"Katanya bokek... Kok ngajak jalan lagi" ejek Tommy Bernadus sambil tertawa-tawa saat saya mengajaknya main ke Banten. Beberapa waktu lalu saya memang curcol ke dia kalau ga punya duit. "Lah,Cuma modal tiket KRL, apa susahnya Tom." Saya tertawa-tawa. "Ya udah tungguin ya, siap-siap baju dulu." Katanya.Â
Pagi itu, sekitar pukul 05:00 kami bergerak ke Stasiun Tanah Abang. Naik Go Car adalah opsi paling mahal sepanjang perjalanan kami seharian ini. Tiket kereta ke Rangkasbitung hanya Rp 8.000. Murah sekali untuk sebuah jalan-jalan demi pelarian dari rasa suntuk bekerja di ibukota.
Sayangnya karena sudah kecapean karena kemarin mengurusi pertemuan Inovator 4.0 Indonesia, antara pak Jokowi dan Mas Budiman Sudjatmiko dan kawan-kawan, saya jadi tidak tidur seharian. Dan akhirnya karena ayunan nyaman dari KRL, mata saya tiba-tiba jadi berat dan tidak bangun lagi sampai diteriaki Tommy.
Dengan kecepatan dan kenyamanannya, KRL mengantarkan kami hingga stasiun terakhir di Rangkasbitung, disambut tukang ojek dan becak.Â
Stasiun ini, walaupun penampilannya juga bagus, namun di sekelilingnya masih banyak mangkal tukang ojek dan becak yang berebut menawarkan jasanya. Lagipula tepat di samping stasiun ini ada pasar.
"Kue pasung, mau?" seorang Ibu menawarkan. Tentu saja karena sudah lapar, maka saya meminta dibungkuskan masing-masing sepasang kue yang nikmat. "Ada yang aneh-aneh ga Bu, jualannya?" Si Ibu mengerinyit. "Aneh gimana maksudnya?" Ia bertanya. "Yang kira-kira jarang di Jakarta.