transfer malah. Jadi ya saya bayar lagi dengan mobile banking. Beres, sehari ke depan saya tidak lagi harus kebingungan mencari tempat untuk istirahat. Lalu karena sudah lelah tak tidur sepanjang malam, saya pun tertidur.
Hampir malam saat saya bangun dan terasa sangat lapar. Maklum makan siangnya dilewatkan oleh tidur. Lalu saya berjalan kaki menelusuri Jalan Puri Anjasmoro. Di tengah hembusan angin lembut Semarang, saya lihat sepanjang jalan banyak sekali makanan China. Karena belum ada yang menarik di hati, maka saya memutuskan makan di warung saja. Nah kalau ini pastinya harus uang tunai. Dan ajaibnya saat saya rogoh kantong saya, ternyata dompet saya sudah kembali! Hahaha. Ternyata terselip dan terlipat di bagian paling dasar sakut celana. Saya masukkan kembali lembaran uang yang diambil di ATM tadi kembali ke dompet.