Lebih lanjut, ia lagi-lagi menyerang secara personal bahwa Budiman Sudjatmiko, lawan bicaranya sebagai juru bicara kekuasaan yang telah berkompromi dengan kepentingan para jendral, penguasa, dan kepentingan bisnis.
Menjawab hal ini, Budiman Sudjatmiko menjawab bahwa tidak seharusnya seluruh hal dalam bangsa ini diserahkan kepada Soekarno saja. Walaupun pernah terlibat dalam konflik horisontal dalam sejarah bangsa, Budiman menyatakan tidak seberani itu untuk mengasilkan pertumpahan darah begitu besar untuk pendapat dan kepentingan pribadinya saja. Akan lebih banyak biaya dan waktu yang lama untuk hal seperti itu.
"Saya tidak mewakili partai atau pemerintah. Saya bicara mewakili diri saya sendiri, Budiman Sudjatmiko," ungkapnya. "Tidak satu rupiah pun saya menerima atas sikap saya. Saya tidak tahu berapa yang diperoleh Dandhy, untuk sikapnya." Sindirnya.
"Berapa rupiah Anda pakai untuk kampanye ini, dan berapa dollar yang diterima, saya tidak tahu," Budiman Sudjatmiko balik menyerang.
"Seperti mengatakan Budiman Sudjatmiko sebagai juru bicara oligarki, apa kurang ad hominem-nya?" Jawab Budiman.
Tapi bagaimanapun, saya mungkin perlu memberi catatan, bahwa memang ada serangan personal mengenai fisik Dandhy yang berlebihan berat badan sebagai seorang aktivis sebelum debat ini terwujud. Saya tidak akan menutupi itu meskipun atas alasan pertemanan dengan Budiman Sudjatmiko.
Buat saya, saling serang dalam debat memang hal yang biasa terjadi, sebagai tanda bahwa diskusi semakin dalam dan memanas. Namun tentu kita tidak bisa mengeluh diserang secara pribadi, kalau kenyataannya diri sendiri dalam debat juga menyerang pribadi orang lain tanpa henti.
Jadi dalam hal ini, keduanya posisinya bisa dianggap sama, sama-sama melibatkan serangan personal.
Dandhy kemudian membela dirinya dengan menyatakan pendapat Budiman Sudjatmiko sebagai sebuah fear mongering. Ia kemudian mengungkit lagi Timor Leste dan Ambon. Ia menyatakan bahwa saling bunuh di beberapa kasus tersebut bukan sebuah kejadian yang begitu saja, namun ada otaknya yang mengendalikan, lagi-lagi menghadirkan imajinasi Paman Gepetto dan Pinokio.
Ia menuntut otak fenomena ini diseret ke hadapan hukum untuk bisa menyelesaikannya. Ia lebih lanjut, menuding walau Budiman mengaku hanya mewakili dirinya sendiri, tapi tetap mewakili partai.